Rabu, 27 November 2024   |   WIB
id | en
Rabu, 27 November 2024   |   WIB
Pemetaan Potensi Bencana untuk Meminimalkan Dampak Bencana

Lombok Barat, Berita Geospasial – Tsunami, gempa bumi, longsor, kebakaran hutan, gunung meletus, banjir, hingga likuifaksi yang terjadi di Indonesia, menjadikan negeri ini dikenal sebagai laboratorium bencana. Karenanya, pemetaan potensi bencana di Indonesia menjadi sangat penting sebagai bagian dari upaya mitigasi bencana.

Anggota Komisi VII DPR Kurtubi menjelaskan, program jangka panjang di Lombok adalah membangun pelabuhan, pembangkit listrik, dan kilang minyak. Seluruhnya direncanakan dengan memanfaatkan Informasi Geospasial (IG).

“Namun, program ini sempat berhenti karena adanya gempa besar dengan kekuatan 7 Skala Richter yang mengguncang Lombok beberapa waktu lalu. Saat itulah kita sadar, diperlukan pemetaan potensi bencana agar program pembangunan tidak terhambat ataupun terhenti karena bencana. Inilah peran BIG yang bertugas menyediakan peta terkait potensi bencana,” jelasnya saat memberikan sambutan dalam acara Diseminasi Informasi IG di Aula Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat NTB, Sabtu, 2 Februari 2019.

Inspektur BIG Sugeng Prijadi menambahkan, BIG memang bertugas membuat peta di Indonesia, khususnya peta dasar. Peta dasar ini digunakan instansi lain untuk membuat peta tematik sesuai kebutuhan.

“Pemetaan potensi bencana adalah bagaimana memanfaatkan IG untuk mengetahui di mana saja daerah yang berpotensi terkena bencana. BIG membuat peta dasarnya, kementerian lain, misalnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), memanfaatkan peta itu lebih lanjut,” terang Sugeng.

Asisten III Bidang Pemerintahan Kabupaten Lombok Barat H. Faturrahim selaku tuan rumah, mengakui jika gempa beruntun yang terjadi di penghujung Juli dan berlanjut hingga Agustus 2018 telah menghancurkan banyak hal. Bencana memaksa Lombok untuk berbenah.

“Negeri ini supermarket bencana. Ini semua harus dipetakan untuk mengantisipasi datangnya bencana. Di Lombok Barat ini, ada 72 ribu jiwa terkena dampak gempa pada Juli hingga Agustus 2018,” ungkapnya.

Pada acara inti, Kepala Bidang Kelembagaan dan Simpul jaringan Informasi Geospasial BIG Aris Haryanto menjelaskan tentang `Informasi Geospasial dalam Mitigasi Bencana`. Menurutnya, pemetaan tanggap bencana harus dilakukan dengan segera untuk mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan dan rencana pemulihan.

“Pada 1-5 Agustus 2018, BIG mengirimkan Satuan Reaksi Cepat (SRC) ke Lombok untuk membuat penilaian kerusakan, kerugian, dan kebutuhan pascabencana. Pengkajian kebutuhan pascabencana dapat menjadi instrumen bagi pemerintah dan para pemangku kepentingan dalam menyusun kebijakan, program, kegiatan rehabilitasi, serta rekonstruksi dengan informasi yang akurat,” katanya.

Menutup acara, Kepala Pusat Standardisasi dan Kelembagaan Informasi Geospasial Suparajaka menyebutkan bahwa Kurtubi memiliki ide-ide tentang pengelolaan energi untuk kehidupan lebih baik di Lombok dengan memanfaatkan IG. Ia pun mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mengikuti diseminasi IG. (ATM/NIN).