Palu, Berita Geospasial – Kunjungan hari kedua Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Hasanuddin Z. Abidin di Palu, Sulawesi Tengah, dimulai dengan menyambangi sejumlah lokasi likuifaksi. Kunjungan ini dalam rangka persiapan dukungan penyediaan peta dasar untuk wilayah terdampak bencana di Palu.
"Sepertinya wilayah likuifaksi ini tidak bisa lagi dijadikan permukiman," kata Hasan saat berada di Balaroa, Palu, Kamis, 1 November 2018.
Hasan menjelaskan, BIG akan memetakan ulang kawasan Palu dan sekitarnya dalam skala 1:1.000 dan 1:5.000. Peta dasar skala besar ini sangat dibutuhkan untuk penataan ruang, relokasi penduduk terdampak bencana, perbaikan drainase, serta pembangunan infrastruktur.
“Bappenas minta akhir Januari 2019 harus selesai. Biaya pembuatan peta dasar Palu lebih dari Rp 60 miliar” tambah Hasan.
Setelah melihat lokasi terdampak likuifaksi, Hasan melanjutkan kunjungannya ke Jalan Cemara, Donggala Kodi, Ulujadi, Palu. Di lokasi inilah patahan kerak bumi (sesar) Palu-Koro terlihat jelas pascagempa pada 28 September 2018.
“Sesar Palu-Koro memanjang sekitar 500 kilometer mulai dari Selat Makassar sampai Pantai Utara Teluk Bone. Di Kota Palu, sesar melintas dari Teluk Palu masuk ke wilayah daratan, memotong jantung kota sampai ke Sungai Lariang di Lembah Pipikoro,” terang Hasan.
Masjid Al Ikhlas yang berdiri tepat di atas Sesar Palu-Koro terlihat rusak parah pascagempa. Pagar dan jalan di depan masjid itu bergeser.
"Kalau saya berdiri di rumah saya (melihat ke arah masjid), sudah terlihat pertigaan sana. Tapi sekarang terlindung (tertutup) dengan pagar masjid yang maju ke depan," kata Ibrahim, salah seorang warga, saat berbincang dengan Hasan.
Ibrahim menambahkan, warga telah mendirikan tempat ibadah sementara di tempat lain. Bahkan, masyarakat disarankan tidak membangun apapun di atas Sesar Palu-Koro.
Hasan mengakhiri kunjungannya di hari kedua dengan bertandang ke kantor Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Palu. Kedatangannya ini untuk berkoordinasi dan memantau kondisi Titik kontrol Geodesi dan Geodinamika yang ada di sana.
“Pemantauan ini penting untuk memastikan alat yang dipasang bisa dipakai dan dapat diambil data yang tepat untuk pengukuran koordinat dan pemetaan,” pungkas Hasan. (NIN/DA)