Informasi Geospasial, Jakarta - Masyarakat memiliki hal untuk mendapatkan informasi terkait kinerja pemerintah. Karena itulah pemerintah menerapkan Keterbukaan Informasi Publik (KIP), sekaligus mewujudkan demokrasi sistem pemerintahan yang bersih dan akuntabel (good governance).
“Ini adalah tanggung jawab sekaligus akuntabilitas kita sebagai bagian dari pemerintahan. Ini juga menajdi pondasi tata kelola pemerintahan yang baik. Keterbukaan informasi yang akurat, kredibel, dan detail terkait pemerintahan, baik itu kementerian, lembaga maupun badan publik, memang menjadi hak masyarakat," kata Menteri Keuangan (Menekeu) Sri Mulyani Indrawati dalam sambutannya pada Seminar Keterbukaan Informasi Publik Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan tema `Era Keterbukaan Informasi, Apakah Semua Informasi Harus Dibuka?` di Aula Gedung Djuanda, Kemenkeu, Jakarta Pusat, Senin, 29 Juli 2019.
Sri Mulyani pun menyatakan kesanggupannya menerima tantangan terkait KIP. Menurutnya, transparansi informasi publik juga dapat memberikan dampak positif bagi pemerintah dan masyarakat.
Bagi pemerintah, penerapan keterbukaan informasi dapat mendorong perbaikan layanan, peningkatan kinerja, dan akuntabilitas program-program yang dijalankan. Sementara, bagi masyarakat, keterbukaan informasi adalah pemenuhan hak mereka untuk mengetahui informasi publik (right to know) yang transparan, akurat, dan kredibel.
KIP diharapkan dapat dimanfaatkan masyarakat untuk mengontrol setiap kebijakan dan langkah yang ditempuh pemerintah. Selain itu, juga mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan.
“Transparansi informasi publik mengenai keuangan negara dan kinerja keuangan negara itu merupakan amanat Undang-undang Dasar," tegas Sri Mulyani.
Salah satu upaya yang telah ditempuh Kemenkeu dalam membuka informasi kepada publik adalah dengan adanya web resmi maupun aplikasi PPID Kemenkeu yang bisa diakses dan diunduh seluruh masyarakat secara gratis dan praktis. Tantangan yang harus dihadapi saat ini adalah tidak hanya sekadar membuka informasi kepada publik, tapi juga memberikan edukasi kepada masyarakat untuk membaca data yang dipublikasikan, terutama tentang keuangan negara.
Edukasi diperlukan sebagai upaya untuk meminimalisasi terjadinya salah interpretasi tentang angka pada masyarakat yang tidak tahu cara membacanya maupun malas membaca. "Banyak yang tidak mengerti data yang disajikan, jadi kita tingkatkan analisa kualitatif juga," ujar Sri Mulyani.
Pada era sekarang, lanjut Sri Mulyani, tentu sangat beresiko membuka data keuangan negara tanpa memberikan edukasi. Apalagi belakangan marak oknum yang melakukan disinformasi, sehingga terkadang menimbulkan suatu pergesekan di tengah masyarakat.
"Saya harap di Kemenkeu punya passion bukan hanya keterbukaan informasi, tapi juga memerangi kesalahan informasi, sehingga dapat mengurangi berita yang tidak baik,” katanya.
Sebagai informasi, Seminar Keterbukaan Informasi Publik yang digelar Kemenkeu bertujuan menularkan semangat KIP kepada seluruh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di kementerian/lembaga (K/L) serta pemerintah daerah (pemda). Seminar diikuti 11 atasan PPID tingkat I, 34 perangkatPPID Kemenkeu, serta 33 PPID tingkat kementerian, termasuk salah satunya adalah Badan Informasi Geospasial (BIG). Seminar ini juga diikuti 15 orang teman tuli dari Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (GERKATIN).
Pada kesempatan yang sama, juga diadakan penyerahan award dan piagam penghargaan pada tiga PPID tingkat I terbaik di lingkungan Kemenkeu berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi (monev). Komponen yang dinilai meliputi ketersediaan informasi publik yang diumumkan melalui website masing-masing unit eselon I dan kelengkapan standar layanan PPID sebagaimana yang telah diatur dalam PMK 200/2016. Peringkat pertama diraih Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), peringkat kedua Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), dan peringkat ketiga Direktorat Jenderal Pajak (DJP). (NIN)