Jakarta, Berita Geospasial – Penamaan suatu objek tempat atau keruangan di suatu wilayah harus melalui evaluasi dan penelaahan lebih lanjut. Dengan luas daratan yang terhampar dari Sabang hingga Merauke, perlu adanya kajian lebih lanjut melalui ilmu yang dikenal dengan Toponim. Dalam rangka peningkatan koordinasi dan literasi penamaan Rupabumi ditingkat daerah, Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim Badan Informasi Geospasial (PPRT-BIG), melaksanakan kegiatan Sosialisasi dan Bimbingan Teknis “Penyelenggaraan Pembakuan Nama Rupabumi" pada tanggal 23 – 28 Juni 2019.
Toponimi sendiri adalah bidang keilmuan dalam linguistik yang membahas tentang asal-usul penamaan nama tempat, wilayah, atau suatu bagian lain dari permukaan bumi, termasuk yang bersifat alam (sungai, lautan, dan pegunungan) dan buatan (kota, gedung, jalan, jembatan)
Toponimi berkaitan dengan bidang etnologi dan kebudayaan. Pada beberapa kasus, nama-nama jalan berkaitan dengan sejarah, mitos, maupun legenda suatu tempat. Beberapa sistem penamaan jalan di Indonesia banyak diadopsi melalui nama-nama pahlawan di nusantara.
Kegiatan yang berlangsung di kawasan Kemayoran Jakarta Pusat tersebut diikuti oleh 90 peserta dari beberapa pemerintah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota seperti : Provinsi Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung dan maluku Utara.
Kepala Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim (PPRT) BIG, Ida Herliningsih, menyampaikan bahwa urgensi pembakuan nama rupabumi di indonesia sangatlah penting, terlebih dengan luasnya wilayah, serta banyaknya budaya dan faktor lain yang mempengaruhi di dalamnya.
“BIG sebagai penyelenggara tunggal kegiatan Informasi Geospasial bertugas untuk mengawal pemberian nama rupabumi, kami tanpa bantuan kementerian/lembaga, serta pemerintah daerah tidak bisa bekerja sendiri, harus ada kolaborasi antar pengambil kebijakan” Ujar Ida.
Hadir sebagai narasumber, Kepala Bidang Toponim Harry Ferdiansyah, Sejarawan JJ Rizal, Ahli Tata Bahasa Abdul Gaffar Ruskhan, Biro Tata Pemerintahan Provinsi DIY Andrian Muryanto, dan PLT Direktur Toponimi dan Batas Daerah Kementerian Dalam Negeri Heru Santoso.
Dalam pemaparannya JJ Rijal memaparkan bahwa nama suatu wilayah sangat terkait erat dengan sejarah dan budaya disuatu wilayah tersebut,
“Nama suatu wilayah atau toponimi itu berkaitan erat dengan budaya dan sejarah, bagaikan artefak sejarah yang harus terus dilestarikan, jangan sampai karena kemajuan teknologi dan pergeseran budaya nama tersebut dirubah tanpa evaluasi lebih dulu” ujar Rijal.
Sementara itu, Heru santoso menyatakan bahwa Kemendagri bersama BIG dan Pemda selalu mengupayakan evaluasi dan analisa bersama dalam menentukan nama rupabumi suatu wilayah atau objek.
“Kita bersama BIG dan pemda selalu melaksanakan koordinasi dan evaluasi apabila akan ada pembakuan nama rupabumi suatu wilayah,” ungkapnya.
Selain pemahaman secara teoritis, para peserta juga dibekali kemampuan secara teknis dalam pelaksanaan Bimbingan Teknis kali ini diantaranya dengan pelaksanaan survei lapangan tata cara pengambilan data untuk penamaan unsur rupabumi menggunakan aplikasi SAKTI (Sistem Akuisisi Data Toponim), di kawasan Kota Tua Jakarta. Pengolahan data hasil survei ini dilaksanakan pada hari terakhir Bimtek, Jumat (28/06).
Dalam sesi penutupan bimtek ini Kepala Bidang Toponim Harry Ferdiansyah mengungkapkan bahwa kegiatan bimbingan teknis ini diharapkan bisa meningkatkan kualitas SDM di daerah khususnya mengenai proses pembakuan nama rupabumi.
“Harapannya bimbingan teknis mampu meningkatkan pengetahuan dari para pegawai di daerah, dimana pembakuan nama rupabumi ini sangat penting karena berkaitan dengan sejarah, budaya serta informasi spasial,” paparnya.
Bimbingan Teknis ini merupakan rangkaian pertama dari kegiatan Bimbingan Teknis dan sosialisasi pembakuan penamaan rupabumi yang akan dilaksanakan dalam dua sesi, sesi selanjutnya akan dilaksanakan pada 14 Juli mendatang. (AR/LR).