Kamis, 14 November 2024   |   WIB
id | en
Kamis, 14 November 2024   |   WIB
Workshop Geodetik Asia Pasifik, Saatnya Berbagi Pengalaman Penerapan Sistem Referensi Geodetik

Badung, Berita Geospasial – Badan Informasi Geospasial (BIG) melaksanakan Workshop Geodetik dengan tema `Geodetic Reference Frames and Applications for Disaster` pada Selasa, 7 November 2023. Kegiatan ini menjadi bagian dari pelaksanaan Asia Pasific Geospatial Forum (APGF) yang dilaksanakan di Bali pada 6-10 November 2023.

Workshop ini diadakan untuk berbagi pengalaman negara-negara Asia Pasifik terkait perkembangan dan pelaksanaan sistem kerangka referensi geodetik. Selain itu, juga dibahas bagaimana pemanfaatan Global Navigation Satelite System (GNSS) untuk kebencanaan

“Membangun sistem referensi nasional merupakan sebuah tantangan besar untuk Indonesia. Hal tersebut dikarenakan letak Indonesia yang berada pada kawasan dengan aktivitas lempeng aktif. Selain itu, luasan wilayah Indonesia juga menyebabkan akuisisi data geospasial yang diperlukan untuk membangun sistem referensi nasional memerlukan waktu cukup panjang dan biaya besar,” kata Deputi Bidang Informasi Geospasial Dasar (IGD) BIG M. Arief Syafii saat membuka acara.

Arief menjelaskan, pembangunan datum geodetik di Indonesia dibagi menjadi empat periode besar. Periode pertama pada rentang waktu 1862-1970, ketika Indonesia menggunakan lokal toposentrik datum yang merupakan datum statik.

“Pada periode pertama, datum yang terbangun di antaranya adalah Datum Genuk, Bukit Rimpah, Gunung Sahara, Serindung, Moncong Lowe, dan T21 Sorong,” jelasnya.

Sedangkan, lanjut Arief, pembangunan periode kedua pada rentang 1970-1995. Saat itu, Indonesia menggunakan Datum Toposentrik Nasional yang bersifat datum statik. Datum yang digunakan pada periode kedua adalah Datum ID74.

Selanjutnya, pembangunan datum periode ketiga pada 1996-2013 ketika Indonesia menggunakan datum DGN95 yang juga merupakan datum statik. “Perkembangan teknologi pada bidang geospasial turut berpengaruh pada penetapan datum nasional di Indonesia. Hingga akhirnya pada 2013, Indonesia merilis datum semi dinamik yang diberi nama SRGI2013,” terang Arief.

Sistem Referensi Geospasial Indonesia (SRGI) dirilis ke pubilk pada 17 Oktober 2013. SRGI merupakan referensi geospasial yang digunakan secara nasional dan konsisten untuk seluruh wilayah Indonesia. Sistem tersebut terdiri dari sistem referensi geospasial horizontal dan sistem referensi vertikal.

ITRF2014 dan EPOCH 2021.0 InaCORS, stasiun pasang surut, dan Geoid merupakan infrastruktur datum SRGI2013. Pada 2023, BIG sudah menggunakan EPOCH 2021. Workshop Geodetik ini sekaligus menjadi ajang diskusi terkait perkembangan dan alih teknologi yang digunakan oleh Indonesia.

Salah satu pembahasan menarik dalam workshop ini adalah komunikasi pada saat bencana yang menjadi tantangan terbesar untuk mengembangkan sistem peringatan dini yang baik. “InaCORS mendukung deteksi perpindahan permukaan dan peta tegangan dan regangan ke InaTEWS. Sedangkan Ina-Tides mendukung pengiriman data anomali muka air laut serta datangnya tsunami pascagempa,” jelas Arief.

Sebagai informasi, Workshop Geodetik diikuti sejumlah delegasi, di antaranya Presiden International Association of Geodesy (IAG) Richard Gross yang memaparkan tentang Geodesy and Geodetic Reference Frames; Guorong Hu dari Asia-Pacific Reference Frame (APREF) dengan presentasi berjudul Reference Frame in Asia and The Pasific; serta Basara Miyahara dari The Geospatial Information Authority of Japan (GSI) yang berbagi pengalaman terkait penerapan sistem referensi di Jepang. (NIN/MN)