Jakarta, Berita Geospasial - UU No 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (IG), mengamanatkan bahwa pelaksanaan IG yang dilakukan oleh orang perorangan, kelompok orang maupun oleh badan usaha, harus memenuhi kualifikasi tertentu melalui proses sertifikasi. Kualifikasi yang dimaksud dituangkan dalam suatu standar tertentu yang telah ditetapkan. Standar kompetensi profesional IG dituangkan dalam dokumen yang disebut SKKNI-IG (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Bidang IG) dan KKNI-IG (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Bidang IG). Berkaitan dengan hal tersebut, bertempat di Sari Pan Pasific, Jakarta, BIG melaksanakan Konsensus Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. Acara ini dilaksanakan pada selasa 1 Agustus 2017. Konsensus merupakan salah satu dari sekian banyak proses penyusunan dokumen KKNI.
"Indonesia adalah negara maritim yang luas, dimana untuk mengelolanya dibutuhkan informasi geospasial yang akurat, up to date, komplit dan detail", jelas Hasanuddin Zainal Abidin, Kepala Badan Informasi Geospasial mengawali sambutannya. Selain itu, saat ini kebutuhan Informasi Geospaial untuk kegiatan seperti Pemetaan Desa, Penyususan RDTR, Setifikasi Reforma Agraria dan sebagainya sudah bergerak pada skala besar. Untuk memperoleh informasi geospasial tersebut dibutuhkan SDM dengan berkualitas dengan jumlah yang memadai. SKKNI dan KKNI menjadi langkah awal untuk menciptakan SDM yang berkualitas dengan jumlah yang memadai.
"Dengan adanya SKKNI dan KNI, kegiatan pemetaan tidak hanya bisa dilakukan oleh BIG tetapi juga bisa dilakukan oleh pihak lain baik K/L, Pemda dan Swasta", lanjut Hasanuddin. Tahun 2018 juga rencananya pemerintah akan meluncurkan 'One Certificate Policy', agar SDM geospasial memiliki standar yang sama (homogen). Jika SDM geospasial sudah memiliki standar yang sama penyelenggaraan IG akan lebih cepat karena bisa dilakukukan banyak pihak.
Pada acara ini hadir pula Prof. Dr. Ir. Bambang Prasetya M.Sc., Kepala Badan Standarisasi Nasional yang menjadi pembicara kunci pada acara ini. "Produktivitas dan kompetensi tenaga kerja memegang peranan penting dalam dinamika ekonomi dan industri dewasa ini, apalagi saat ini sudah memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)" jelas Bambang diawal materinya. Isu kompetensi tenaga kerja menjadi isu yang menarik, mengingat Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya sehingga banyak tenaga kerja asing yang tertarik untuk datang dan bekerja di Indonesia. Untuk itu pemastian kompetensi terhadap seseorang yang melakukan suatu pekerjaan merupakan hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, termasuk SDM di bidang Informasi Geospasial.
"Seperti kita ketahui bersama bahwa Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 04 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian", lanjut Bambang. Pemerintah Indonesia berupaya untuk meningkatkan kualitas kompetensi tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan. Pembuktian kualitas kompetensi personel dilakukan melalui kegiatan penilaian kesesuaian yaitu akreditasi dan sertifikasi. Kegiatan penilaian kesesuaian tersebut harus dilakukan tanpa pembedaan latar belakang seseorang yang akan membuktikan kompetensinya.
Dalam upaya menjalankan amanat yang telah diberikan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Badan Standardisasi Nasional melalui Komite Akreditasi Nasional dan Badan Informasi Geospasial memfasilitasi pelaksanaan pembuktian kompetensi seseorang dengan melakukan akreditasi kepada lembaga independen yang kredibel dan memiliki kompetensi dengan dibuktikan diberikannya status akreditasi berdasarkan SNI ISO/IEC 17024 (Penilaian Kesesuaian – Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Personel).
Skema Akreditasi Lembaga Penilaian Kesesuaian Bidang Informasi Geospasial ini merupakan percontohan sinergi antara dua lembaga negara dalam bidang akreditasi. Skema ini diharapkan mampu memberikan nilai tambah kepada seseorang yang tersertifikasi maupun kepada industry IG yang menggunakan tenaga profesional yang tersertifikasi.
Seperti yang telah diketahui pada bulan Juni 2016, KAN telah menandatangani saling pengakuan di tingkat Asia Pasifik untuk skema akreditasi personel berdasarkan ISO/IEC 17024 di Pacific Accreditaion Cooperation (PAC). Dengan adanya saling pengakuan di forum Asia Pasifik dapat meningkatkan nilai tawar/bargaining position personel yang telah diakui kompetensinya oleh Lembaga Penilaian Kesesuaian Tenaga Profesional (LPK TP) Bidang IG yang terakreditasi KAN dan BIG."Indonesia perlu energi positif dan contoh yang baik untuk bisa bersaing, dan diharapkan BIG bisa menjadi salah satu contoh dengan tersedianya SKKNI dan KKNI" , tandas Bambang.
Sementara itu, Ditektur Bona Standarisasi dan Tenaga Kerja, Kemenaker Drs. Sukijo, MPd menyampaikan bahwa SDM yang berkualitas sangat penting dan salah satu filter untuk menghasilkan SDM yang berkualitas adalah dengan sertifikasi. Sertifikasi merupakan salah satu filter untuk menghasilkan SDM yang berkualitas "Konsensus ini dilakukan untuk memastikan bahwa KKNI yang sudah disusun oleh tim perumus sudah bisa diterima atau belum", jelas Sukijo. KKNI berisi unit-unit kompetensi yang terkait dengan kemampuan seseorang pada level tertentu yang harus dikuasai. "KKNI tidak hanya dibutuhkan oleh BIG tetapi juga instansi lain yang terkait yang gunanya untuk menstandardkan SDM.(ES)