Jakarta, Informasi Geospasial – Indonesia secara geografis terletak di antara dua samudera, yaitu Samudera Hindia dan Pasifik. Indonesia juga diapit dua benua, yaitu Benua Asia dan Australia.
Sedangkan, secara geologis, Indonesia dilalui dua rangkaian pegunungan besar di dunia, yaitu Sirkum Pasifik dan Mediterania. Sirkum Pasifik dimulai dari pegunungan Los Andes di Amerika Selatan, pegunungan di Amerika Tengah, Rocky Mountain di Amerika Utara, Kepulauan Aleuten, Jepang, Filipina dan masuk ke Indonesia melalui tiga jalur, yaitu Kalimantan, Sulawesi, dan Halmahera berlanjut ke kepala burung Papua dan membentuk tulang punggung pegunungan di Papua, Australia, dan berakhir di Selandia Baru. Sementara, Sirkum Mediterania sambungan dari jalur pegunungan di sekitar Laut Tengah, yaitu Afrika Utara, Spanyol, Alpen, Alpenina, Semenanjung Balkan, membujur ke pegunungan Himalaya, Myanmar, Malaysia, kemudian menyebrang ke Indonesia.
Indonesia juga juga berada di pertemuan lempeng litosfer, yaitu Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusatenggara. Sedangkan Lempeng Indo-Australia bertubrukan dengan Pasific di utara Irian dan Maluku utara.
Posisi Indonesia tersebut membuatnya menjadi rawan bencana alam, mulai dari kekeringan, banjir, gempa, erupsi gunung berapi, hingga tsunami. Bahkan, bisa dibilang hampir seluruh wilayah di Indonesia tidak ada yang bebas bencana. Tidak heran, jika ada yang menyebut Indonesia adalah supermarket bencana.
Sesuatu disebut dengan bencana jika berdampak langsung pada manusia. Jika tidak berdampak langsung pada manusia, maka hal tersebut merupakan siklus alam. Banyak yang belum menyadari, 70 persen bencana di Indonesia disebabkan karena keberadaan maupun ketidakberadaan air.
Bencana yang sebagian besar tidak bisa diprediksi tak dapat ditolak. Mau tidak mau, masyarakat Indonesia harus berdamai dengan bencana. Satu-satunya cara meminimalisir dampak bencana adalah dengan mengedukasi masyarakat.
Edukasi yang harusnya didapat masyarakat meliputi disaster life management cycle atau siklus manajemen penanggulangan bencana. Siklus ini pada dasarnya berupaya menghindarkan masyarakat dari bencana, baik dengan mengurangi kemungkinan munculnya hazard maupun mengatasi kerentanan.
Siklus manajemen penanggulangan bencana meliputi disaster preparedness (kesiapsiagaan menghadapi bencana), disaster mitigation (mengurangi dampak bencana), disaster response (tanggap bencana), serta disaster recovery (pemulihan pascabencana).
Diperlukan Informasi Geospasial (IG) pada seluruh rangkaian siklus manajemen penanggulangan bencana. IG dapat dimanfaatkan pada tahap pra, saat terjadi, maupun pascabencana.
Badan Informasi Geospasial (BIG) merupakan lembaga pemerintah yang memegang kendali atas IG di Indonesia. Bagi yang awam, IG adalah segala informasi yang ada di bawah serta di atas permukaan bumi dan dinyatakan dalam bentuk titik koordinat.
Kebutuhan akan IG ini semakin dirasakan setelah tsunami dan likuifaksi yang menerjang Sulawesi Tengah (Sulteng). Banyak pihak memanfaatkan IG untuk penanganan pascabencana yang areanya begitu luas dan tersebar. Masyarakat juga mulai sadar, perlu adanya peta rawan bencana yang berisi segala informasi terkait bencana, dari mulai gunung api hingga lempeng bumi yang rawan bergeser. Peta bencana ini nantinya dapat digunakan untuk banyak hal, termasuk menentukan lokasi pembangunan.
Saat ini, seluruh mata dan dukungan sedang tertuju pada Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Sulteng. Namun, ada yang harus diwaspadai karena bencana lain sudah mengintai. Puncak musim hujan yang diprediksi terjadi pada Januari-Februari 2019 memungkinkan terjadinya banjir. Hal ini harus diwaspadai dari awal agar duka tak terus merundung negeri ini.