Ponorogo, Berita Geospasial - Longsor merupakan bencana yang rutin terjadi di Indonesia. Setiap kali datanganya musim hujan, bencana longsor juga rutin datang mengikuti musim hujan ini. Kabupaten Ponorogo merupakan salah satu daerah rawan bencana longsor. Pada akhir bulan Maret 2017 lalu, baru saja terjadi bencana longsor di salah satu desa di Kabupaten Ponorogo. Di lain pihak, kabupaten ini merupakan wilayah dengan potensi lahan pangan yang cukup luas dimana sekitar sepertiga bagian wilayahnya adalah sawah.
Pada 3 Agustus 2017, bertempat di Hotel Amaris Ponorogo, BIG melaksanakan Diseminasi Informasi Geospasial Tematik dengan mengusung tema "Pemanfaatan Peta Potensi Lahan Pertanian dan Kebencanaan di Kabupaten Ponorogo". Acara yang dihadiri 170 orang peserta yang berasal dari SKPD dan masyarakat umum di Kabupaten Ponorogo ini merupakan kegiatan lanjutan dari pemetaan potensi lahan pertanian dan kebencanaan yang sudah dilaksanakan BIG di Kabupaten Ponorogo.
"Sebanyak empat belas sungai melewati Kabupaten Ponorogo dan sekitar 33.000 dari sekitar 130.000 ha wilayah Kabupaten Ponorogo adalah lahan sawah", jelas Deputi Bidang Infrastruktur Informasi Geospasial BIG Adi Rusmanto mengawali sambutannya. Berdasarkan data tersebut artinya positif sekali Kabupaten Ponorogo bisa menjadi wilayah penyuplai pangan di Provinsi Jawa Timur. Pada acara ini BIG menyerahkan Peta Potensi Lahan Pertanian dan Kebencanaan Kabupaten Ponorogo. Diharapkan peta ini bisa bermanfaat untuk kegiatan perencanaan pembangunan di Kabupaten Ponorogo terutama yang berkaitan dengan pertanian dan kebencanaan.
Acara diseminasi ini dibuka oleh Wakil Bupati Ponorogo, H. Soedjarno. Dalam sambutannya Soedjarno menjelaskan bahwa Kabupaten Ponorogo memang salah satu wilayah penyuplai pangan untuk Provinsi Jawa Timur, tetapi wilayah Kabupaten Ponorogo sebagian wilayahnya rawan bencana dimana setiap tahunnya terjadi bencana longsor di 8 kecamatan. "Sebagian wilayah Kabupaten Ponorogo juga rawan kekeringan padahal kabupaten ini dilewati 14 sungai" jelas Soedjarno.
"Kebiasaan orang Indonesia itu terjadi bencana dahulu baru belajar peta" ujar Anggota Komisi VII DPR RI, H. Rofi Munawar mengawali sambutannya. Padahal negara-negara besar yang saat ini sangat maju adalah negara-negara yang menguasai peta. Dalam ajaran Islam, Allah SWT juga memberitahukan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menguasai Peta Perdagangan, Peta Wilayah dan Peta Bencana. "Peta selama ini hanya digunakan dalam penentuan batas administratif dan sedikit sekali digunakan dalam mitigasi bencana" lanjut Rofi. Padahal peta potensi bencana sangat diperlukan untuk mencegah bencana atau untuk menyusun reaksi cepat tanggap jika terjadi bencana.
Sementara itu dalam diskusi panel yang dipandu oleh Kepala Biro Perencanaan, Kepegawaian dan Hukum BIG, F. Wahyutomo, menghadirkan beberapa narasumber. Wahyutomo mengawali diskusi panel menjelaskan bahwa BIG dulu pertama kalinya bernama Bakosurtanal yang berdiri pada tahun 1969, setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, Bakosurtanal kemudian berganti nama menjadi BIG. Adalah Andi Susetyo, Sekretaris Bappeda Kabupaten Ponorogo yang merupakan salah satu narasumber pada diskusi ini menyampaikan bahwa setelah terjadinya musibah longsor di Desa Banaran, Kecamatan Pulung membuat. Terkait dengan pertanian, Kabupaten Ponorogo bekerja sama dengan Universitas Brawijaya sedang menyusun LP2B dan saat ini sedang pada tahap kajian. Berkaitan dengan kebencanaan, memang sebagian wilayah Kabupaten Ponorogo adalah wilayah rawan bencana terutama wilayah yang dekat dengan pegunungan seperti Kecamatan Badekan, Ngebel, Sawo, Suko dan Pulung. Pemkab Ponorogo saat ini juga sedang menyusun evaluasi RTRW dan RDTR per kecamatan dan diharapkan BIG bisa membantu hal tersebut.
"Peta tematik adalah peta dasar yang sudah diisi dengam tema-tema tertentu, salah satunya Peta Potensi Lahan Pertanian dan Peta Potensi Kebencanaan" jelas Lien Rosalina Kepala Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik (PPIT) BIG mengawali paparan. Dalam kerangka Kebijakan Satu Peta, BIG bertugas dalam melakukan kompilasi dan integrasi terhadap peta-peta tematik yang ada di Indonesia. Proses KSP di Kabupaten Ponorogo akan dilaksanakan tahun 2018. Paparan dari Lien kemudian dilanjutkan oleh Muhammad Haidar, Staf Pusat PPIT, dengan menyampaikan bahwa dalam kegiatan Pemetaan Potensi Lahan Pertanian dan Kebencanaan di Kabupaten Ponorogo, digunakan Citra Satelit Resolusi Tinggi sebagai acuan dalam melakukan pemetaan. Peta citra yang sudah diinterpretasi kemudian diverifikasi dengan menggunakan data dari Kementerian ATR/BPN untuk penentuan status lahan. Dalam pemetaan ini partisipasi masyarakat sangat diperlukan.
Ferrari Pinem, Kepala Bidang Pemetaan Kebencanaan dan Perubahan Iklim BIG juga memberikan tambahan informasi. "Jika dibandingkan antara citra tahun 2012 dan 2014 ternyata di Kabupaten Ponorogo banyak terjadi perubahan penggunaan lahan dimana lahan hijau menjadi lebih sedikit", jelas Ferrari. Berkurangnya lahan hijau ini menjadi salah satu pencetus terjadinya longsor. Kemudian pada saat terjadi bencana longsor pada akhir bulan Maret 2017 lalu, BIG juga melakukan pemetaan cepat bencana dengan menggunakan drone." Berdasarkan pemetaan yang sudah dilakukan ternyata bagian selatan Kabupaten Ponorogo adalah wilayah yang paling rawan longsor tetapi potensi pertanian juga paling tinggi", tandas Ferrari. (ES/TR)