Kamis, 14 November 2024   |   WIB
id | en
Kamis, 14 November 2024   |   WIB
SMA Bunda Hati Kudus Tingkatkan Kesadaran Geospasial Kebencanaan Melalui BIG

Cibinong, Berita Geospasial – Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki risiko tinggi terhadap bencana alam. Mengingat hal tersebut, penting membangun kesadaran kebencanaan sejak usia dini, terutama kepada pelajar. Geospasial memiliki kaitan erat dengan kebencanaan, maka dari itu, sebanyak 157 siswa kelas XI SMA Bunda Hati Kudus Jakarta beserta lima guru melakukan kunjungan ke Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk mempelajari tentang pemetaan kebencanaan pada Kamis, 22 Februari 2024.

“Pemaparan dari BIG hari ini, tidak hanya bermanfaat untuk pelajaran geografi di sekolah, tetapi juga untuk kehidupan sehari-hari, karena kita sering menggunakan peta digital untuk pesan makanan, transportasi, atau bermain game. BIG juga telah menghasilkan berbagai data pemetaan yang bermanfaat untuk pembangunan nasional dan mitigasi bencana,” jelas Koordinator Kelompok Kerja Humas dan Kerja Sama BIG, Mone Iye Cornelia kepada para siswa.

Rombongan dari SMA Bunda Hati Kudus diterima di Aula Utama Kantor BIG, Cibinong. Perwakilan sekolah, Natalia Desi Aryani, menyatakan apresiasinya atas sambutan yang baik dari BIG.

Mengawali sesi materi, peserta mendapatkan pengetahuan tentang peran BIG dalam kesiapsiagaan bencana di Indonesia dari Edwin Rico, perwakilan Pusat Penelitian, Promosi, dan Kerja Sama (PPPKS) BIG.

“BIG selalu real time dalam menyampaikan informasi pasang surut air laut, karena memiliki tsunami early warning system untuk memberikan informasi. Sehingga masyarakat di daerah rawan bencana dapat bersiaga ketika akan terjadi bencana tsunami,” ujar Edwin.

Selanjutnya, Anggoro Cahyo dari Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik (PPIT) BIG menjelaskan secara lebih komprehensif terkait jenis peta bencana, manfaat, dan proses pemetaan kebencanaan.

“Pada siklus manajemen bencana, Informasi Geospasial (IG) atau peta berperan memberikan pengetahuan kepada masyarakat terkait lokasi terjadinya bencana, kerawanan bencana suatu wilayah, serta melakukan perencanaan jalur evakuasi di tahap kesiapsiagaan. Kemudian ketika terjadi bencana bagaimana dilakukan tanggap darurat, dan terakhir pemulihannya (recovery),” papar Anggoro.

Anggoro juga berpesan agar ketika para siswa berkunjung ke suatu wilayah baru, sebaiknya memperhatikan lokasi jalur evakuasinya, terutama di wilayah pantai yang rawan tsunami.

“Pada mitigasi tsunami contohnya, ada istilah dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yaitu 20-20-20. Ketika merasakan 20 menit gempa, maka ada kesempatan 20 menit untuk mencapai ketinggian 20 meter. Jadi jika berkunjung ke pantai, kita harus memperhatikan peta jalur evakuasinya terlebih dahulu untuk dapat menerapkan 20-20-20,” tandas Anggoro.

Pada pembahasan terakhir, I Ketut Sutarga dari Balai Pendidikan dan Pelatihan Geospasial BIG mengungkapkan bahwa permodelan Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat dimanfaatkan untuk mengetahui daerah rawan bencana.

“Contoh sederhana dengan menggunakan layer penggunaan lahan dan layer banjir, melalui aplikasi SIG dapat diketahui lokasi perumahan yang berada pada zona banjir. Hal ini sangat membantu untuk pemilihan lokasi rumah, jadi kita bisa mencari lokasi yang minim potensi bencana melalui peta tersebut,” tutup Ketut.

Pertemuan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan kebumian, serta menumbuhkan kesadaran para pelajar akan pentingnya IG yang akurat untuk kesiapsiagaan bencana. (ES/LR)