Rabu, 27 November 2024   |   WIB
id | en
Rabu, 27 November 2024   |   WIB
WRI Indonesia kunjungi BIG terkait pelaksanaan Kebijakan Satu Peta

Cibinong, Berita Geospasial - Agar tercapainya Kebijakan Satu Peta (KSP), Badan Informasi Geospasial (BIG) ditunjuk sebagai satu-satunya lembaga yang ditugaskan  untuk membuat peta dasar Indonesia. Demi tercapainya KSP, WRI Indonesia sebagai Lembaga Kajian Independen yang mengaktualisasikan data dan informasi, mengunjungi kantor BIG di Cibinong pada tanggal 26 Januari 2017 lalu, bertempat di Ruang Rapat Gedung Utama BIG.

Pada kunjungan ini, rombongan WRI Indoensia disambut oleh kepala BIG, Hasanuddin Z. Abidin dan jajaran stafnya. Pada kunjungan ini WRI Indonesia bermaksud menjelaskan perkembangan Indonesian Peat Prize, dimana BIG sebagai penyelenggara dan WRI sebagai pelaksana perlombaannya. Nirarta Samadhi salaku direktur WRI Indonesia menjelaskan Indonesia Peat Prize ini memasuki tahap 2, dimana dalam tahap ini dilakukan pengembangan solusi yang berjalan dari bulan Juni 2016 sampai dengan Juni 2017.

Pada pengujian metode pada tahap ini , peserta akan diberikan data pengukuran lapangan oleh panitia sehingga peserta dapat membandingkan hasil pengukuran dan mengkalibrasi metode mereka. Kemudian, metode dan hasil temuan diserahkan dan dinilai oleh Dewan Penasihat Ilmiah (SAB). “Terpilih 10 peserta yang lolos pada tahap 2 ini yang selanjutnya akan dilakukan uji coba tahap pengembangan solusi yang bertempat di Provinsi Riau, dengan luas daerah mencapai 50.000 ha”, tambah Nirarta.

Pada paparan selanjutnya Nirarta memaparkan pemahaman atas Kebijakan Satu Peta, menurutnya KSP adalah perbaikan tata guna lahan secara menyeluruh, dan bukan sekedar penyediaan peta.  Perlunya inisiatif satu peta di tingkat tapak akan mendorong penguatan Jaringan Informasi Geospasial Daerah (JIGD) yang dijalankan melalui penguatan lima pilar IG, sesuai Perpres No.27/2014 tentang Jaringan Informasi Geospasial Nasional (JIGN).

Nirarta menambahkan inisiatif satu peta pada tingkat tapak ini bersandar pada kolaborasi multi-pihak melalui dibentuknya ‘kamar tengah’ dimana pemerintah dan mitra dapat berkoordinasi dan bersinergi dalam operasionalisasi KSP di daerah. “Dalam hal ini WRI Indonesia ditugaskan memfasilitasi ‘kamar tengah’ satu peta, forum ‘kamar tengah’ ini menjadi penggerak kamar dan kelompok kerja lain, seperti kamar pemerintah, kamar perusahaan, kamar petani kecil, kamar masyarakat adat dan kamar lainnya. Dari forum ini akan didapatkan kelompok-kelompok kerja demi tercapainya KSP”, ungkap Nirarta.

Pada sesi diskusi, Nurwadjedi, selaku Deputi Informasi Geospasial Tematik (IGT) BIG menyampaikan, pemerintah saat ini sedang fokus menyediakan peta dalam skala 1:50.000. “Perlu diperjelas, sejauh mana keterlibatan pemangku kepentingan di tingkat tapak yang diharapkan dari WRI dan BIG. Asumsi saat ini adalah WRI memiliki kemampuan untuk membantu komunikasi dan koordinasi dengan para pemangku kepentingan, sehingga dapat membantu proses sinkronisasi yang ada. Seperti, sinkronisasi segman batas wilayah dan batas kawasan hutan sehingga hasil akhir lebih cepat diperoleh”, ujar Nurwadjedi. Salah satu usulan tentang peran WRI dalam KSP ialah fokus pada kontribusi dalam proses sinkronisasi terutama membantu percepatan di Sumatera.

“Peta yang digunakan dalam inisiatif ini adalah skala 1:50,000, namun dalam proses sinkronisasi di tapak dibutuhkan peta skala lebih besar, misal pemetaan partisipasi oleh masyarakat adat. Peta dengan skala besar inilah yang antara lain disalurkan kepada pemerintah melalui skema Kamar Tengah, dimana pada Kamar Tengah mungkin dapat diberikan saran terkait perbaikan peta dari masyarakat sesuai dengan standard dari Pemerintah dalam hal ini ialah BIG. Jika telah melalui proses klarifikasi, verifikasi dalam Kamar Tengah dan dinilai telah memenuhi standar maka Pemerintah dapat mengadopsinya”, tanggap Nirarta.

 

Pada akhir diskusi Hasanuddin memberikan arahan perlu adanya peraturan dimana pihak swasta atau masyarakat bisa menyerahkan IG yang mereka punya kepada pemerintah melalui BIG. dalam hal ini BIG juga perlu segera menyelesaikan semua Norma Standar Prosuder dan Kriteria (NSPK) yang terkait dengan tata kelola penyelenggaraan IG. Sehingga siapapun yang melaksanakan akuisisi  data IG dapat menghasilka peta dalam standar yang sama. “Terkait kerjasama antara BIG dengan WRI, WRI dapat melakukan koordinasi lebih lanjut terkait implementasi KSP dan forum kamar tengah dengan BIG, melalui deputi IGT selaku penanggung jawab KSP dan juga melibatkan deputi IIG karena adanya dimensi penguatan JIGD dan PPIDS”, tambah Hasanuddin. (HA/LR)