Bogor, Berita Geospasial – Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2014, disebutkan bahwa Badan Informasi Geospasial merupakan penghubung simpul jaringan. Tugas penghubung simpul jaringan antara lain untuk mengintegrasikan simpul jaringan secara nasional, melakukan pembinaan kepada simpul jaringan, dan menyelenggarakan rapat koordinasi nasional di bidang Jaringan Informasi Geospasial Nasional. Salah satu bentuk pembinaan dan koordinasi yang dilakukan BIG adalah dengan mengadakan Sosialisasi dan Forum Data Simpul Jaringan Informasi Geospasial Guna Mendukung Kebijakan Satu Peta, bertempat di IPB International Convention Center Bogor, pada Kamis, 16 Maret 2017.
Seiring dengan meningkatnya pemanfaatan data dan informasi geospasial (IG) dalam berbagai hal di lingkungan Kementerian/Lembaga (K/L), Pemerintah Daerah (Pemda) tingkat provinsi dan kabupaten/kota, maka tugas BIG sebagai penghubung simpul jaringan juga semakin meningkat. BIG sebagai penghubung simpul jaringan dapat membangun dan memelihara sistem akses JIGN bekerja sama dengan instansi pemerintah. Setiap orang dapat berperan serta dalam melaksanakan tugas pengembangan simpul JIGN, berupa pemanfaatan data dan IG dan penyampaian koreksi atau masukan terhadap data dan IG yang terdapat di JIGN, serta penyebarluasan data dan IG yang diselenggarakan melalui JIGN.
Sosialisasi dan Forum Data Simpul Jaringan Informasi Geospasial dilaksanakan dalam 2 sesi diskusi. Untuk sesi 1 diskusi dipimpin oleh Kepala Pusat Standardisasi dan Kelembagaan IG (PSKIG) BIG, Suprajaka. Sesi ini menghadirkan beberapa narasumber, yaitu Uke Muhammad Hussein, Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Kementerian PPN/Bappenas; Firmansyah Lubis, Direktur e-Government Kementerian Kominfo; Nurwadjedi, Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik BIG; dan Dodi Sukmayadi, Deputi Bidang Informasi Geospasial Dasar BIG.
Suprajaka memberikan pembukaan terkait Kebijakan Jaringan Informasi Geospasial Nasional untuk Pembangunan Nasional. Dijelaskan bahwa Kebijakan Satu Peta (KSP) sangat penting untuk mencegah tumpang tindih data dan berbagai permasalahan lain yang muncul akibat data yang tidak sinkron. “Kebijakan sudah disiapkan, perlu komitmen bersama mengimplementasikannya”, tandasnya. Oleh karena itu JIGN ini penting sebagai fondasi untuk berbagi pakai data dengan berbasis teknologi.
Berikutnya adalah paparan terkait Perencanaan Pembangunan Berbasis Data Kebijakan Satu Peta Melalui Teknologi JIGN untuk Percepatan Tata Ruang Nasional/Daerah oleh Uke Muhammad Hussein. Berdasarkan UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, disebutkan bahwa seluruh kegiatan pembangunan harus direncanakan berdasarkan data dan informasi (spasial dan nonspasial) yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan. Maka, berbekal UU No 4 Tahun 2011 tentang IG, serta Perpres No. 27 Tahun 2014 tentang Jaringan Informasi Geospasial Nasional, peran data dan IG dalam perencanaan pembangunan sangatlah penting. Sesuai dengan Arahan Pembangunan yang meliputi Pengurangan Kesenjangan Antar Wilayah; Pengembangan Pusat-pusat Pertumbuhan berbasis Keunggulan Potensi Wilayah; Pemerataan Pelayanan Sosial Dasar, maka IG dan Data Statistik menjadi basis data sebagai dasar perencanaan dalam menentukan perencanaan ruang dan pengelolaan pertanahan. “Dengan model spasial dinamis, akan didapatkan Skenario & Strategi Pengembangan Wilayah Pulau-Pulau Besar dan Provinsi (Buku III RPJMN)”, ungkapnya.
Untuk status perda tata ruang, saat ini sebanyak 89,64% telah Perda RTRW Kabupaten, sementara 10,36% belum Perda. Sedangkan untuk kota sebanyak 90,55% telah Perda RTRW Kota, sementara 9,45% belum Perda. “Dengan demikian dibutuhkan adanya jaringan distribusi data dan informasi geospasial untuk percepatan penyediaan peta dasar, dimana disini bisa terjawab melalui JIGN”, tandas Uke. Melalui JIGN akan tercipta kondisi ideal dimana setiap data di setiap walidata didistribusikan kepada BIG sebagai clearing house, untuk kemudian didistribusikan kepada instansi lain yang membutuhkan, sehingga proses yang ditempuh semakin mudah dan tertata.
