Cibinong, Berita Geospasial – Berdasarkan ranking Ease of Doing Business (EODB) atau Kemudahan Berusaha yang dirilis Bank Dunia tahun 2023, peringkat EODB Indonesia berada di urutan 73 dari 190 negara. Salah satu cara untuk meningkatkan peringkatnya, Indonesia harus terus mengusahakan kemudahan dan kepastian proses perijinan usaha melalui Online Single Submission (OSS). Penataan perijinan usaha melalui OSS tidak akan berjalan optimal apabila peta dasar yang dibutuhkan untuk menyusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) tidak tersedia.
“Peta dasar skala detail berperan penting dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Peta dasar merupakan komponen penting dalam penyusunan Rencana Detail Tata Ruang yang dijadikan salah satu dasar pemberian ijin usaha (investasi) dalam sistem Online Single Submission,” ujar Kepala Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim Badan Informasi Geospasial (BIG) Ade Komara Mulyana saat membuka Klinik Verifikasi Unsur Rupabumi Indonesia Skala Besar yang dilaksanakan di Cibinong pada tanggal 26-27 Juni 2024.
Ade mengungkapkan bahwa saat ini BIG belum mampu memenuhi kebutuhan peta dasar skala besar nasional. Oleh karena itu, BIG melakukan dua strategi yaitu pertama, menyiapkan program percepatan penyediaan peta skala besar selama 5 tahun kedepan dan dimulai tahun 2024 di Pulau Sulawesi. Kedua, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Informasi Geospasial, dalam hal peta dasar dari BIG belum tersedia maka dimungkinkan dengan dua jalur yaitu melalui persetujuan penggunaan Informasi Geospasial Dasar (IGD) dan persetujuan pembuatan IGD.
Lebih lanjut, Ketua Tim Verifikasi Unsur Rupabumi Fuad Hasyim menambahkan bahwa persetujuan penggunaan peta dasar dilakukan apabila pemerintah daerah sudah mempunyai peta dasar. Pemerintah daerah dapat mengajukan surat persetujuan penggunaan kepada BIG. Selama berkas data yang diserahkan sudah lengkap dan memenuhi syarat maka persetujuan akan dikeluarkan dalam jangka waktu 10 hari kerja.
Sedangkan untuk persetujuan pembuatan IGD dilakukan ketika pemerintah daerah belum memiliki peta dasar. Pemerintah daerah dapat mengajukan proses pembuatan peta dasar ke BIG. Setelah BIG mengeluarkan persetujuan pembuatan peta dasar, maka BIG akan melakukan pendampingan pembuatan peta dasar yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
“Proses pendampingan ini tidak diatur batas waktunya, bergantung kepada kondisi dan kemampuan masing-masing pemerintah daerah dalam menyelesaikan pembuatan peta dasarnya,” tutur Fuad.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Tim Verifikasi Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT) Andry Bhakti Hidayah menjelaskan kegiatan verifikasi unsur rupabumi skala besar ini dilaksanakan selama 2 hari. Hari pertama dilakukan pemeriksaan sumber data sedangkan hari kedua dilakukan pemeriksaan peta dasar.
Pemeriksaan sumber data mencakup 4 tahap yaitu pemeriksaan sumber data citra, perencanaan titik kontrol, pengukuran titik kontrol, serta ortorektifikasi dan uji akurasi. Hari kedua fokus pada pendampingan peta dasar mencakup unsur hipsografi, perairan, transportasi dan utilitas, bangunan dan fasilitas umum, penutup lahan, nama rupabumi, batas administrasi wilayah, dan garis pantai.
Sebagai informasi, kegiatan hari pertama diikuti oleh 30 wilayah perencanaan sedangkan di hari kedua diikuti oleh 26 wilayah perencanaan dari berbagai daerah di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. (TN/MN)