Denpasar, Berita Geospasial – Komisi VII DPR dan mitra kerjanya, yaitu Badan Informasi Geospasial (BIG), Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Ristek Dikti), Perusahaan Listrik Negara (PLN), Pertamina, serta PT General Energy Bali, melakukan kunjungan kerja ke Bali pada 14-15 Februari 2019.
“Kami mendorong Bali mengembangkan energi baru terbarukan sebagai energi alternatif untuk pasokan listrik. Di antaranya dengan potensi alam berupa panas bumi yang ada di Bali. Hal ini diharapkan dapat menambah pasokam listrik cukup besar demi mencukupi kebutuhan masyarakat dan industri pariwisata,” kata Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu dalam sambutannya di ruang rapat gedung DPRD Bali.
Gus Irawan mengakui, saat ini sudah ada interkoneksi Jawa-Bali. Namun, pasokan listriknya masih terbatas di 350 MW. Solusi yang disiapkan PLN pun masih bersifat jangka pendek, seperti mobile power plant dan marine power plant.
“Pariwisata di Bali mempunyai peranan yang sangat vital, baik secara nasional maupun bagi daerah. Maka untuk mendukung kegiatan pariwisata dan menjamin perekonomian di Bali, dibutuhkan pasokan sumber energi yang cukup dan harus dijamin ketersediaannya saat ini dan di masa yang akan datang,” jelasnya.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Bali I Wayan Koster menyampaikan jika Bali ingin memiliki pembangkit listrik yang ramah lingkungan. Selain itu, ia ingin menguragi pembangkit tenaga listrik yang bersumber dari energi fosil.
“Kami benar-benar menjaga keharmonisan warga Bali beserta isinya. Kami diajarkan oleh leluhur untuk selalu menjaga alam beserta isinya, baik manusia, tumbuh-tumbuhan, hewan, maupun sumber kehidupan lainnya yang ada di alam. Semuanya harus dijaga agar dapat berjalan harmonis,” tegas Wayan.
Koster juga menjelaskan, saat ini pihaknya sedang menyiapkan regulasi berupa peraturan terkait konservasi alam. Hal ini agar alam Bali, baik pantai, laut, danau, sungai, dan mata air tidak tercemar dan tidak diberdayakan secara berlebihan.
Terkait energi, lanjut Koster, harus berorientasi pada energi yang menjaga lingkungan alam dan menjamin keberlanjutan pembangunan itu sendiri. Itu sebabnya, pembangkit listrik di Celukan Bawang yang sudah beroperasi dengan bahan bakar batubara agar diganti dengan gas.
Kalaupun tidak bisa diganti, paling tidak dilakukan perbaikan agar lebih sehat dan tidak terlalu tinggi polusinya. Untuk rencana pembangkit baru, harus memakai bahan bakar gas atau akan dicabut izinnya.
Hal sama berlaku pula pada pembangkit lain seperti di Pesanggaran dan Gilimanuk. Selain itu, Koster sangat mendorong pembangkit listrik dengan energi baru terbarukan seperti tenaga surya dan air.
“Sejalan dengan energi baru terbarukan, kami juga ancang-ancang regulasi baru penggunaan sepeda motor listrik. Kami menunggu Perpres-nya selesai untuk ditindaklanjuti dengan Perda supaya di Bali menggunakan kendaraan bermotor ramah lingkungan,” pungkasnya.
Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi dan penyerahan sejumlah produk dari perwakilan Kementerian/LPNK yang hadir. BIG menyerahkan Peta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Skala 1: 5.000.000, Buku InaCORS 2018, serta buku geospasial lainnya.
Acara hari pertama ditutup dengan peninjauan Lapangan Terminal Mini Liquefied Natural Gas (LNG) Benoa. Hari kedua, rombongan meninjau PLTU Celukan Bawang di Kabupaten Buleleng. (LR/NIN)