Cibinong, Berita Geospasial – Nama rupabumi (toponim atau dikenal juga dengan nama geografi) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia yang terus berkembang menyesuaikan kemajuan teknologi, kewilayahan dan kebutuhan Informasi Geospasial (IG) yang semakin detil. Geospatial Webinar Series (GWS) seri #08 dilaksanakan dengan mengusung tema `Toponimi: Teknologi dan Peran Aktif Masyarakat dalam Pengumpulan Nama Rupabumi`.
“Saat ini kita sedang menunggu Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi. Status sampai hari ini sudah di meja Presiden, tinggal menunggu tanda tangan beliau,” kata Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) saat membuka GWS seri #08 pada Selasa, 21 Juli 2020.
Pengaturan penyelenggaraan nama rupabumi saat ini diatur dalam Peraturan BIG No.6/2017 tentang Penyelenggaraan Pembakuan Nama Rupabumi sebagai amanat tindak lanjut dari Peraturan Presiden No.116/2016 yang mengatur pembubaran beberapa lembaga, termasuk Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi yang tugasnya diserahkan kepada BIG.
Kepala BIG dalam pemaparannya menyampaikan tahapan-tahapan penyelenggaraan nama rupabumi yang dimuat dalam RPP, dimulai dari pengumpulan, penelaahan nama rupabumi sampai dengan diterbitkannya Gazeter Republik Indonesia.
“Rekan-rekan bisa berkunjung ke website sinar.big.go.id untuk melihat perkembangan penamaan rupabumi. Di sana juga ada penjelasan tentang publikasi, petunjuk penggunaan software, serta informasi lainnya,” terang Hasan.
Pada kesempatan tersebut, Hasan mengingatkan bahwa pemerintah tengah melakukan percepatan pembuatan peta dasar skala besar. Hal ini berarti nama rupabumi yang dikumpulkan untuk ditampilkan dalam peta dasar skala besar akan semakin banyak.
“Pemberian nama rupabumi tentunya harus betul dan sesuai dengan fakta di lapangan. Kalau nama rupabumi di peta dan lapangan berbeda, tentunya akan membingungkan. Ini tentunya membutuhkan SDM yang besar dan teknologi yang efektif serta efisien,” tegas Hasan.
Jika penyelenggaraan nama rupabumi terhambat, dikhawatirkan akan berpengaruh pada penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar (IGD). Kekhawatiran ini cukup beralasan, karena nama rupabumi merupakan layer yang sangat penting dalam peta dasar.
“Pelibatan masyarakat menjadi salah satu kunci keberhasilan percepatan penyediaan Informasi Geospasial yang andal. Kata kuncinya adalah kolaborasi, sehingga toponim bisa diselesaikan dengan baik, cepat, efektif, dan efisien” tekan Hasan.
Hasan berharap, BIG dan pihak-pihak terkait dapat manfaatkan teknologi sebanyak mungkin untuk penyediaan nama rupabumi yang efektif dan efisien. Kemitraan dan kolaborasi antara pemerintah dan nonpemerintah juga harus lebih dieratkan.
“Kita negara besar, tidak mungkin segala sesuatu diselesaikan pemerintah sendiri. Semua harus bersama-sama bergotong royong dan saling membantu,” tutup Hasan.
Sebagai informasi, GWS seri #08 ini menghadirkan tiga narasumber, yaitu Sumarno (Dosen Teknik Geodesi Institut Teknologi Nasional [ITENAS] Bandung); Maps Ops Manager Gojek Yantisa Akhadi; serta Head of Regional Southeast Asia Maps Ops Grab Bayu Yanuargi.
Sumarno memaparkan tentang penelitian dan pengembangan pengumpulan nama rupabumi yang saat ini sudah berjalan, serta menjelaskan praktik terbaik untuk mendapatkan data dan informasi terkait toponim. Yantisa, sebagai pemimpin divisi pemetaan di Gojek menekankan pentingnya informasi toponim untuk meningkatkan kelancaran perjalanan pengguna aplikasi Gojek. Senada dengan Yantisa, Bayu dari Grab juga menjelaskan bagaimana Grab menggunakan data-data geospasial, terutama data toponim untuk terus meningkatkan kualitas layanan transportasi di Grab. Ketiga narasumber dalam sesi tanya jawab mengonfirmasi pentingnya ketersediaan data nama rupabumi yang diselenggarakan oleh BIG bersama Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah, serta dimulainya gotong royong dengan optimalisasi potensi kerja sama yang dapat dilakukan di kemudian hari. (NIN/HF/APP/FY)