Kamis, 31 Oktober 2024   |   WIB
en | id
Kamis, 31 Oktober 2024   |   WIB
Otonomi Daerah: Adakah Kewenangan Di Luar 12 Mil Laut?

Sejak diberlakukannya otonomi daerah, bermunculan masalah yang sebelumnya tidak diharapkan. Salah satu masalah yang hingga kini masih belum tuntas adalah batas wilayah laut antara beberapa daerah.

Sebagaimana disebutkan di dalam Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pada pasal 18 ayat 4 menyebutkan wilayah kewenangan pengelolaan laut oleh daerah yaitu 12 mil laut untuk provinsi dan 1/3-nya (atau 4 mil) untuk kabupaten/kota.

"Masalahnya, apakah wilayah provinsi tertentu masih dapat memiliki kewenangan melebihi 12 mil laut," ungkap Sobar Sutisna, Kepala Pusat Pemetaan Batas Wilayah BAKOSURTANAL, ketika menerima beberapa anggota DPRD Sumatera Barat di BAKOSURTANAL, Cibinong (10/3/2010).

Menurut Sobar, hukum yang berlaku untuk negara kepulauan seperti Indonesia di dalam UNCLOS (sebagai kesatuan wilayah yang utuh - red), tidak berlaku untuk daerah. Di luar batas 12 mil laut bukan lagi kewenangan pemerintah daerah. Namun, tidak menutup kemungkinan jika dalam keadaan tertentu melalui proses politik kewenangan itu dapat diberikan kepada Provinsi jika pemerintah pusat menyetujuinya.

"Perlu pengaturan terhadap kasus-kasus tertentu. Sangat tidak praktis jika (pengelolaan wilayah di luar 12 mil - red), dilakukan oleh pusat," kata Sobar Sutisna.

Hal ini dapat saja terjadi karena batas 12 mil laut akan menghasilkan "enclove" kewenangan pusat diantara wilayah kewenangan pengelolaan laut oleh Provinsi secara utuh. Seperti contoh kasus di Sumatera Barat, terdapat wilayah di luar 12 mil laut antara Kepulauan Mentawai dan daratan Sumatera, yang diistilahkan seperti ‘koridor '. Kondisi ini pun dijumpai di daerah-daerah lain.

‘Koridor' inilah yang dipertanyakan oleh pihak Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, karena terkait dengan pemberian ijin usaha perikanan. Sedangkan praktik di lapangan jika ada kapal nelayan dari provinsi lain yang menangkap ikan di wilayah tersebut tidak diijinkan oleh pihak Sumatera Barat, sebagaimana dikatakan Yosmeri, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumataera Barat.

Deputi Bidang Pemetaan Dasar, Chaerul Hafidin, berpendapat semestinya siapa saja selama dia masih nelayan Indonesia berhak menangkap ikan di wilayah itu, karena yang berlaku di situ adalah kewenangan nasional , mengacu pada undang-undang.

Permasalahan yang diutarakan oleh DPRD Sumatera Barat tersebut untuk mencari bahan acuan dalam penyusunan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, sebagai turunan dari Undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Sobar Sutisna memberikan apresiasi yang tinggi kepada Provinsi Sumatera Barat, karena baru pertama kalinya Provinsi Sumatera Barat melakukan konsultasi ke BAKOSURTANAL sebelum memutuskan suatu peraturan daerah.

Dalam pertemuan yang dipimpin oleh Deputi Bidang Pemetaan Dasar BAKOSURTANAL tersebut, pihak Sumatera Barat mendapat penjelasan secara teknis bagaimana melakukan penentuan batas wilayah di laut. BAKOSURTANAL juga menyatakan bersedia membantu Sumatera Barat untuk menyediakan data geospasial yang diperlukan dalam penyusunan perda ini.

Oleh Agung C.