Yogyakarta, Berita Geospasial – Indonesia tidak akan memiliki Smart City yang sama persis. Potensi daerah yang beragam akan menjadi ciri khas masing-masing kota cerdas tersebut. Namun demikian, 6 komponen utama pengembangan kota modern layak huni harus terpenuhi.
Informasi tersebut disimpulkan dari Conference on Geospatial Information Science and Engineering (CGISE) ke-4 di Universitas Gadjah Mada (UGM), 25 Oktober 2018. Seminar nasional 2 tahunan ini diselenggarakan oleh Departemen Teknik Geodesi, Fakultas Teknik UGM. Tahun ini pertemuan ilmiah mengambil tema Informasi Geospasial Terpadu Berbasis Peta Bidang Tanah untuk Mendukung Pembangunan Kota Cerdas.
Tahun 2045 diperkirakan 82,4% penduduk Indonesia tinggal di kota. Karena itu pengembangan kota layak huni menjadi tantangan besar. Konsep pembangunan Smart City bertujuan untuk menciptakan peradaban di mana masyarakatnya hidup nyaman, cepat, dengan jaminan ekonomi dan lingkungan lestari.
Salah satu pembicara kunci, Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG), Hasanuddin Z. Abidin, menyampaikan bahwa Smart City tidak hanya menyangkut teknologi saja. Model Kota Cerdas di Indonesia harus memenuhi Smart Economy, Smart Environment, Smart living, Smart People, Smart Governance, dan Smart Mobility.
“Pondasi pembangunan Smart City adalah Informasi Geospasial (IG) dan Infratruktur Informasi Geospasial (IIG). Tanpa 2 hal tersebut, kota cerdas tidak dapat terwujud”, tegas Hasan. Namun demikian, belum semua pemangku kepentingan dan pemerintah daerah menyadari pentingnya IG. “Inilah PR (Pekerjaan Rumah, red) besar bagi kita, untuk memasyarakatkan IG” lanjutnya.
Sejalan dengan Hasan, Ketua Pusat Pengembangan Infrastruktur Data Spasial (PPIDS) UGM, Dr. Heri Sutanta, menyatakan bahwa tidak ada definisi resmi untuk Smart City. “Masing-masing ahli memberikan pengertian berbeda. Namun, inti dari semua pengertian itu adalah adanya 3 elemen Smart City, yaitu Sensing, Acting dan Understanding. Kesemuanya membutuhkan data spasial”, jelas Heri.
Dalam pertemuan ilmiah ini juga dihadirkan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Kota Semarang, Dr. Bunyamin, sebagai salah satu Smart City yang berhasil. Mewakili Walikota Semarang, Bunyamin menyampaikan proses dan capaian Kota Semarang dalam pembangunan Kota Cerdas hingga menjadi salah satu yang terbaik di Indonesia. “Sejak dideklarasikan pada 2013, Semarang Smart City tidak boleh berkutat hanya pada bandwidth yang dimiliki. Lebih dari itu, kota cerdas harus tetap memperhatikan lingkungan”, jelasnya mengawali presentasi.
Agar berkelanjutan, program prioritas Semarang Smart City dimasukkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Implementasinya mencakup seluruh aspek kebutuhan masyarakat, dimulai dari pembangunan Pusat Informasi Publik (PIP), Semarang Digital Kreatif (SDK), Call Center 112 untuk keadaan darurat, perbaikan infrastruktur jaringan internet, hingga menjadi Pilot project One Data. Pengembangan Semarang Kota Cerdas memberikan keterbukaan informasi publik dan kemudahan akses informasi fasilitas kesehatan, perizinan, angkutan umum, informasi jalan hingga harga kebutuhan pokok.
Tidak lepas dari masalah, pembangunan Semarang Smart City juga berkendala. “Yang terberat adalah membangun keterpaduan. Konflik kepentingan antar perangkat daerah masih sering muncul. Namun, dengan pengertian dari pimpinan hal tersebut dapat diatasi”, pungkasnya. (LNR)