Bogor, Berita Geospasial – Data geospasial berkualitas tinggi semakin dibutuhkan dalam berbagai urusan strategis, mulai dari penataan ruang, pengawasan pemanfaatan ruang, mitigasi bencana, pengelolaan sumber daya alam, pemetaan wilayah adat, hingga analisis pembangunan berkelanjutan. Kebutuhan tersebut menuntut pemerintah daerah untuk memiliki kapasitas kelembagaan dan teknis yang kuat agar mampu menghasilkan data yang relevan, interoperabel, dan siap diintegrasikan pada tingkat nasional.
Menjawab tantangan yang ada, Badan Informasi Geospasial (BIG) berkolaborasi dengan Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) menyelenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pembinaan Simpul Jaringan Informasi Geospasial Nasional (JIGN). Kegiatan berlangsung selama tiga hari, pada 9–11 Desember 2025, di IPB International Convention Center, Bogor.
Deputi Bidang Infrastruktur Informasi Geospasial BIG Ibnu Sofian membuka bimtek dengan menegaskan bahwa transformasi digital menuju Smart Society 5.0 sangat bergantung pada kesiapan manusia dalam memanfaatkan teknologi baru.
“Bicara soal transformasi digital, ada Smart Society 5.0. Kunci digital dari transformasi digital adalah manusia. Manusia harus mampu menggunakan teknologi baru. Setiap generasi punya karakteristik dan kekhasan yang berpotensi menjadi nilai tambah. Ciri khas Smart Society 5.0 adalah pemetaan geospasial dan komputasi. Jika ciri khas tersebut tidak berjalan, maka Smart Society 5.0 sulit dilakukan,” ujar Ibnu.
Ia juga menegaskan tiga kunci utama yang harus diperkuat, yaitu ketersediaan data dan Informasi Geospasial Dasar (IGD) skala besar, penguatan simpul jaringan JIGN, serta hilirisasi bisnis geospasial.
“Data dan IGD juga bermanfaat untuk kesiapsiagaan dan penanganan bencana alam, seperti adaptasi perubahan iklim, risiko banjir, dan mitigasi gempa. Untuk itu, kesiapan Sumber Daya Manusia menjadi kunci untuk pengembangan simpul jaringan agar didapatkan data geospasial yang bagus,” tuturnya.
Sedangkan, Kepala BRWA Kasmita Widodo menekankan pentingnya sinergi BRWA dan BIG dalam memperkuat kualitas data geospasial yang digunakan dalam berbagai agenda strategis nasional maupun daerah.
“Interaksi BRWA dengan BIG sebelumnya ditandai dengan penyerahan 2,4 juta hektare data geospasial pemetaan masyarakat adat kepada BIG. BIG juga telah bekerja sama dengan Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) dan BRWA untuk melahirkan peraturan yang menjadi panduan pemetaan masyarakat adat sebagai basis advokasi,” jelas Kasmita.
Ia berharap panduan tersebut dapat menjadi dasar kebijakan yang memperkuat upaya advokasi masyarakat adat, baik di tingkat daerah maupun nasional. Ke depan, kata Kasmita, pemerintah akan mendorong integrasi peta tematik di tingkat provinsi.
“Selain itu, harapannya nanti akan bisa juga diperluas untuk tematik, dan kerja sama ini bisa berlanjut di tahun depan untuk wilayah lain,” ujarnya.
Bimtek ini diikuti peserta dari tujuh daerah, yaitu Provinsi Kalimantan Barat, Kabupaten Aceh Besar, Nunukan, Buleleng, Lombok Utara, Sumba Timur, dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Selama tiga hari, peserta mengikuti materi komprehensif yang mencakup penguatan kapasitas kelembagaan simpul jaringan, peningkatan kualitas data geospasial, penyusunan metadata, penerapan interoperabilitas data, praktik publikasi data pada geoportal, serta pelatihan teknis melalui sesi praktikum.
Melalui kegiatan ini, BIG dan BRWA berharap pemerintah daerah mampu memperkuat tata kelola geospasial secara berkelanjutan, mempercepat integrasi data nasional, serta memastikan kehadiran informasi geospasial yang kredibel sebagai dasar perencanaan pembangunan dan advokasi masyarakat adat.
Reporter: Luciana Retno Prastiwi
Editor: Kesturi Haryunani