Cibinong, Berita Geospasial - Dengan jumlah penduduk yang semakin padat saat ini suatu wilayah di setiap negara memerlukan pengelolaan lahan dan tata ruang yang presisi dan layak huni.
Hal tersebut diungkapkan dalam pertemuan Working Group 2 pada The Tenth United Nations Global Geospatial Information Management for Asia and the Pacific (UN-GGIM-AP) hari pertama yang dilaksanakan secara virtual pada Selasa 2 November 2021. Pada diskusi yang memfokuskan bahasan mengenai kadaster dan pengelolaan lahan tersebut, Singapura dan Korea Selatan memaparkan pengelolaan wilayah berbasis informasi geospasial yang terintegrasi.
"Salah satu pemanfaatan informasi geospasial untuk penataan wilayah ialah pembangunan smart city pada beberapa kota di Korea Selatan," ungkap Ketua Working Group 2 UN-GGIM AP TaeBum Lee yang juga merupakan Direktur Global Business Department di LX Corporation, Korea Selatan.
Menurut Lee saat ini pengembangan infrastruktur pembangunan, tata wilayah perkotaan hingga desain tata ruang kota sudah banyak menggunakan data geospasial sebagai dasar perencanaan pengembangan wilayah.
Senada dengan Lee, Soon Kean Huat dari Singapore Land Authority mengutarakan pengelolaan lahan di Singapura saat ini sudah menggunakan data spasial yang akurat. Hal ini tidak terlepas dari terbatasnya luas wilayah negara tersebut, perkembangan jumlah penduduk serta pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat.
"Pengelolaan wilayah dan lahan di Singapura saat ini sudah menggunakan pengelolaan yang terintegrasi baik secara digital ataupun kebijakan," ujar Soon.
Selain itu pada sesi diskusi yang berlangsung selama sembilan puluh menit tersebut, dipaparkan juga rencana kerja Working Group 2 Tahun 2021 terkait kadaster dan penerapan Informasi Geospasial dalam pengelolaan lahan.
Kadaster dan pengelolaan lahan merupakan salah satu tantangan besar yang dihadapi dalam pengelolaan informasi geospasial dalam rangka mewujudkan goals negara-negara di Asia Pasifik yaitu melakukan pembangunan yang berkelanjutan berbasis data Informasi Geospasial.
Adapun peserta pada working group 2 ini terdiri dari beberapa negara Asia Pasifik seperti Jepang, India, Mongolia, Singapura, Korea Selatan, Indonesia, dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT). (AR/MN)