Manggarai, Berita Geospasial – Garis pantai merupakan salah satu unsur utama dalam perencanaan pembangunan di wilayah pesisir dan penentuan batas administasi suatu wilayah. Hal ini dikarenakan setiap peta membutuhkan garis pantai, terutama peta-peta yang berbatasan dengan wilayah pesisir. Berangkat dari hal tersebut, Badan Informasi Geospasial (BIG) melalui Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai (PPKLP) menyelenggarakan kegiatan survei garis pantai prioritas dengan metode pemotretan udara digital menggunakan unmanned aerial vehicle (UAV) pada bulan Juli-Agustus 2023 bertempat di Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Penyediaan garis pantai ini sangat penting, salah satunya sebagai pemenuhan amanat yang terkandung dalam Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi UU, dimana pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (IG) disebutkan bahwa Peta Rupabumi Indonesia memiliki 8 (delapan) unsur peta dasar, yang salah satunya adalah berupa unsur garis pantai, maka dibutuhkan pemetaan garis pantai untuk memenuhi unsur tersebut,” tandas Wahyudi Nugraha, Ketua Tim Kegiatan Survei Garis Pantai Prioritas di NTT.
Wahyudi kemudian menjelaskan bahwa kebutuhan data garis pantai juga terkait dengan urgensi penataan ruang dan kewilayahan. Dimana urgensi garis pantai ini terkait dengan pembentukan wilayah administrasi, penentuan batas maritim, penentuan kewenangan pengelolaan sumber daya laut provinsi, juga penataan ruang wilayah baik itu di wilayah darat, wilayah laut, termasuk wilayah pesisir.
“Kegiatan survei garis pantai ini menjadi salah satu kegiatan prioritas nasional dan tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Garis pantai dinilai sangat strategis untuk kementerian/lembaga/pemerintah daerah yang ingin membuat peta tematik seperti peta tata ruang yang berbatasan langsung dengan wilayah pantai. Selain itu data garis pantai skala besar ini juga menjadi salah satu isu nasional yang sedang dikerjakan BIG, yaitu percepatan penyediaan peta dasar yang harapannya seluruh wilayah nasional kita akan tersedia satu data rupabumi Indonesia di skala besar yang akan sangat bermanfaat untuk kebutuhan masyarakat,” tutur Yorda Prita Utama, Koordinator Pemetaan Lingkungan Pantai, PPKLP BIG yang menjadi pengawas pada kegiatan survei tersebut
Lebih lanjut, Yorda mengungkapkan bahwa Indonesia sebagai salah satu negara yang terpanjang garis pantainya, memiliki tantangan dalam pelaksanaan metode akuisisi untuk pemetaan pantai. Banyak daerah yang tidak terjangkau aktivitas manusia, maka dari itu dibutuhkan wahana lain, salah satunya UAV yang lebih murah, lebih efisien, dan bisa menjangkau daerah remote di Indonesia.
Andrian Libriyono yang juga menjadi tim pengawas kegiatan survei mengungkapkan bahwa kebutuhan garis pantai juga terkait dengan masalah hukum dan kedaulatan. Beberapa data garis pantai yang lama sudah tidak sesuai, padahal data ini dibutuhkan untuk merencanakan dan membuat keputusan. Maka dari itu pemetaan garis pantai harus menjadi prioritas. Harapannya akan data data garis pantai berdasarkan time series, karena data garis pantai terus diperbaharui dari waktu ke waktu. Metode baru yang lebih efisien juga harus dikembangkan, dengan tetap memperhatikan kualitas data.
“Kolaborasi antar unit yang ada di BIG juga penting dalam penyediaan data garis pantai. Tim PPKLP melaksanakan pemetaan garis pantai, kemudian dalam mengolah data kami juga membutuhkan data Continuously Operating Reference Stations (CORS) dan model datum pasang surut (pasut) dari Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika (PJKGG), dalam pemanfaatannya berkaitan dengan kebutuhan pemetaan batas administrasi dan batas maritim dari Pusat Pemetaan Batas Wilayah (PPBW), lalu juga ada dari Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas (PPTRA) yang berkaitan dengan tata ruang. Maka PPKLP tidak bisa bekerja sendiri, dibutuhkan bantuan baik berupa data maupun masukan agar kegiatan ini bisa berjalan dengan lancar,” imbuh Andrian.
Adapun kegiatan survei garis pantai ini dilaksanakan di 5 (lima) kabupaten di NTT, yaitu di Kabupaten Ende, Nagekeo, Ngada, Manggarai Timur, dan Manggarai. Target dari kegiatan survei adalah tersedianya data IG Dasar berupa garis pantai sepanjang 200 km. Melalui kegiatan ini akan didapatkan Data Geospasial (DG) dasar berupa Digital Surface Model (DSM) dan foto udara tegak di wilayah pantai yang akan digunakan untuk ekstraksi garis pantai. Tahapan pekerjaan survei terdiri atas: persiapan; pengukuran base station, Independent Control Point (ICP), dan Ground Control Point (GCP); pemotretan udara menggunakan UAV; pengolahan data survei; pengolahan DG dan IG; serta pelaporan. (LR/PPKLP)