Minggu, 24 November 2024   |   WIB
id | en
Minggu, 24 November 2024   |   WIB
Nama Geografis sebagai Warisan Budaya menjadi Tajuk Utama dalam International Training on Toponymy 2023

Legian, Berita Geospasial – Nama rupabumi atau toponim seringkali memiliki keterkaitan dengan latar belakang, sejarah, budaya, tradisi, maupun adat istiadat yang melekat pada suatu wilayah. Badan Informasi Geospasial (BIG) berkolaborasi dengan United Nations Group of Experts on Geographical Names (UNGEGN) menyelenggarakan International Training on Toponymy (ITT) bertempat di Bali, 19-23 Juni 2023. Mengusung tema “Geographical Names as Cultural Heritage” (Nama Geografis sebagai Warisan Budaya), kegiatan pelatihan diikuti oleh 132 orang peserta nasional dan internasional.

International Training on Toponymy ini adalah wadah kita semua untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman. Melihat profil peserta, sebagian peserta berasal dari luar negeri, akademisi, dan komunitas. Dalam kegiatan internasional ini, harapannya kita bisa berbagi pengetahuan, ini adalah cara kita melanjutkan proses standarisasi dalam toponim,” pungkas Kepala BIG Muh Aris Marfai dalam sambutannya sekaligus membuka acara pelatihan.

Kegiatan pelatihan ini diharapkan menjadi ajang untuk berbagi tentang penyelenggaraan nama rupabumi, serta dapat mendukung penyelenggaraan toponim. Meskipun pelaksanannya sempat tertunda karena pandemi COVID-19, Aris mengungkapkan rasa syukurnya karena ITT bisa berlangsung hari ini dengan lancar.

“Bali sebagai salah satu tempat di Indonesia yang melestarikan budaya dipilih menjadi lokasi mengingat tempatnya yang penuh nilai budaya dan sakral. Nantinya kita juga akan melakukan kunjungan lapangan untuk melakukan pengumpulan data, harapannya bisa digunakan untuk mengkonfirmasi metodologi secara langsung di lapangan. Maka dari itu semua peserta diharapkan mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir sebaik mungkin,” tandas Aris.

Turut hadir pada pembukaan Nor Zetty Akhtar Haji Abdul Hamid, Ketua Divisi Asia South East (ASE) UNGEGN. Nor menuturkan bahwa warisan budaya, bahasa, dan keunikan budaya lainnya penting untuk memahami pentingnya toponim. Nor mendorong semua peserta untuk berpartisipasi aktif karena pada pelatihan ini telah hadir para ahli di bidang toponim yang bersedia untuk berbagi.

Senada, Peder Gammeltoft (Convenor of the Working Group on Training Courses in Toponymy - UNGEGN) menekankan bahwa nama rupabumi menjadi salah satu cabang penting pada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), karenanya terdapat UNGEGN yang menjadi forum perkumpulan bagi ahli-ahli nama rupabumi di seluruh dunia. UNGEGN sendiri lahir karena nama rupabumi menjadi salah satu sarana pelestarian dari kekayaan budaya di seluruh dunia.

“Indonesia telah 3 kali mengadakan pelatihan toponimi, yaitu pada 2005, 2012 dan minggu ini. Hal ini menunjukkan ketertarikan Indonesia yang sangat besar terhadap toponimi, terutama untuk melestarikan budaya Indonesia yang kaya. Harapannya peserta dapat memanfaatkan training ini untuk meningkatkan capacity building. Kami mengenal BIG sebagai otoritas penamaan nasional yang baik, tidak hanya di toponimi tapi juga pemetaan secara regional, dan internasional,” jelas Cecille Blake, Divisi statistik PBB, Sekretariat UNGEGN yang turut memberikan sambutan.

ITT sendiri berlangsung selama 5 hari dengan menghadirkan berbagai materi terkait toponimi. Untuk hari pertama ini ada 2 modul yang didapatkan peserta. Modul 1 terkait pengenalan yang dibawakan oleh Peder Gammeltoft. Untuk modul 2 ada 2 judul, dimana pertama tentang Badan Nasional, Model, dan Prosedur dengan narasumber Cecille Blake; serta judul kedua mengenai Badan Nasional, Model, dan Prosedur-Studi kasus: Standardisasi Nama Geografis di Indonesia yang disampaikan oleh Ade Komara Mulyana, Kepala Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim BIG. (LR/MN)