Padang, Berita Geospasial - Masih banyaknya peta rencana tata ruang yang belum mendapat rekomendasi dari BIG karena belum melalui proses asistensi dan supervisi menjadi sebuah catatan tersendiri dalam proses pelaksanaan pemetaan tata ruang di Indonesia. Berbagai masalah yang ada tersebut harus segera dicarikan solusinya, untuk itulah dalam kesempatan Forum Ilmiah Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia (FIT-ISI) tahun 2018, dan Reuni Akbar Ahli-ahli pemetaan yang dilaksanakan di Padang Sumatera Barat pada 6 dan 7 November 2018 ini, Badan Informasi Geospasial (BIG) hadir secara khusus dalam acara Klinik Geospasial bertemakan Tata Ruang.
Klinik Geospasial dengan tema Tata Ruang sendiri, selanjutnya disebut dengan nama Klinik Tata Ruang, merupakan sebuah kegiatan diskusi tatap muka yang digelar oleh BIG dengan pihak pengguna produk BIG, dalam kegiatan ini adalah para pemangku kepentingan yang berasal dari pemerintah daerah sekitar Provinsi Sumatera Barat, dengan kegiatan-kegiatan berupa bimbingan teknis (bimtek) dan bantuan teknis (bantek).
Dalam kesempatan pertama, ketua ISI, Virgo Eresta Jaya menyampaikan harapannya bahwa kegiatan klinik tata-ruang ini bisa menjadi triger khususnya bagi surveyor-surveyor di lingkungan ISI wilayah Padang untuk bisa berkontribusi dengan lebih banyak lagi dalam kegiatan pemetaan tata ruang, khususnya di lingkungan Provinsi Sumater Barat.
Sementara itu Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Pemprov Sumatera Barat, Danang W. Jati, yang hadir mewakili Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, menyampaikan “Saat ini Gubernur Sumbar sudah menginstruksikan pelaksanaan One Map One Policy di lingkungan Provinsi Sumbar. Dan untuk tahun depan, alhamdulillah Sumbar akan mendapat alokasi dana tambahan dari Kementerian ATR/BPN untuk pelaksanaan tata ruang. Kami ucapkan juga terimakasih kepada BIG yang pada beberapa waktu lalu sudah memberikan kepada Provinsi Sumbar bantuan untuk mendapatkan proses percepatan dalam pemetaan RTRW.”
Mewakili BIG, sekaligus membuka acara, kapus Pusat Tata Ruang dan Atlas (PTRA) BIG, Mulyanto Darmawan menyampaikan harapannya bahwa pelaksanaan klinik tata ruang ini bisa mendatangkan manfat bagi semua pihak, utamanya bagi pemerintah daerah yang datang dan melakukan klinik pada hari ini. Juga disampaikan ucapan terimakasih kepada pihak ISI yang sudah mengalokasikan acara klinik tata ruang ini kedalam rangkaian acara FIT-ISI tahun 2018.
Selesai memberikan sambutan dan membuka acara, Darmawan menyampaikan pemaparan dengan judul Strategi Kelembagaan BIG Dalam Rangka Penyelesaian RDTR. Disampaikan permasalahan Peta Rencana Tata Ruang, diantaranya adalah tentang kompilasi peta, integrasi peta dasar, sinkronisasi, dan masalah-masalah lainnya. Adapun yang menjadi permasalahan pada kompilasi peta biasanya berupa pemakaian beragam versi peta dan database yang tidak jelas. Sementara pada integrasi peta dasar, yang menjadi permasalahan biasanya adalah geometris yang tidak sesuai dgn peta dasar, batas wilayah dan garis pantainya belum seragam, dan adanya gap (kosong) dan tumpang tindih fungsi pemanfaatan antara dua kabupaten/kota.
Selain permasalahan di atas, terdapat juga tantangan pada proses penerbitan Perda RTR-nya, dimana penyelesaian Peraturan Daerah terkait rencana tata ruang baik RTRW maupun RDTR dalam kondisi yang terlambat, hal ini terjadi setelah munculnya Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, idealnya RTRW Kabupaten/Kota diselesaikan dalam 3 tahun, akan tetapi sampai saat ini masih terdapat wilayah yang belum memiliki perda RTRW, hanya terdapat 476 Perda RTRW dari 508 wilayah yang menyusun RTRW. Sedangkan Perda RDTR juga ditargetkan selesai dalam 36 bulan setelah lahirnya Perda RTRW Kabupaten/Kota, pada kenyataannya masih sedikit sekali wilayah yang memiliki Perda RDTR, hanya terdapat 47 Perda RDTR dari 1838 RDTR.
“Permasalahan keterlambatan tersebut disebabkan karena berbagai hal; aspek substansi, politis, dan teknis, yang di antaranya adalah aspek teknis pemetaan. Aspek teknis pemetaan tersebut terkendala pada ketersediaan data dasar, data tematik, dan SDM pemetaan. BIG yang memiliki tupoksi sebagai penyedia data dasar (IGD) dan verifikator peta tata ruang perlu membuat terobosan dalam rangka percepatan perda rencana tata ruang.” ujar Darmawan.
Pemetaan tata ruang mendapat tantangan cukup keras dengan adanya Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (OSS) beberapa waktu lalu, dimana pada pasal 44 nya disebutkan, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang belum memiliki RDTR, dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan wajib menetapkan RDTR untuk Kawasan Industri atau kawasan usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam rangka penetapan RDTR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penataan ruang memberikan bantuan teknis. Dan pada pasal 45 nya, Rencana tata ruang kabupaten/kota dan/atau RDTR menjadi dasar penetapan tempat lokasi usaha dan/atau kegiatan dalam penerbitan Izin Lokasi.
Untuk itu harus dilakukan berbagai bentuk terobosan-terobosan inovatif yang dilakukan dalam rangka percepatan proses konsultasi pemetaan rencana tata ruang ini, di antaranya dengan: 1) membangun kerjasama dengan universitas (PPIDS) dan pelibatan TKPRD dalam supervisi peta RTR, 2) pelaksanaan bantuan teknis penyelesaian peta tata ruang, 3) bimbingan penyusunan peta tata ruang, dan 4) konsultasi secara online.
Terakhir, Darmawan menyampaikan bahwa penyelesaian Peraturan Daerah terkait rencana tata ruang baik RTRW maupun RDTR merupakan hal yang menjadi prioritas, karena rencana tata ruang sangat diperlukan dalam pembangunan, PP 24 Tahun 2018 menjadi tantangan tersendiri dalam melakukan percepatan penyusunan RTR, Percepatan Penyusunan Peta RTR perlu dilakukan dengan langkah pro aktif. Serta harus adanya pemenuhan SDM bidang pemetaan terutama di pemerintah daerah dapat dipenuhi melalui diklat survei dan pemetaan maupun spesifik pemetaan tata ruang yang diselenggarakan oleh BIG. (DA)