Sabtu, 12 Juli 2008, tepat Pukul 08.50 WITA, seluruh Tim EGI 2008 menuju Pulau Badi dan Kapoposang melalui dermaga kecil, Bangkoa. Pelabuhan ini melayani penyeberangan ke beberapa pulau di sekitarnya, seperti Pulau Badi, Lailai, Tamalona, Kapoposang dan lainnya.
Gugusan kepuluan itu masuk wilayah Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep), yang berada di sebelah barat daratan Sulawesi.
Selang lebih dari satu jam perjalanan, dua pulau terlampaui, Pulau Barang Lompok dan Barang Cakdi. Dalam bahasa Makassar, Lompok berarti besar dan Cakdi artinya kecil.
Menurut penuturan Dewi, dari Pusat Penelitian Kelautan Universitas Hasanuddin, di antara kedua pulau itu hanya Pulau Barang Lompok yang memiliki sumber air tawar, sehingga tidak kesulitan untuk keperluan minum dan masak. Lain halnya dengan Pulau Barang Cakdi, di mana penduduknya harus membeli kebutuhan itu dari tempat lain.
Tatkala waktu menunjukkan pukul 11.30 WITA, Tim EGI 2008 tiba di Pulau Badi untuk melakukan pengamatan lebih dekat. Pulau yang pernah menjadi obyek Program Coremap tahun 2007, dihuni 382 KK (Kepala Keluarga), dengan mata pencaharian utama dari sektor perikanan laut (nelayan). Mereka umumnya berpenghasilan per bulannya antara 382.000 - 713.000 rupiah.
Yang menarik di pulau ini, ditemuinya beberapa pionir seperti Abas, salah seorang kader Program Coremap, yang hingga kini berusaha membuat tempat pembibitan terumbu karang pada sebuah kotak kerangka besi berukuran 1 x 1,5 meter dan sudah berhasil menanam sebanyak sebelas unit dilaut.
Selain itu, dijumpai pula seorang ‘Srikandi' yang berupaya membangun perekonomian warga Pulau Badi. Bersama dengan penduduk pulau kecil itu, dia merakit suatu mesin sederhana untuk pembangkit listrik bertenaga ombak. Usaha lainnya mereka membudidayakan teripang darat, seperti yang pernah dilakukan di Halmahera.
Setelah satu jam lebih di Pulau Badi, perjalanan dilanjutkan ke Pulau Kapoposang. Untuk menuju Kapoposang diperlukan waktu kurang lebih 5 jam.
Kapoposang
Ketika senja mulai merona, Tim EGI tiba di pulau yang berarti ‘terakhir' dalam bahasa Makassar. Terakhir di sini boleh jadi merupakan akhir dari gugusan kepulauan yang ada di Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkep.
Banyak kalangan, baik Pemerintah Daerah, Departemen Kelautan dan Perikanan, maupun akademisi, mengenal Kapoposang sebagai obyek wisata alam. Kejernihan airnya akan selalu menggoda bagi para penyelam untuk menikmati keindahan dunia bawah laut di Pulau Kapoposang. Di pulau inilah, tim ekspedisi bermalam.
Esok harinya sesuai dengan spesifikasi masing-masing, tim bergerak memburu informasi maupun melakukan pengamatan di sekeliling pulau, termasuk di antaranya melakukan penyelaman.
Sedikit informasi dasar, Kapoposang dihuni kurang lebih 80 KK. Mereka menggantungkan hidupnya sebagai nelayan tradisional. Yang menarik di pulau ini adalah usaha telur ikan layang-layang yang bernilai tinggi, 175.000 rupiah per kilogram.