Bali, Berita Geospasial – Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Nusa Penida, Bali dianggap sebagai langkah strategis dalam transisi energi Indonesia. Upaya ini dilakukan untuk menggantikan energi fosil dengan energi baru terbarukan.
Badan Informasi Geospasial (BIG) memainkan peranan penting dalam pengembangan PLTS di Nusa Penida melalui penyediaan data geospasial yang akurat dan relevan untuk mendukung proses perencanaan, pembangunan, dan pengelolaan proyek energi terbarukan tersebut.
"Menurut data yang dipublikasikan di Geoportal Kebijakan Satu Peta (KSP) oleh Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral), Peta Sebaran Pembangkit Listrik skala 1:50.000 pada 2021 menunjukkan mayoritas pembangkit masih berada di Jawa Barat dan Sumatera Utara. Terkait PLTS Nusa Penida, kami telah memeriksa beberapa peta penggunaan lahan dan peta risiko, yang menunjukkan bahwa proyek ini sangat aman,” kata Kepala BIG Muh Aris Marfai ketika mendampingi Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kunjungan spesifik di Bali pada Senin, 9 September 2024.
Menurut Aris, fokus selanjutnya adalah pada pembahasan terkait tenaga nuklir, termasuk penilaian lokasi (site assessment). BIG akan menyelesaikan peta dasar skala 1:5.000 mulai tahun depan.
“Sehingga kami siap mendukung analisis lokasi untuk PLTS maupun tenaga nuklir dalam rangka mendukung RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik)," jelas Aris.
Combine Hybrid System PLTS Nusa Penida dianggap sebagai best practice dalam memadukan energi terbarukan dan fosil, sehingga diharapkan dapat segera mewujudkan energi yang andal dan bebas emisi. Upaya Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam merealisasikan transisi energi ini mendapat apresiasi dari Komisi VII DPR.
"Jadi, hybrid di Nusa Penida itu merupakan praktek yang baik bagaimana dikombinasi sehingga ujungnya adalah nanti energi yang handal tetapi yang bersih dari emisi itulah tujuannya," kata Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto.
Sugeng juga menegaskan pentingnya kolaborasi dan dukungan terhadap RUPTL yang menargetkan peningkatan konsumsi listrik hingga 6.000 kWh, empat kali lipat lebih dari angka saat ini yang masih di kisaran 1.500 kWh per kapita. Target ini bertujuan secara signifikan meningkatkan ketersediaan listrik di masa depan.
"Ini menjadi tantangan besar dalam memenuhi permintaan energi yang terus meningkat untuk mencapai target net zero emission. Indonesia menargetkan net zero emission pada 2060, atau lebih cepat, sesuai komitmen Paris Agreement untuucap Sugeng.
Menurut Sugeng, nuklir kini menjadi bagian integral dari RUPTL. Nuklir bukan sekadar opsi terakhir untuk mendukung penyediaan energi listrik di masa depan.
Sebagai informasi, sejumlah mitra kerja Komisi VII DPR turut mendampingi kunjungan spesifik tersebut, yaitu Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Dewan Energi Nasional (DEN). (MWB/NIN)