Bogor, Berita Geospasial – Perubahan teknologi begitu cepat terjadi demi semakin memudahkan kehidupan manusia. Dorongan ingin lebih hidup nyaman ini berdampak negatif bagi alam dan manusia, seperti pencemaran yang semakin parah. Demi kenyamanan hidup, sumber daya alam terus digali tanpa menghiraukan hukum alam, norma, dan hukum negara. Hal ini menyebabkan kehancuran lingkungan yang mengerikan.
“Di sinilah pentingnya ilmu geografi, yang dapat memahami bagaimana manusia terhubung dengan ruang dan tempat. Secara sederhana, geografi adalah studi tentang tempat dan hubungan antarorang dan antara orang dengan lingkungannya,” jelas T. Bachtiar saat menjadi pembicara pada lokakarya atlas dengan tema Peran Atlas untuk Mendukung Wawasan Kenusantaraan dan Geoliterasi Pendidikan Nasional di Bogor, Jawa Barat, Jumat, 30 November 2018.
Melalui geografi, lanjut Bachtiar, dipelajari tentang proses dan pola lingkungan alam, seperti litosfer, atmosfer, biosfer, hidrosfer, dan bagaimana sistem-sistem itu berpengaruh pada kehidupan manusia dan alam. Hubungan interelasi manusia dengan lingkungannya ini telah menghasilkan budaya, norma, dan cara bagaimana manusia beradaptasi.
Pada lokakarya yang digelar Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas (PTRA) Badan Informasi Geospasial (BIG) ini, Bachtiar sengaja membahas terkait Literasi Geografi bagi Pendidik. Geoliterasi dibutuhkan untuk memahami manusia di suatu lingkungan, misalnya bagaimana manusia bermigrasi dari satu tempat ke tempat lainnya, lalu menetap di suatu kawasan yang memungkinkan ia hidup, kemudian berkembang membentuk masyarakat dengan budaya baru yang menyesuaikan dengan lingkungan setempat.
“Akan tetapi, dalam bahasa yang hidup di masyarakat, masih dapat ditemukan akar bahasa yang sama. Hal ini menandakan bahwa masyarakat yang tersebar dan membentuk masyarakat-masyarakat yang tampak berbeda itu, asalnya memiliki sejarah budaya dan identitas yang sama,” ucap Bachtiar.
Menurut Bachtiar, Geoliterasi memberikan pemahaman di mana manusia tinggal dan bagaimana mereka terhubung dengan manusia di tempat lain. Hal ini penting diketahui untuk pengembangan kepribadian dan memupuk rasa memiliki dan mencintai NKRI.
Kesadaran individu dan kelompok di suatu tempat untuk mempertahankan identitasnya, seperti asal kebangsaan, suku bangsa, agama, ras, leluhur, status sosial, jenis kelamin, status ekonomi, mata pencaharian, bahasa, dan adat istiadat, yang kemudian dipadupadankan dengan norma, nilai, akan melahirkan representasi budaya di suatu kawasan. Inilah yang akan menjadi identitas budaya masyarakat.
Indonesia sangat kaya ragam, baik buminya, hayatinya, maupun budayanya. Sehingga, perlu adanya kecermatan dalam mengelola keragaman tersebut.
“Geoliterasi menjembatani pemahamaman terhadap aturan-aturan yang ditaati mutlak warganya. Dalam fungsinya ini, geografi lebih sebagai katalisator yang dapat mempermudah dalam mencerna untuk mencapai pemahaman tentang identitas diri dan orang lain, tentang perbedaan antara berbagai budaya bangsa di berbagai belahan dunia agar tercapainya koeksistensi, hidup berdampingan secara damai dalam masyarakat yang beragam,” terang Bachtiar.
Dalam kehidupan masyarakat dengan beragam budaya, hidup damai berdampingan dengan warga yang asal-usulnya berbeda, baik budayanya, suku bangsanya, agamanya, rasnya, dan identitas lainnya yang berbeda, mendudukkan geoliterasi menjadi sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. “Semoga geoliterasi melalui pembelajaran geografi di lembaga pendidikan dapat memberikan sumbangan positif dalam hidup berdampingan secara damai dalam perbedaan,” pungkas Bachtiar. (NIN/DA)