Palembang, Berita Geospasial – Dalam rangkaian Workshop Geospasial dalam Kolaborasi Tunas Integritas Nasional II Tahun 2016, Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Prof. Hasanuddin Zainal Abidin juga memberikan kuliah umum di Universitas Sriwijaya (Unsri), Palembang. Kuliah umum itu diselenggarakan oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), pada hari Kamis, 2 Maret 2017, betempat di Aula Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya, Palembang.
Kuliah Umum ini dibuka oleh Dekan Fakultas MIPA Unsri Iskhaq Iskandar. Beliau menyampaikan bahwa penguatan sumber daya manusia dapat dimulai dari penguatan SDM di bidang Informasi Geospasial (IG). “Data statistik dan data spasial dibutuhkan untuk pembangunan negara, namun SDM di bidang Informasi Geospasial masih sedikit sehingga pemahaman dan pengaplikasian untuk pembangunan masih sulit untuk diterapkan menyeluruh”, ungkapnya. BIG sebagai lembaga pembina SDM bidang IG di Indonesia memiliki peran besar terkait pengembangan SDM IG di Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang IG.
Untuk itu, Hasanuddin Z. Abidin selaku Kepala BIG hadir di Universitas Sriwijaya untuk memberikan kuliah umum mengenai penguatan SDM Informasi Geospasial berbasis kompetensi. Dalam kuliah umum ini, Hasanuddin memaparkan pengenalan singkat mengenai IG kepada para peserta. Beranggapan bahwa istilah Geospasial terdengar asing, Hasanuddin menjelaskan bahwa data spasial adalah data yang terkait dengan Jarak, Sudut, Ketinggian, Kedalaman, Koordinat, Gayaberat, Pasut, Foto Terestris, Foto Udara, Citra Satelit, dll. Sedangkan IG adalah keterangan terkait Jaring Kontrol Koordinat/Tinggi/ Gayaberat, Peta (RBI & Tematik), SIG, Basis Data, Geoportal, dll. Ilmu mengenai Geospasial ini dapat dipelajari dalam ilmu Geografi, Geodesi, Geomatika, Ekonomi Geospasial, Geospatial Intelligence, Geostatistik, dll.
“Ilmu Geospasial sangat bermanfaat untuk sebuah perencanaan pembangunan tata kota, wilayah, negara”, demikian disampaikan Hasanuddin kepada para mahasiswa/i. Selain untuk pembangunan yang baik karena terencana dan terstruktur jelas dalam data spasial, manfaat IG yang lain adalah dapat digunakan untuk kebijakan pembangunan berkelanjutan, kesejahteraan masyarakat, pengayaan khasanah keilmuan, dan untuk pertahanan keamanan negara.
Peran strategis IG untuk pembangunan sangat diperlukan karena berdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 2011 Pasal 12 dan 15 setiap pemerintah ternyata harus memiliki data dengan elemen geospasial sebagai patokan kebijakan yang akan diambil. Dalam pemaparan Hasanuddin membeberkan fakta bahwa ± 90% kegiatan pemerintah memiliki Elemen Geospasial di mana Geospasial Database yang Dataset Fundamental meliputi : Peta Hidrografi, Peta Hipsografi, Peta Transportasi, Peta Tutupan Lahan, Peta Garis Pantai, dll. Adapun Dataset Tematik adalah Peta Geologi, Peta Demografi, Peta Vegetasi, Peta Bencana, Peta Meteorologi, Peta Perencanaan Wilayah, dll. Terlihat bahwa sekitar 65% kegiatan pemerintah memakai Elemen Geospasial sebagai pengenal utama.
Hasanuddin menyampakan bahwa arah kebijakan untuk pembangunan regional adalah untuk pembangunan kawasan perbatasan dan daerah tertinggal, pembangunan desa, reforma agrarian, mitigasi dan adaptasi bencana, dan percepatan pembangunan. Hal ini membuktikan bahwa diperlukan untuk implimentasi kebijakan pembangunan secara efektif dan efisien.
