Jayapura, Berita Geospasial - Sebagai negara dengan wilayah perairan sangat luas, Indonesia memiliki potensi mengajukan Landas Kontinen Ekstensi (LKE). Pemerintah melalui Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pun melakukan survei LKE di utara Papua selama 70 hari menggunakan Kapal Riset (KR) Baruna Jaya I.
"Landas kontinen suatu negara meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah di wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepian kontinen, atau hingga jarak 200 mil laut dari garis pangkal dimana lebar laut teritorial diukur dalam hal pinggiran laut tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut," jelas Kepala Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai BIG Yosef Dwi Sigit Purnomo saat inspeksi pekerjaan survei Landas Kontinen Indonesia (LKI) wilayah utara Papua di KR Baruna Jaya I saat sandar di Pelabuhan Jayapura, Papua, Sabtu, 24 Agustus 2019.
Yosef menambahkan, KR Baruna Jaya I milik BPPT telah dilengkapi sistem Multi beam Echosounder System (MBES) Teledyne Hydrosweep DS. Sistem tersebut dinilai mampu mengukur LKE di utara Papua itu, lebih besar dari pulau Sulawesi, bahkan hal tersebut belum diklaim oleh pemerintah.
Selama 24 hari, lanjut Yosef, tim survei melakukan kalibrasi dan akuisisi data batimetri dengan MBES, proses data hasil survei, pengukuran SVP (Sound Velocity Profile), serta voring (pengambilan contoh dasar laut) di dua titik. Hasilnya, ditemukan bukti alamiah saddle dan atau `jembatan` pada zona subduksi yang menghubungkan daratan Papua dengan eauripik rise.
"Hasil survei dan pengolahan data batimetri ini memperkuat data hasil analisis awal dengan menggunakan Data Elevation Model Nasional (DEMNAS) yang dilakukan BIG," tegas Yosef.
Namun, Yosef memastikan pihaknya tetap akan menunggu keseluruhan survei dan pengolahan data rampung. Nantinya, hasil survei tersebut akan digunakan sebagai data pendukung terkait pengusulan penambahan wilayah Landas Kontinen di Perairan Utara Papua kepada Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Data batimetri hasil survei ini nantinya juga akan digunakan untuk kepentingan integrasi data batimetri nasional (batnas) dan pemetaan Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) dan Lingkungan Laut Nasional (LLN).
Pada kesempatan tersebut, Deputi Kepala Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam BPPT Yudi Anantasena menjelaskan bahwa KR Baruna Jaya selama ini telah menjadi lambang dan wajah dari penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan yang dimiliki oleh lembaganya. Hingga saat ini, KR Baruna Jaya I menjadi kapal satu-satunya di Asia Tenggara yang memiliki teknologi canggih sistem pemetaan bathimetri MBES Teledyne Hydrosweep DS. Sistem ini berfungsi sebagai sensor pengukur kedalaman di laut lepas hingga mencapai kedalaman 11.000 meter.
"Itulah alasan utama KR Baruna Jaya I dipilih untuk melakukan survei di utara Papua," ucap Yudi.
Selanjutnya, survei leg dua dilaksanakan pada 28 Agustus-13 September 2019. Survei tahap dua ini untuk menentukan posisi Foot of Slope (FOS) yang akan digunakan dalam delimitasi batas terluar landas kontinen ekstensi di utara Papua. Wilayahnya mencakup tujuh jalur survei dengan target volume 2930 kilometer. Tim yang mengikuti survei leg dua terdiri dari BIG, Jurusan Teknik Geodesi Universitas Diponegoro, Jurusan Teknik Geomatika Institut Teknologi Surabaya (ITS), Pusat Penelitian Laut Dalam Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), serta Puslit Geoteknologi LIPI.
Sebagai informasi, inspeksi pekerjaan survei LKI wilayah utara Papua juga dihadiri perwakilan dari BPPT dan Kementerian Koordinator Bidang Maritim. (TN/NIN)