Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 tentang Informasi Geospasial (IG), Badan Informasi Geospasial (BIG) mempunyai tugas menjadi penyelenggara utama IG Dasar (IGD) di Indonesia. Selain itu, BIG juga memiliki tugas melakukan pembinaan terkait pemaknaan, pengarahan, perencanaan, dan evaluasi terhadap penyelenggaraan IG Tematik (IGT). Kemudian pada Pasal 56 tentang Pelaksana IG, disebutkan bahwa persyaratan teknis untuk mereka para pelaksana IG adalah memiliki sertifikat yang memenuhi klasifikasi dan kualifikasi sebagai penyedia jasa di bidang IG, serta memiliki tenaga profesional yang tersertifikasi di bidang IG.
Terkait dengan hal tersebut di atas, pada tanggal 18 Januari 2017 para pengurus Ikatan Surveyor Indonesia (ISI) Pusat melakukan kunjungan ke BIG. Kunjungan yang berlangsung di Ruang Rapat Gedung Utama BIG tersebut diterima oleh Kepala BIG, Hasanuddin Z. Abidin bersama Sekretaris Utama, Titiek Suparwati; Deputi bidang IGD, Dodi Sukmayadi; Deputi bidang IGT, Nurwadjedi; Kepala Pusat Standar Kelembagaan Informasi Geospasial (PSKIG), Suprajaka dan Kepala Pusat Penelitian, Promosi dan Kerja Sama (PPPKS), Wiwin Ambarwulan, penerimaan kunjungan dilaksanakan dalam suasana yang penuh kehangatan.
Dalam kunjungan kerja pengurus ISI ke BIG kali ini, Virgo Eresta Jaya, selaku ketua ISI menyampaikan bahwa kunjungan pengurus ISI pusat ke kantor BIG adalah untuk melakukan silaturahim dengan pimpinan BIG yang baru berganti. Selain itu pada kunjungan ini, ISI juga bermaksud menyampaikan beberapa hal terkait dengan perkembangan seputar profesi surveyor pemetaan di tanah air pada saat ini.
Virgo dalam presentasinya menyampaikan bahwa saat ini anggota ISI yang sudah terdaftar dalam database organisasi berjumlah 4.264 orang, yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan 11 komisariat sebagai perwakilan ISI di daerah. Dari jumlah anggota ISI yang telah terdaftar, hanya terdapat 297 anggota yang sudah memiliki sertifikasi surveyor, sementara yang berkategori asisten surveyor terdiri dari 1.166 anggota. Saat ini, para surveyor baik yang terdaftar sebagai anggota ISI ataupun tidak, dipusingkan dengan permasalahan harus memiliki beragam sertifikasi, tergantung dari pekerjaan bidang survei yang dikerjakan.
Terkait permasalahan yang dihadapi para surveyor tersebut, Virgo mewakili organisasi ISI menyampaikan 5 (lima) tantangan dalam profesi surveyor di Indonesia. Pertama, harapan agar surveyor di Indonesia bisa seperti surveyor-surveyor di negara lain yang hanya memiliki kebijakan satu lisensi surveyor. Karena saat ini di Indonesia untuk beberapa kebutuhan di beberapa bidang memiliki syarat sertifikasi sendiri-sendiri. “Terlebih saat ini di Indonesia profesi surveyor bisa saja diisi oleh bidang keilmuwan sembarang yang tidak terhubung sama-sekali dengan keilmuan kesurveian, contoh di salah satu kementerian dan lembaga yang menangani bidang survei pemetaan, ada surveyor dengan latar belakang keilmuan social”, tutur Virgo.
Kedua, terkait signature dan approval pada hasil pekerjaan survei, dalam hal ini diharapkan bahwa kedepannya di Indonesia, semua pekerjaan di bidang survei nantinya cukup ditandatangani oleh seorang surveyor saja untuk melakukan pengabsahan terhadap suatu hasil kerja bidang survei, bukan lagi pimpinan dari institusi yang mendapatkan dan mengerjakan pekerjaan survei.
Ketiga, urgensi penggunaan tenaga surveyor bersertifikat untuk mendukung seluruh pekerjaan terkait peta tata-ruang di seluruh lingkungan pemerintah daerah. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin hasil pekerjaan sesuai dengan standar yang berlaku di tingkat nasional.
Keempat, mendorong BIG agar pada setiap kegiatan terkait survei dan pemetaan mensyaratkan sertifikasi personil surveyor sesuai dengan amanat UU-IG, dan kelima menawarkan kepada BIG dan Kementerian ATR/BPN untuk bersama dengan ISI dapat mewujudkan terbitnya undang-undang profesi surveyor sebagai perwujudan dari ide one licency surveyor.
Menanggapi berbagai usulan yang disampaikan oleh pengurus ISI, Kepala BIG, Hasanudin mengatakan bahwa BIG merespon secara baik berbagai usulan yang disampaikan ISI, dan akan menindaklanjuti hal tersebut dengan menugaskan kepada pihak yang kompeten dalam pengelolaannya.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Suprajaka, Kepala PSKIG BIG, dalam menanggapi usulan tentang one licency surveyor, menerangkan bahwa BIG sebagai competent authority bidang surveying, dan dalam salah satu statement di Federation de Geometres (FIG) pada kolom 8 terkait social, economy, natural resources dan lain sebagainya menyebutkan bahwa surveyor dalam arti luas tidak terbatas pada skema pengumpulan saja. Suprajaka juga mengungkapkan bahwa melalui KKPK bidang IG, BIG mengusulkan kepada Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia 7 paradigma tenaga surveyor dalam arti luas. (DA/LR)