Dalam hal ini, Badan Informasi Geospasial (BIG) memiliki tugas pokok dan fungsi yang lebih luas; tidak sekedar mengkoordinasikan dan melaksanakan kegiatan survei pemetaan untuk menghasilkan peta, namun membangun IG yang dapat dipertanggungjawabkan dan mudah diakses. Hasanuddin menyatakan bahwa BIG sebagai regulator dalam menyusun kebijakan dan membuat perundang-undangan terkait penyelenggaraan pembangunan Infrastruktur IG (IIG), sebagai eksekutor penyelenggara tunggal Informasi Geospasial Dasar (IGD), dan sebagai koordinator pembangunan IG dalam hal pengintegrasian Informasi Geospasial Tematik (IGT).
Permasalahan terkait IG di Indonesia adalah seperti permasalahan peta tema yang sama diterbitkan lebih dari satu lembaga tanpa koordinasi; beberapa peta tidak diterbitkan oleh instansi yang berwenang; hasil analisis IG yang berbeda (contoh jumlah pulau dan luas wilayah hutan); tumpang tindih lahan menggunakan izin (lisensi); IGD masih jarang digunakan sebagai dasar untuk membuat peta; citra satelit untuk wilayah yang sama dibeli oleh lebih dari satu lembaga. Kemudian permasalahan pada data geospasial adalah seperti Geo-Referensi yang tidak seragam, ketersediaan data terbatas, data up to date dan tidak akurat, tidak bisa diakses, dan tidak dimanfaatkan seara optimal. Hal ini menyebabkan rendahnya kualitas pengambilan keputusan dan menurunnya tingkat pencapaian pembangunan nasional. Hal ini disampaikan Prof. Hasanuddin untuk memperlihat bahwa betapa perlunya ketersediaan data spasial yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan dalam pembangunan nasional.
Untuk itu, kebijakan Presiden Joko Widodo untuk meneruskan Kebijakan Satu Peta (KSP) dan menerapkannya dalam program NawaCita. One Map Policy atau Kebijakan Satu Peta. Informasi Geospasial diperlukan oleh instansi pemerintah dan masyarakat di semua tingkatan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dalam semua aspek pembangunan nasional. KSP bertujuan untuk membuat peta yang mengacu pada Satu Georeferensi, Satu GeoStandard, Satu Geodatabase, dan Satu GeoCustodian pada tingkat akurasi skala peta 1: 50.000.
Adapun cakupan nasional dan ketersediaan peta RBI juga masih banyak menjadi PR bagi BIG. Dibutuhkan skala hingga 1:1000 untuk Pembangunan KEK dan KI dan dan Pembangunan kota cerdas. Selain itu, menurut Hasanuddin, yang menjadi impian dari BIG untuk membantu perencanaan pembangunan dan pembantu pengambilan kebijakan pemerintah adalah dengan adanya KSP data spasial menjadi satu referensi yang tersusun tertata. Hasanuddin mencontohkan pentingnya juga pemetaan integrasi tematik yang diaplikasikan diatas peta dasar dapat dibutuhkan sewaktu-waktu.
“Misalnya, jika sedang ada wabah penyakit, bisa dipetakan di daerah mana saja yang resiko tinggi tertular. Data ini juga sudah disurvei dari rumah-ke-rumah. Setiap rumah disurvei dari berbagai aspek, sehingga jika dibutuhkan bermacam-macam data spasial tematik, akan muncul dalam sekali klik muncul tuh di mana saja yang sakit, di-klik lagi dari latar belakangnya bagaimana. Kondisi sosial ekonominya, keluarganya, pekerjaannya. Macam-macam. Jadi dari situ bisa dengan mudah diketahui kebijakan apa yang bisa diambil”, Tutur Hasanuddin. Kuliah umum di Unsri ini mendapatkan antusias yang baik dari peserta kuliah umum. Bukan hanya mahasiswa sarjana, namun juga pasca sarjana, pekerja yang ada di bidang geospasial, pemda Palembang, hingga Dinas Tata Ruang dan Agraria Palembang pun turut hadir dan antusias dalam kuliah umum dan diskusi terbuka ini. (ME/LR)