Jakarta. Berita Geospasial - Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki potensi yang luar biasa berlimpahnya. Laut yang dulu dipandang sebagai pemisah, justru kini menjadi penghubung antar pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga ke Pulau Rote. Alhasil, ini menjadikan transportasi laut menjadi perekat sekaligus unsur terpenting untuk membangun Indonesia sebagai poros maritim dunia. Hal ini sesuai dengan mandat pembangunan kemaritiman pemerintahan sekarang.
Untuk mewujudkan visi di atas, data dan informasi alur pelayaran menjadi sangat penting guna menjamin keselamatan serta perlindungan lingkungan laut perairan Indonesia sebagai bagian dari pembangunan menuju poros maritim dunia. Pembangunan ekonomi kelautan yang menjadi tulang punggung poros maritim harus didukung dengan sistem pertahanan dan keamanan laut yang kuat dan tangguh melalui pemetaan kelautan menjadi kekuatan strategis baik dari aspek geoekonomi maupun aspek geopolitik.
Badan Informasi Geospasial (BIG) sebagai penyelenggara Informasi Geospasial (IG) di Indonesia, mendapat amanah sebagai mana yang termaktub dalam UU No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, diantaranya adalah untuk memetakan peta dasar di laut berupa Peta Lingkungan Laut Nasional (LLN) dan Lingkungan Pantai Indonesia (LPI), dengan skala yang berbeda-beda untuk beragam keperluan. Dalam praktiknya, pekerjaan besar ini banyak melibatkan berbagai pihak, diantaranya adalah Pusat Hidrografi dan Oseanografi (Pushidros) TNI AL.
Sampai saat ini, Indonesia masih terkendala dengan keterbatasan data dan informasi hidrografi, hal ini mengingat belum semua wilayah perairan terpetakan dengan baik. Kondisi ini dapat dimaklumi karena begitu luasnya wilayah perairan Indonesia, serta kebutuhan anggaran survei dan pemetaan yang belum menjadi prioritas utama. Oleh karena itu, perlu strategi dan upaya yang jitu dalam upaya mengatasi keterbatasan tersebut. Hal tersebutlah yang menjadi alasan bagi Pushidros AL untuk menggelar seminar nasional bertemakan “Mapping Our Seas, Oceans and Waterways - More Important Than Ever”, yang diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Hidrografi Dunia tahun 2017, pada hari Kamis 31 Agustus 2017 di Hotel Mercure, Ancol Jakarta.
Di awal pertemuan, Kepala Pushidros AL, Laksamana Harjo Susmoro, menyebutkan bahwa acara seminar ini ditujukan untuk memperoleh masukan para pakar dari berbagai pemangku kepentingan sebagai bahan dalam merumuskan kebijakan, terkait dengan peran Pushidros AL dalam mendukung kebijakan pemerintah yakni menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Hadir membuka acara secara resmi adalah Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) Laksamana Ade Supandi. “Peta laut tidak hanya untuk melengkapi kapal, tapi juga untuk banyak keperluan, perdagangan diantaranya. Untuk mengelola laut, kita perlu teknologi tinggi serta kerja sama dengan pihak luar. Di Indonesia, SDM yang berpraktisi dengan laut baru sekitar 2,3 juta orang. Itu baru 1%. Bandingkan dengan penduduk Jepang yang berpraktisi di laut sekitar 30 %. Padahal di Indonesia ada lagu yang menyebutkan bahwa nenek moyang kita adalah pelaut, sementara di jepang tidak ada lagu itu”, ungkapnya.
Acara dilanjutkan dengan acara utama yakni seminar hidrografi tngkat dunia tahun 2017. dari BIG sebagai pembicara adalah Kepala BIG, Prof. Hasanuddin Zaenal Abidin (Hasan) yang mengambil topik paparan “Informasi Geospasial Menuju One Map Policy Untuk Mendukung Visi Misi NAWACITA. Selain itu, adalah Vice. Adm. (ret.) Shin Tani (GEBCO) yag memaparkan tentang “Peran GEBCO Untuk Memberikan Solusi Data Kelautan” dan Capt. Jamie Mc Michael Phillips dari (United Kingdom Hydrographic Office (UKHO) dengan moderator Kolonel Laut Kresno Buntoro.
Prof. Hasan dalam presentasinya menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara besar dengan luas laut hampir 2/3 dibanding luas daratannya. “Jika dibentangkan, Jarak dari Sabang ke Merauke seperti dari London di Inggris ke Baghdad di Iraq. Potensi ini memerlukan peta dasar untuk berbagai keperluan pembangunan. Oleh karena itu, Kebijakan Satu Peta (One Map Policy) harus didukung banyak pihak. Di Jerman saja, ketika ditanya, masyarakat sana tidak mau menggunakan google maps untuk berbagai kegiatan mereka, tapi menggunakan situs pemetaan mereka sendiri. Nah sekarang ini, Pemerintah Indonesia memiliki laman untuk berbagi pakai bersama IG, yakni Ina GeoPortal yang dapat diakses di laman www.tanahair.indonesia.go.id. Kita harus gunakan itu untuk berbagai keperluan pembangunan”, pesannya.
Pada kesempatan itu, diresmikan pula Dewan Hidrografi Indonesia (DHI) dengan pengurusnya oleh KASAL Laksamana Ade Supandi. DHI ini sendiri merupakan wadah komunitas hidrografi Indonesia yang beranggotakan unsur pemerintah, asosiasi profesi hidrografi, akademisi dan penggiat hidrografi. Dari BIG sendiri yang dilantik menjadi anggota DHI adalah kepala Pusat Standarisasi dan Kelembagaan IG, Suparajaka. Eksistensi DHI diharapkan dapat menyatukan visi tiap pemangku kepentingan, terutama korporat pelaku survei laut, demi keamanan data dan kedaulatan survei Indonesia.
Acara diakhiri dengan penyematan brevet surveyor hidrografi kehormatan bagi orang yang dianggap berperan dalam perkembangan dan kemajuan Pushidros AL. Salah satu dari dua orang yang terpilih adalah Kepala BIG, Prof. Hasanuddin Zaenal Abidin. (ATM/DA)