Bandar Lampung, Berita Geospasial – Badan Informasi Geospasial (BIG) menggelar Roadshow Geospasial di Universitas Lampung (Unila) dengan mengusung tema `Informasi Geospasial dan Kebencanaan`. Acara ini bertujuan mengenalkan pentingnya geospasial untuk wilayah rawan bencana, sekaligus mempersiapkan sumber daya manusia yang berkompeten di bidangnya.
Kepala Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik (PPIT) BIG Lien Rosalina mengatakan, Informasi Geospasial (IG) sementara ini masih digunakan untuk memetakan wilayah-wilayah terdampak bencana. “Namun, ke depannya dilakukan pengembangan sistem yang diharapkan dapat menginformasikan wilayah-wilayah berpotensi bencana. Sehingga, mampu meminimalkan jatuhnya korban jiwa,” kata dia saat menjadi narasumber diskusi panel di Aula Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unila, Bandar Lampung, Jumat, 8 Februari 2019.
Lien menuturkan, untuk bisa memahami siklus manajemen bencana, terlebih dahulu harus memahami manajemen bencana. Saat ini, regulasi terkait IG dan kebencanaan telah diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 2011 tentang IG, UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, serta UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Berdasarkan regulasi tersebut, manajemen bencana bisa diartikan sebagai segala upaya atau kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan pemulihan berkaitan dengan bencana yang dilakukan pada sebelum, saat, dan setelah (kejadian) bencana.
“Masing-masing tahapan dalam siklus manajemen bencana membutuhkan IG,” tutur Lien.
Pada proses tanggap darurat, lanjut Lien, BIG akan melakukan pemetaan cepat kebencanaan. Peta yang dihasilkan menampilkan informasi tingkat kerusakan dan daerah terdampak. Tidak hanya itu, peta bencana juga memberikan informasi penting lainnya, seperti inventarisasi sumber daya, infrastruktur (transportasi, utilitas, dan medis), serta lokasi pengungsian.
“Alur kerja pemetaan cepat dimulai dari analisa bencana. Kemudian dilanjutkan analisa laboratorium, orientasi lapangan, pemotretan UAV, analisis data, dan publikasi,” terang Lien.
Sementara itu, narasumber lainnya, Abdurrahman dari Unila memaparkan `Pengembangan Model Pemberdayaan Komunitas Belajar (Learning Community) untuk Membangun Awareness, Literasi, dan Resiliensi Siswa di Daerah Rawan Bencana`. Berdasarkan penelitiannya, diketahui bahwa tingkat kesiapsiagaan bencana siswa SD di Kabupaten Pesisir Barat tergolong tinggi.
“Tingkat literasi kebencanaan siswa SD di Kabupaten Pesisir Barat juga tergolong tinggi,” kata Abdurrahman.
Literasi kebencanaan sangat penting sebagai upaya meminimalkan risiko bencana. Dengan pemahaman yang benar, seseorang tahu harus bertindak apa saat bencana terjadi. Bencana tidaklah setiap hari terjadi, sehingga diperlukan adanya kesiapsiagaan.
Materi terakhir disampikan Listumbinang tentang profil Pusat Pengembangan Infrastruktur Data Spasial (PPIDS) Unila. “Di PPIDS telah tersedia studio pelatihan dan ruang sentra peta. Kita juga telah melaksanakan pelatihan SIG untuk Bappeda Kota Metro; review peta lahan kritis 2009–2013; pemetaan tutupan lahan, potensi hutan, dan perkebunan; RDTR Kecamatan Sidomulyo; pemetaan potensi perikanan; pemetaan kebencanaan; dan pembuatan Web GIS Bappeda Kab. Waykanan,” jelasnya. (LR/NIN).