Bogor, Berita Geospasial - Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) yang diadopsi oleh semua anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bertujuan untuk mengatasi tantangan global, baik di bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan. Integrasi data darat, laut, serta Informasi Geospasial (IG) ke dalam kerangka acuan geodetik terpadu dibutuhkan untuk memahami dan mengatasi berbagai tantangan tersebut.
Untuk menjawab kebutuhan tersebut, Badan Informasi Geospasial (BIG) bersama United Nations Global Geodetic Center of Excellence (UN-GGCE) mengadakan kegiatan workshop internasional dengan tema ‘The Integration of Terrestrial, Maritime, Built and Cadastral Domains: Joining Land and Sea’, di Bogor, pada 2-5 Desember 2024.
“Seiring dunia menjadi semakin saling terkait, kebutuhan akan data geospasial yang selaras di seluruh lingkungan darat, laut, dan buatan semakin mendesak. Wilayah pesisir dan negara kepulauan menghadapi tantangan unik di mana daratan dan laut bertemu dalam interaksi kompleks yang memerlukan pendekatan baru,” tutur Kepala BIG Muh Aris Marfai dalam sambutannya.
Aris menambahkan bahwa workshop ini menyediakan wadah bagi para ahli, pembuat kebijakan, dan praktisi untuk berbagi wawasan, inovasi, dan praktik terbaik mereka.
“Kita di sini untuk mengeksplorasi cara-cara baru untuk mengintegrasikan data terestrial dan kelautan, meningkatkan kemampuan geospasial kita, dan mengembangkan kerangka kerja yang selaras dengan kebutuhan planet kita dan penduduknya yang terus berkembang,” ungkap Aris.
Senada dengan Aris, Pimpinan UN-GGCE, Nicholas Brown, menyatakan bahwa integrasi data darat dan laut penting dalam pengambilan keputusan. Kerangka acuan untuk pengambilan keputusan mengacu pada konteks di mana kita menafsirkan dunia, mengevaluasi berbagai pilihan keputusan, dan mencapai kesimpulan.
“Jika sains ditujukan untuk memecahkan masalah-masalah rumit di zaman kita, kita perlu melibatkan orang-orang di luar kerangka acuan kita. Kita perlu menjadi lebih kuat secara kolektif. Kita butuh kerangka acuan yang lebih luas. Saya mendorong Anda untuk bertemu orang-orang dari bidang lain, melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda dan, semoga saja mendapatkan teman baru di sepanjang jalan,” jelas Brown.
Workshop ini mengundang para pakar geospasial, akademisi, instansi pemerintah, serta pemangku kepentingan dari dalam dan luar negeri. Kegiatan ini menjadi media kolaboratif untuk mengeksplorasi strategi, teknologi, dan kebijakan dalam membangun data geodetik global yang terpadu dan andal.
Dalam salah satu sesi paparan, Bayu Triyogo Widyantoro, Plt. Direktur Sistem Referensi Geospasial, BIG menjelaskan bahwa Indonesia terus mengoperasikan 473 stasiun Indonesia Continuously Operating Reference Station (INA-CORS) dan 290 stasiun pasang surut (pasut). Bayu menjelaskan bahwa kombinasi antara INA-CORS dan InSAR (Interferometric Synthetic Aperture Radar) mampu memonitor penurunan tanah di area yang luas secara tepat; stasiun pasut mampu memonitor kenaikan muka air laut (secara lokal); serta kolokasi Ina-CORS dan Ina-Tides dapat memberikan informasi yang komprehensif tentang penurunan tanah atau kenaikan muka air laut.
Beberapa topik utama yang akan dibahas dalam workshop antara lain: integrasi antara data darat dan data laut untuk mendukung keberlanjutan lingkungan; peran keilmuan dan infrastruktur geodesi dalam integrasi data darat dan data laut; implementasi data geospasial terpadu untuk mendukung pengambilan keputusan lintas sektor; peningkatan kapasitas institusi untuk mendukung kerangka kerja geodetik global; pembahasan mengenai standar, kebijakan dan aspek hukum. (LR/AFN)