Badan Informasi Geospasial (BIG) mengadakan berbagai rangkaian acara dalam rangka Revolusi Mental ‘Indonesia Mandiri’ dan Treasurehunt Participative Mapping” pada hari Jumat, tanggal 19 Mei 2017 lalu. Dalam rangkaian acara tersebut, BIG juga menyelenggarakan Workshop Geospasial yang membahas dua materi, yakni Low Cost GPS Receiver (LCGPS) Sub Meter Accuracy, dan Peningkatan Akurasi GPD untuk pengukuran Geodetic. Workshop ini menghadirkan dua pembicara berkompeten di bidangnya yaitu Catur Aris Rohmana dari Universitas Gajah Mada dan Irwan Gumilar dari Institut Teknologi Bandung.
Kepala BIG, Hasanuddin Zainal Abidin, selaku pembina acara memberikan sambutan terkait tema pada hari itu. Beliau menyampaikan, bahwa diselenggarakannya workshop hari ini erat kaitannya dengan INPRES No.12 Tahun 2016 tentang Revolusi Mental. Berisi lima poin penting,yakni Indonesia Melayani, Indonesia Bersih, Indonesia Tertib, Indonesia Bersatu dan Indonesia Mandiri. Dari 5 poin itu, poin Indonesia Mandiri ini erat kaitannya dengan Informasi Geospasial yakni kemandirian di bidang teknologi. Jadi kemandirian teknologi yang dicanangkan kemandirian teknologi, kemandirian inovasi dan kemandirian partisipasi masyarakat. “Karena itu gerakan pemerintah, BIG diberi amanah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan informasi geospasial. Itu poin yang yang diterapkan BIG. Nah salah satu bentuknya, participative mapping ini”, jelas Hasanuddin.
Materi pertama mengenai “Peningkatan Akurasi GNSS Untuk Pengukuran Geodetik” disampaikan oleh Irwan Gumilar dari Institut Teknologi Bandung. Dalam pemaparannya Irwan menjelaskan bahwa GPS adalah sistem satelit navigasi yang paling banyak digunakan baik di dunia maupun di Indonesia. Dan semakin lama, semakin berkembang menjadi semakin murah. Ia bersama beberapa rekan sedang mencoba mengembangkan GPS yang dikombinasikan dengan Sistem Satelit Beidou untuk meningkatkan akurasi GNSS.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketelitian posisi GNSS, yakni ketelitian data, metode penentuan posisi, strategi pemrosesan data, serta hardware &software yang digunakan. “Keunggulan dengan menggunakan Sistem Satelit Beidou ada tiga, yaitu layanan penentuan posisi yang handal dan teliti, layanan komunikasi pesan singkat, dan sistem ini memiliki fasilitas Radio Determination Satellite Service atau disingkat RDSS” jelas Irwan. Asumsi awal penggunaan low cost GPS receiver adalah kualitas rendah, tidak handal, tidak tahan banting, data jelek, dan sebagainya. Namun setelah dilakukan pengembangan riset, hasil yang didapatkan sementara ini tidak berbeda secara signifikan dibandingkan dengan high-cost GPS receiver. Irwan menambahkan “Ada beberapa celah untuk meningkatkan kemandirian bangsa terkait dengan pembuatan low cost – GPS beserta software-nya serta pembuatan online data processing yang dapat meningkatkan jati diri bangsa”.
Paparan berikutnya disampaikan oleh Catur Aries dari Departemen Teknik Geodesi, Fakultas Teknik UGM mengenai GPS module yang dapat diperoleh dari toko hobi dengan harga terjangkau. Ia menjelaskan bahwa GPS module memiliki pengaruh untuk mendukung perekaman data UAV dan Mobile Mapping. Dalam penggunaan UAV, biaya yang digunakan bisa menjadi dominan seiring dengan bertambahnya jumlah titik kontrol tanah. “Ini kita mencoba menggunakan receiver yang dibeli di Tokopedia dengan harga Rp 300.000. nah, kalau kita misalnya mau handphone yang kita gunakan bisa akurasi sub-meter, maka yang dibutuhkan hanya siaran dari CORS kemudian jaringan GSM. Maka jadilah handphone yang kita gunakan dapat menentukan posisi kita dengan sub-meter accuracy” jelas Catur. Ia menambahkan bahwa para peneliti yang saat ini sedang mengembangkan LC-GPS ini mulai menggunakan handphone pribadi mereka untuk membantu proses riset. “Maka dari itu semakin banyak pakai, kita akan semakin tahu bagaimana dan dimana saja celah untuk mengembangkan Low Cost GPS receiver ini” sambung Catur.
Sri Kusno Gularso menjadi pembahas berikutnya yang memperkenalkan produk dalam negeri untuk GPS Receiver. Produk yang memiliki nama ED2GPS ini dibuat di Indonesia dari mulai casing hingga motherboard. ED2GPS merupakan GPS Receiver dengan tingkat akurasi tinggi. “Software-nya pun kita buat kompatibel. Jadi semua software yang mengambil koordinat dari GPS kami reload di sini. Ini juga kami desain sebagai black box, jadi dia hanya bisa menerima sinyal dan mengirimkannya” jelas Sri Kusno Gularso. Namun, sejauh ini aplikasi software yang digunakan masih berbasis android, karena sampai pada saat produk ini dikembangkan, pengguna aplikasi android masi lebih banyak dibandingkan dengan pengguna aplikasi software lain.
Acara berlangsung kondusif ditambah dengan candaan dari beberapa pembahas yang juga hadir yakni Asep Karsidi, Cecep Sutarya dan Antonius Bambang Wijanarto. Secara garis besar para pembahas memberikan apresiasi kepada BIG karena sudah merangsang kemandirian teknologi di Indonesia terkait informasi geospasial. Setelah workshop berakhir, disambung acara berikutnya yakni pembagian hadiah doorprize dan pengumuman pemenang Treasure Hunt yang juga dilaksanakan pada hari yang sama. Semoga workshop ini dapat meningkatkan khazanah terkait aplikasi dan teknologi IG yang terus berkembang di masa depan. (KA/LR)