Sumbawa, Berita Geospasial - Indonesia yang berada di zona ‘Ring of Fire’ memiliki banyak gunung api aktif. Hal ini menjadi potensi yang berguna untuk menunjang kehidupan masyarakat di sekitarnya. Maka dari itu, perlu adanya informasi sumberdaya lahan kawasan gunung api yang disajikan dalam bentuk Informasi Geospasial (IG) yang komperhensif, sehingga dapat dimanfaatkan untuk mendukung berbagai kegiatan pembangunan. Merujuk pada hal tersebut, Badan Informasi Geospasial (BIG) melalui Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas (PPTRA) melaksanakan kegiatan Survei Pengumpulan Data Kegiatan IGT Sumberdaya Bentang Lahan Gunung Api Tambora dan Sangeangapi pada tanggal 10-19 Mei 2023.
Setiyani, staf dari PPTRA BIG sebagai penanggung jawab kegiatan menjelaskan bahwa survei ini akan menghasilkan data yang digunakan untuk penyusunan Atlas Bentang Sumberdaya Lahan Gunung Api Wilayah Bali - Nusa Tenggara. Atlas ini akan mengulas aspek pemanfaatan lahan oleh masyarakat disekitar gunung api.
“Melalui kegiatan Atlas Bentang Sumberdaya Lahan Gunung Api tahun 2023 ini, PPTRA BIG mencoba mengubah cara pandang tentang erupsi gunung api dari sebuah sumber bahaya menjadi sebuah anugerah, dimana setelah terjadi letusan gunung api membawa pembaharuan terhadap tatanan sumberdaya lahan disekitarnya,” tuturnya.
Atlas Bentang Sumberdaya Lahan Gunung Api Wilayah Bali - Nusa Tenggara disusun melanjutkan Atlas Bentang Sumberdaya Lahan Gunung api edisi Sumatera Bagian Utara, edisi Sumatera Bagian Selatan, edisi Jawa bagian Timur, edisi Jawa Bagian Tengah, dan edisi Jawa Bagian Barat yang telah disusun pada tahun sebelumnya.
Gunung Api Tambora sendiri merupakan sebuah Stratovolcano aktif yang terletak di Pulau Sumbawa, NTB, Indonesia. Secara administratif, Gunung Api Tambora berada di 2 Kabupaten yaitu Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu. Letusan Gunung Api Tambora pada bulan April 1815 berada dalam skala 7 (tujuh) pada Volcanic Explosivity Index. Akibat dari letusan ini, hampir separuh tinggi dan volume gunung menghilang. Letusan dahsyat juga berdampak pada hilangnya 3 Kerajaan dan peradaban di sekitarnya yaitu Kerajaan Pekat, Kerajaan Sanggar dan Kerajaan Tambora. Selain itu, akibat dari abu vulkanik Gunung Api Tambora, benua Eropa dan Amerika mengalami tahun tanpa musim panas yang dikenal sebagai “Year Without Summer” pada tahun 1816. Terjadi kelaparan yang menimpa masyarakat di benua Eropa dan Amerika akibat dari musim dingin yang panjang dan gagal panen.
Sementara Gunung Api Sangeangapi merupakan gunung berapi aktif yang ada di pulau Sangeang, tepatnya berada di Nusa Tenggara Barat. Gunung ini terdiri dari dua kerucut vulkanik, Doro Afi 1.949 mdpl (6.394 kaki) dan Doro Mantoi 1.795 mdpl (5.889 ft). Gunung Api Sangeangapi merupakan salah satu gunung berapi paling aktif di Kepulauan Sunda Kecil. Gunung ini pernah meletus pada tahun 1988 membuat semua penduduk pulau dievakuasi. Letusan pertama Gunung Api Sangeangapi adalah pada tahun 1512 dan 1989 dimana meletus sebanyak 17 kali. Letusan terakhir adalah pada bulan Desember 2012 dan Mei 2014 yang lalu.
Lebih lanjut, untuk sektor pariwisata, banyak terdapat mata air dan air terjun disekitar Kawasan Gunung Api Tambora seperti: Oi Marai, Oi Tampuro, Oi Hodo, Oi Wao, Air Terjun Bidadari, Air Terjun Walet Putih dan sebagainya. Selain itu, juga terdapat wisata alam yang menarik seperti Savana Doro Ncanga, Savana Lenggo, Doro Tabe Toi, Doro Tabe Nae, dan wisata minat khusus untuk pendakian hingga ke kawah Gunung Api Tambora. Di sektor sumberdaya alam, terdapat sumber mata air yang melimpah disekitar kaki Gunung Api Tambora. Sedangkan untuk perkebunan, banyak dijumpai perkebunan Jagung, Tebu, Jambu Mete, Kacang Tanah, Kayu Putih, Kopi, Bawang, Semangka, Labu, dan Wijen.
Sedangkan untuk potensi dan sumberdaya di sekitar Gunung Api Sangeangapi terdapat 2 (dua) buah mata air panas yaitu Mata Air Panas Klaktemango dan Mata Air Panas Oi Kalo serta 1 (satu) buah mata air dingin Oi Peto. Selain itu, lahan disekitar Kawasan Gunung Api Sangeangapi dimanfaatkan oleh warga sebagai lahan perkebunan. Tidak ada permukiman permanen di dalam Kawasan Gunung Api Sangeangapi hanya rumah singgah yang digunakan untuk sekedar menunggu kebun.
Melalui penyusunan atlas ini diharapkan didapatkan inventarisasi sumberdaya di kawasan gunung api yang tersusun atas iklim, relief/morfologi permukaan lahan, tanah, air, batuan/geologi, dan penggunaan lahan. Kemudian hasilnya disajikan berupa IG yang dikombinasikan dengan narasi deskriptif, foto dan infografis lainnya. (3G/LR)