Bandung, Berita Geospasial - Kepala Badan Informasi Geospasial Hasanuddin Zainal Abidin hadir sebagai narasumber pada Studium Generale KU-4078 di Aula Barat Institut Teknologi Bandung, 29 Januari 2019. Di hadapan mahasiswa ITB, Hasanuddin menjelaskan pemanfaatan informasi geospasial untuk pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Ia menjelaskan dunia telah memasuki era transformasi digital. Bidang informasi geospasial pun mengalaminya dan itu mengubah banyak tatanan sekaligus memberikan tantangan baru. Kini kita berhadapan dengan data yang jumlahnya besar sekali. Data scientist dibutuhkan untuk keluar dari permasalahan yang kini dihadapi.
“Revolusi 4.0 jangan hanya menjadi sebatas jargon. Kita harus menjadi pemain besar dalam perubahan tersebut,” jelas Hasanuddin.
Untuk bersiap menghadapi perubahan, Hasanuddin mengajak mahasiswa melek terhadap teknologi baru, di antaranya artificial intelligence, machine learning, dan block chain. Ia pun menyambut baik gagasan Kampus Merdeka karena akan mendorong percepatan pemenuhan kebutuhan SDM di bidang informasi geospasial.
“Sebagai negara yang sangat luas, Indonesia masih kekurangan 20.000 SDM geospasial. Langkah paling mudah dengan impor tenaga kerja dari luar, tapi itu akan menimbulkan problem sosial. Untuk itu, perlu ada upaya untuk mendorong SDM geospasial dalam negeri,” jelas Hasanuddin.
Selain memberikan gambaran mengenai informasi geospasial di masa depan, Hasanuddin menjelaskan bagaimana kini pembangunan di Indonesia telah mejadikan informasi geospasial sebagai salah satu pilar utama pembangunan.
“Pembangunan didasari oleh konsep THIS, tematik, holistik, integratif, dan spasial. Bappenas meminta agar semua rencana pembangunan harus di atas peta,” tutur Hasanuddin.
Menurutnya, peta memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan. Ia memberikan contoh peta lahan baku sawah. Selain memberikan gambaran berapa luas sawah di Indonesia, data tesebut pada tahap selanjutnya menentukan seberapa banyak subsidi yang perlu diberikan untuk benih dan pupuk. Selain itu, data tersebut dapat menggambarkan kapasitas produksi Indonesia yang nantinya menentukan keputusan dalam ekspor atau impor beras.
Studium Generale tidak hanya dihadiri mahasiswa teknik geodesi dan geomatika. Mahasiswa dari program studi lain yang hadir di antaranya berasal dari program studi teknik sipil, planologi, geologi, dan matematika. (MAD)