Ambon, Berita Geospasial – Dalam mendukung kebutuhan nasional dan derah akan tersedianya Informasi Geospasial (IG) terkait tata ruang dan batas wilayah yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, Badan Informasi Geospasial (BIG) mengadakan Diseminasi Perundang-undangan terkait IG yang berlangsung pada hari Selasa, 9 Mei 2017 di Swiss-Bell Hotel Ambon. Diseminasi ini dihadiri kurang lebih 100 peserta yang terdiri dari perangkat daerah dari Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota se-Maluku, Maluku Utara dan Sulawesi Selatan, Kepolisian Daerah Provinsi Maluku dan dosen dan mahasiswa dari Universitas Pattimura.
Acara dibuka oleh Inspektur BIG, Sugeng Prijadi. Dalam pembukaan sugeng menyampaikan, “Lahirnya Perpres Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1: 50.000 menunjukan keseriusan pemerintah dalam melaksanakan UU No 4 Tahun 2011 tentang IG. Melalui acara ini diharapkan kerja sama dari seluruh pemangku kepetingan di Provinsi Maluku, Maluku Utara dan Sulawesi Selatan secara bersama-sama mengimplementasikan Perpres No.9 Tahun 2016 sehingga diharapkan pelaksanaan kebijakan satu peta dapat tercapai sesuai target yang ditetapkan”.
Pada acara ini juga dilakukan penandatangan MoU dan Perjanjian Kerja Sama antara BIG dan Pemerintah Provinsi Maluku terkait Penyelenggaraan, Pengembangan dan Pemanfaatan Data dan Informasi Geospasial di Provinsi Maluku. Tidak lupa penyerahan cinderamata dari BIG kepada Pemprov. Maluku dan Kepolisian Daerah Maluku berupa foto udara kantor Gubernur Provinsi Maluku dan foto udara Mapolda Maluku.
Sesi paparan pada diseminasi ini terdiri atas tiga sesi, yaitu sesi tentang : Implementasi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial dari Perspektif Penegakan Hukum; Pelibatan Pemerintah Daerah dalam Penyelenggaraan Informasi Geospasial; dan Peranan Daerah dalam percepatan pemetaan tata ruang dan pemetaan batas wilayah dalam koridor kebijakan satu peta. Pada sesi pertama diawali dengan pemaparan implementasi UU Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial dari perspektif penegakan hukum yang disampaikan oleh Direktur Kriminal Umum Polda Maluku, Kombes Gupuh Setyono. Contoh kasus penegakan hukum yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah Maluku sebagai contoh adanya potensi kasus karena belum adanya batas wilayah laut yang jelas di kepulauan Aru antara Desa Mesian dan Gomu-gomu yang menimbulkan konflik sosial antara dua desa terkait sumber daya ikan. Larangan dan ketentuan pidana bagi pelanggaran terkait IG sudah diatur pada UU Nomor 4 Tahun 2011.
Gupuh menyampaikan rekomendasinya, “Peran Badan Informasi Geospasial sangatlah diperlukan dalam memberikan pengetahuan yang benar tentang pemetaan batas wilayah, mengingat banyaknya terjadi sengketa batas wilayah. Dengan adanya data yang benar akan sangat membantu Polri dalam menyelesaikan sengketa batas wilayah di Maluku”. Gupuh juga menyarankan agar Diseminasi IG juga turut melibatkan kepala desa mengingat sebagian besar wilayah maluku terdiri berbagai macam wilayah yang mempunyai ciri khas tersendiri.
Fredericus Wahyutomo selaku Kepala Biro Perencanaan, Kepegawaian dan Hukum (PKH) BIG memberikan penjelasan tentang larangan dan ketentuan hukum terkait IG. Wahyutomo menyampaikan bahwa tidak diperbolehkan mengubah atau merusak, menyebarluaskan Informasi Geospasial tanpa izin BIG, menyebarluaskan IG yang belum disahkan, dan tidak diperbolehkan mengambil, mengubah atau merusak tanda fisik jaring kontrol geodesi, dapat dikenakan sangsi penjara paling banyak 1-6 tahun atau denda paling banyak Rp.1,250,000,000,- juta rupiah.
Acara dilanjutkan dengan sesi kedua yaitu pemaparan tentang pelibatan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan IG, yang diawali dengan pemaparan dari Agus Hikmat selaku Kepala Bidang Pemetaan Rupabumi Skala Kecil dan Menengah. “Kebutuhan akan Peta Dasar Skala Besar untuk Penyusunan RDTR yang semakin meningkat dan cakupan ketersediaan Peta Dasar Skala 1:5.000, masih relatif sangat sedikit, maka itu peran dan kontribusi daerah dalam percepatan penyediaan IGD malalui kerjasama BIG dengan pemerintah daerah akan terus ditingkatkan. Dan pemerintah daerah pun harus bersiap dengan peningkatan SDM di bidang informasi geospasial”, jelas Agus. Peran pemerintah daerah juga sangat stategis dalam percepatan penyelenggaraan IG yang andal dan berkualitas, karena dalam Kebijakan Satu Peta, penyelenggaraan IG di daerah akan sangat berperan penting dalam penyusunan tata ruang daerah.
Masuk dalam sesi terakhir, yaitu peranan daerah dalam percepatan pemetaan tata ruang dan pemetaan batas wilayah dalam koridor kebijakan satu peta, yang diawali dengan penjelasan tentang percepatan penegasan batas wilayah administrasi desa dengan metode kartometrik oleh Analis Data Survei dan Pemetaan, Parluhutan Manurung. Dalam paparannya dijelaskan bahwa status batas daerah pada umumnya masih indikatif, sedangkan batas daerah yang sudah definitif baru sekitar 35,87%. Dengan metode kartometrik dan peran pemerintah daerah, diharapkan dapat mempercepat penegasan batas wilayah administrasi dan merealisasikan batas wilayah administrati yang definitif.
Menyambung paparan Parluhutan, Fuad Hasyim selaku surveyor pemetaan pada Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas (PPTRA), BIG menjelaskan tentang sinergi BIG dengan pemerintah daerah dalam percepatan pemetaan tata ruang dalam kebijakan satu peta. Fuad menjelaskan perlunya konsultasi dengan BIG terkait peta rencana tata ruang, “BIG melakukan asistensi dan supervisi terkait peta RDTR, konsultasi diperlukan agar peta RDTR sesuai dengan kriteria peta RDTR yang sesuai dengan sumber data, peta dasar, peta tematik yang berlaku”, jelas Fuad. Dengan terselenggarannya sosialisasi IG ini, diharapkan adanya partisipasi peran aktif pemerintah daerah dalam terselenggaranya IG yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan demi terwujudnya Kebijakan Satu Peta untuk perencanaan pembangunan nasional. (HA/LR)