Rabu, 06 November 2024   |   WIB
id | en
Rabu, 06 November 2024   |   WIB
BIG Gandeng ITB Bahas Survei Terpadu dalam Rangka Mewujudkan Geoid Indonesia dan Penelitian Bersama

Berita Geospasial, Bandung – Badan Informasi Geospasial (BIG) menggandeng Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk membahas pelaksanaan survei terpadu dalam rangka mewujudkan Geoid Indonesia, serta penelitian bersama. Hal itu nampak dari penyelenggaraan Diskusi Bersama antara Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika (PJKGG), BIG bersama Teknik Geodesi dan Geomatika, Institut Teknologi Bandung pada tanggal 3 Februari 2017. Penyelenggaraan diskusi bersama tersebut diinisiasi oleh PJKGG BIG sebagai bentuk persiapan pelaksanaan survei terpadu di tahun 2017.

Survei terpadu yang akan dilaksanakan tersebut bertujuan untuk mewujudkan geoid Indonesia. Adapun pada tahun ini, survei terpadu difokuskan di Pulau Sulawesi sebagai pilot project. Pelaksanaan survei terpadu meliputi beberapa pekerjaan, seperti : pemutakhiran titik Gayaberat Utama (GBU), pengukuran gayaberat teristris di beberapa lokasi terpilih, penentuan posisi titik GBU termasuk pengukuran sipat datar, dan pemutakhiran Tanda Tinggi Geodesi (TTG). Pemutakhiran titik GBU bertujuan untuk menyelenggarakan Jaring Kontrol Gayaberat Nasional (JKGN).

Pemutakhiran tersebut tidak terbatas pada pemutakhiran fisik seperti pembangunan dan perawatan pilar, akan tetapi juga pemutakhiran nilai gayaberat absolut melalui pengukuran ulang. PJKGG menargetkan pada tahun 2017 akan dapat memutakhirkan 34 titik GBU. Total jumlah titik GBU yang akan tersedia di Indonesia sampai tahun 2017 berjumlah 44 titik, yang terdiri dari : 10 titik GBU yang telah dimutakhirkan pada tahun 2016 dan 34 titik pada tahun 2017. Antonius B. Wijanarto, Kepala PJKGG, menekankan bahwa dengan beban dan kompleksitas survei terpadu yang akan dikerjakan maka BIG perlu bekerjasama dengan berbagai pihak tidak hanya perguruan tinggi, namun juga instansi pemerintah dan swasta yang lain.

Dodi Sukmayadi, Deputi bidang Informasi Geospasial Dasar (IGD) BIG, meminta supaya berbagai pekerjaan yang akan dikerjakan didokumentasikan secara baik. Dodi menjelaskan bahwa pekerjaan survei terpadu perlu didasarkan pada dokumen teknis yang rinci dan jelas. Selain sebagai dasar pelaksanaan, dokumen teknis juga dapat menjadi dokumentasi yang sifatnya praktis dan ilmiah sehingga dapat berguna sebagai arsip dan rujukan di kemudian hari.

Adapun pengukuran gayaberat teristris di beberapa lokasi terpilih ditujukan untuk perapatan data gayaberat dari data gayaberat airborne yang telah dimiliki sebelumnya. Tujuan perapatan data gayaberat adalah meningkatkan ketersediaan dan kedetilan data gayaberat sehingga diharapkan dapat menghasilkan geoid yang semakin teliti. Pengukuran gayaberat teristris akan dilakukan di lokasi yang termasuk Kawasan Industrsi (KI) atau Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Pulau Sulawesi yang meliputi KEK Makassar, KI Bantaeng, KI Morowali, KI Konawe, KEK dan KI Palu, KEK dan KI Bitung, serta beberapa lokasi lain yang dianggap perlu.

Dengan peningkatan jumlah dan distribusi data gayaberat yang tersedia, diharapkan geoid yang dibentuk dapat memenuhi ketelitian untuk peta skala 1:5.000. Penentuan posisi melalui pengamatan Global Navigation Satellite System (GNSS) dan pengukuran sipat datar di titik GBU dan TTG terpilih digunakan untuk proses validasi geoid yang dihasilkan. PJKGG saat ini juga sedang melakukan penyusunan rencana dan skema terbaik untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Dua skema yang dipersiapkan meliputi skema pekerjaan secara swakelola atau dikontrakkan.

Pada agenda diskusi bersama tersebut juga dibahas rencana penelitian bersama. Penelitian bersama antara PJKGG tidak terbatas hanya dengan ITB, namun juga perguruan tinggi yang lain seperti Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Universitas Diponegoro, dan lain sebagainya. Penelitian bersama akan menginduk pada Kelompok Kerja Geodesi yang akan segera dibentuk dan disahkan. Dalam Pokja tersebut terdapat tiga kelompok atau working group (WG). Setiap WG memiliki fokus penelitian dan pekerjaan yang berbeda, namun ketiganya tetap terkait dengan Sistem Referensi Geospasial Indonesia (SRGI).

WG kesatu akan fokus dalam penyelenggaraan Jaring Kontrol Horisontal Nasional (JKHN) dan Jaring Kontrol Vertikal Nasional (JKVN). WG kedua fokus dalam penyelenggaraan JKGN termasuk model geoid Indonesia, sedangkan WG ketiga fokus pada penyelenggaraan layanan SRGI termasuk pengolahan data secara on-line. Di setiap WG akan terdapat perwakilan dari BIG serta perguruan tinggi.

Hasanuddin Z. Abibin, Kepala BIG, berpesan penelitian bersama perlu mengangkat tema sesuai dengan kebutuhan BIG. Hal tersebut bertujuan supaya hasil dari penelitian bersama dapat menjadi solusi serta rujukan terhadap permasalahan dan kebutuhan BIG. Di akhir diskusi, Hasanuddin juga memberikan beberapa arahan sekaligus pesan, seperti percepatan pembentukan Konsorsium Gayaberat Indonesia, peningkatan layanan melalui situs SRGI, serta optimalisasi rencana Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) termasuk proses pengawasannya.

Hasanuddin menjelaskan bahwa prioritas program yang perlu diselenggarakan adalah Informasi Geospasial Dasar, Infrastruktur Informasi Geospasial, Informasi Geospasial Tematik, dan capacity building. Salah satu program Informasi Geospasial Dasar yang akan diprioritaskan antara lain penyelenggaraan geoid Indonesia dan perapatan stasiun CORS. Oleh sebab itu, dia berharap supaya sebelum program tersebut dijalankan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) sudah disiapkan secara baik, termasuk pengawasan implementasi program. (BT/LR)