Hal itu kemudian didukung oleh Firmansyah Lubis, Direktur e-Government Kementerian Kominfo melalui paparannya terkait Kebijakan Teknologi dan Informasi Nasional dalam Mendukung Mekanisme Berbagi Data. Dijelaskan bahwa berdasarkan Inpres No. 3 Tahun 2003, bahwa e-Government merupakan penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis (menggunakan) elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien. Melalui e-Government ini diharapkan terjadi optimasi penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam meningkatkan kepuasan publik atas kualitas jasa layanan pemerintah, mendukung pertumbuhan ekonomi, meningkatkan keterlibatan dan kepercayaan publik, serta meningkatkan kinerja pelayanan publik. “Ruang lingkupnya adalah berbagai sistem digital/elektronik, tata kelola kelembagaan, dan proses pemerintah secara high-level untuk mendukung pencapaian agenda pembangunan nasional (Nawa Cita)” demikian dijelaskan Firmansyah kepada peserta.
Untuk itu pemerintah mencanangkan adanya MANTRA (Manajemen Intergrasi dan Pertukaran Data), MANTRA merupakan Sistem Informasi Manajemen interoperabilitas dan interkonektivitas antar instansi pemerintah. Aplikasi MANTRA dapat difungsikan sebagai GSB (Government Service Bus) dan Web-API (Application Programming Interface). GSB merupakan suatu sistem yang mengelola integrasi informasi dan pertukaran data antar instansi pemerintah. GSB mampu mensinergikan informasi dari beberapa Web-API. Web-API dapat dipandang sebagai media interoperabilitas sistem informasi. “Aplikasi sistem berbagi pakai data ini, harapannya bisa dimanfaatkan oleh seluruh Kementerian/Lembaga. Di BIG ini dengan adanya JIGN, mungkin bisa dikembangkan lagi dengan MANTRA, sehingga tercipta sistem yang terintegrasi dan terkoneksi dengan baik”, pungkas Firmansyah.
Menutup kemudian adalah paparan tentang Peta Rupabumi (RBI) Skala Besar, Status dan Tantangan untuk Pemetaan Desa. Dalam perencanaan pembangunan berkelanjutan aspek spasial diintegrasikan dalam proses perencanaan pembangunan. Dalam tahapan kerangka kerja penyelenggaraan informasi geospasial terpadu, ada 5 aspek yang harus diperhatikan, yaitu: kebijakan, pemerintahan, sumberdaya manusia, standar, dan teknologi. Pada kesempatan itu dijelaskan juga bagaimana perkembangan pemetaan dasar yang dilakukan BIG, mulai dari jaring kontrol, Peta RBI, Peta Lingkungan Laut Nasional, Peta Lingkungan Pantai, dan pemetaan batas wilayah.
Dalam rangka mendukung percepatan KSP, bidang IGD juga melaksanakan percepatan dalam pembuatan peta dasar. Hal itu dilakukan dengan melaksanakan proses orthorektifikasi untuk menghasilkan Citra Tegak Satelit Resolusi Tinggi (CTSRT) yang digunakan dalam pembuatan peta dasar. Sementara terkait pemetaan batas, untuk batas desa sendiri, sudah ada 4.150 peta batas desa/kelurahan yang telah diselesaikan BIG, dari total 83.184 desa/kelurahan yang harus diselesaikan. Adanya portal geospasial untuk jaringan kerja partisipatif pemetaan batas desa/kelurahan sangat diperlukan, guna mencapai target yang telah ditentukan.
Acarapun dilanjutkan sesi diskusi dengan seluruh peserta yang telah hadir. Adapun dalam kegiatan Sosialisasi dan Forum Data Simpul Jaringan Informasi Geospasial tersebut juga dilaksanakan penandatangan nota kesepahaman bersama dan perjanjian kerjasama antara BIG dengan Kementerian ATR/BPN, IPB, UGM, Universitas Pattimura, Universitas Pertahanan, serta Pemprov Jateng, Pemkab Tabalong dan Pemkab Lamongan. (TN-LR/TR)