Jumat, 08 November 2024   |   WIB
id | en
Jumat, 08 November 2024   |   WIB
BIG Gelar Geospatial Sharing Session untuk Penanggulangan Pandemi Covid-19

Cibinong, Berita Geospasial – Badan Informasi Geospasial (BIG) menggelar Geospatial Sharing Session (GSS) dalam bentuk webinar. GSS seri #01 ini mengangkat tema `Analisis Spasial Konsentrasi Kepadatan Kasus Pandemi Covid-19`.

“GSS ini bertujuan sebagai sarana sharing pengetahuan terkait analisis dan kajian data serta Informasi Geospasial (IG) yang dapat dimanfaatkan untuk penanggulangan pandemi Covid-19,” kata Kepala Bidang Penelitian BIG Ratna Sari Dewi dalam sambutannya saat membuka webinar pada Senin, 22 Juni 2020.

Tidak hanya itu, lanjut Dewi, GSS ini juga sebagai upaya penguatan sumber daya manusia (SDM) IG di kementerian/lembaga, pemerintah daerah (pemda), dan stakeholder yang dapat menyediakan data spasial terkini, data jumlah kasus, serta jumlah fasilitas kesehatan terkait pandemi Covid-19. Diharapkan, para peserta webinar nantinya mampu melakukan analisis serupa dan melakukan updating peta kepadatan kasus Covid-19 di wilayah masing-masing.

“Tentunya peserta juga diharapkan mampu meng-input data spasial yang diperlukan untuk analisis, misalnya data jumlah pasien,” harap Dewi.

Webinar yang dipandu peneliti BIG Florence Elfriede Silalahi ini menghadirkan narasumber tunggal, yaitu Nugroho Purwono dari Bidang Penelitian BIG. Dalam paparannya, dijelaskan bahwa pola penyebaran menjadi salah satu hal terpenting dalam penanganan pandemi Covid-19.

“Setiap kejadian Covid-19 memiliki dimensi spasial atau terjadi di suatu tempat. Ini berarti tempat adalah salah satu prinsip dasar investigasi lapangan. Dimensi spasial memilki parameter yang harus diperhatikan, karena akan berpengaruh terhadap model dan analisis yang dihasilkan,” jelas Nugroho.

Menurut Nugroho, model spasial yang kurang tepat akan menghasilkan informasi yang kurang relevan terhadap kondisi aktual. Teknik pemetaan yang tidak tepat tidak hanya menghasilkan bias informasi, tetapi juga dapat mengakibatkan kesalahan perkiraan karakteristik kejadian yang dipetakan.

“Informasi yang kurang tepat, akan memungkinkan terjadinya kesalahan dalam pengambilan kebijakan,” tegasnya.

Lebih lanjut Nugroho menjelaskan, pemetaan kejadian wabah intinya adalah menghitung dan memvisualisasikan risiko penyakit secara spasial. Informasi yang diperoleh dapat memberikan petunjuk baru tentang etiologi penyakit, mengidentifikasi area-area klaster tinggi atau hotspot, serta untuk mendukung kegiatan monitoring.

“Saat ini, secara spasial didapati pola distribusi kasus Covid-19 di wilayah Bogor cenderung terpusat di bagian utara, yang mana lebih dekat dengan wilayah Kota Depok atau wilayah DKI Jakarta sebagai salah satu wilayah yang memiliki intensitas kasus tinggi secara nasional. Diperoleh pula informasi bahwa kecamatan yang menjadi konsentrasi kejadian positif adalah wilayah yang berasosiasi dengan akses transportasi utama wilayah Bogor-DKI Jakarta,” terangnya.

Akses utama yang dimaksud Nugroho meliputi jalur kereta (KRL), jalan arteri (Jl. Raya Jakarta-Bogor), maupun jalan tol (Jagorawi). Jika disandingkan dengan data kepadatan penduduk, titik konsentrasi kejadian berada pada desa/kelurahan yang sebagian besar memiliki kepadatan penduduk lebih dari 100 jiwa per hektar.

“Informasi konsentrasi kejadian ini dapat digunakan untuk menargetkan strategi pengendalian dan pencegahan penyakit berdasar area yang berisiko lebih tinggi,” tutup Nugroho.

Sebagai informasi, GSS terkait pandemi Covid-19 yang digelar BIG minggu ini direncanakan ada dua seri. Seri selanjutnya akan dilaksanakan pada Selasa, 23 Juni 2020 dengan tema `Analisis Spasial Kerentanan Bahaya Pandemi Covid-19`. (NIN/MN)