Cibinong, Berita Geospasial BIG - Geoid Indonesia sebagai Sistem Referensi Geospasial Vertikal Nasional Indonesia diatur melalui Peraturan Kepala (Perka) Badan Informasi Geospasial (BIG) Nomor 15 tahun 2013. Berdasarkan Perka tersebut, Geoid Indonesia dihasilkan melalui survei gayaberat yang diikatkan pada Jaring Kontrol Gayaberat Nasional (JKGN) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (IG). Sayangnya sampai dengan tahun 2017, geoid Indonesia belum dapat diwujudkan secara optimal dan memadai, serta memenuhi kriteria baik dari aspek ketelitian, maupun spasial. Untuk membahas rencana memujudkan geoid Indonesia yang baik, serta usulan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN), pada tanggal 24 Januari 2017, diadakan rapat bersama antara Kepala BIG dan Tim Teknis Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika (PJKGG), sebagai penyelenggara utama bidang jaring kontrol geodesi dan geodinamika di BIG.
Geoid Indonesia yang saat ini ada masih bersifat parsial atau dalam cakupan regional seperti pulau-pulau tertentu. Salah satu kendala yang menghambat dalam mewujudkan geoid Indonesia dengan cakupan nasional adalah terbatasnya jumlah dan distribusi data gayaberat, serta infrastruktur lain yang diperlukan dalam proses validasi geoid seperti Tanda Tinggi Geodesi (TTG). Berbagai upaya telah dilakukan untuk mewujudkan geoid Indonesia, antara lain pelaksanaan survei gayaberat airborne yang telah diselenggarakan pada tahun 2008 s.d. 2013 di Pulau Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Survei tersebut merupakan hasil kerjasama antara BIG dengan Technical University of Denmark (DTU) yang bertujuan untuk mempercepat dan memperbanyak jumlah data gayaberat. Namun demikian, geoid yang dihasilkan dari survei tersebut dinilai masih menyimpan berbagai pertanyaan dan aspek teknis yang perlu diperjelas secara lebih komprehensif.
Penyelenggaraan survei gayaberat airborne secara mandiri dianggap sebagai suatu terobosan yang mampu mempercepat terwujudnya geoid Indonesia sebagai pekerjaan rumah (PR) BIG yang belum mampu diselesaikan. Kepala BIG, Hasannudin Z. Abidin, mengatakan bahwa geoid Indonesia harus memiliki ketelitian mencapai ± 10 cm. Hal itu bertujuan agar geoid Indonesia dapat dimanfaatkan untuk berbagai aspek baik keilmuan maupun praktis. Kepala BIG berharap PJKGG menyusun rumusan teknis dan rencana kerja yang matang dan terstruktur supaya target geoid Indonesia dapat tercapai.
PJKGG sebagai unit kerja yang bertanggungjawab dalam mewujudkan geoid Indonesia siap menjawab tantangan tersebut. Kepala PJKGG, Antonius Bambang Wijanarto mengatakan “Survei gayaberat airborne akan dilakukan di darat dan laut wilayah Indonesia. Oleh sebab itu, kami berharap bahwa geoid Indonesia yang akan dibentuk dapat memiliki ketelitian ± 10 cm, serta menghasilkan data yang seamless.” PJKGG menargetkan bahwa geoid Indonesia akan mampu terbentuk sebelum tahun 2021. Oleh sebab itu, serangkaian rencana aksi telah dipersiapkan untuk mencapai target tersebut.
Di tahun 2017 ini, PJKGG akan menyelenggarakan survei terpadu yang difokuskan di Pulau Sulawesi. Pulau Sulawesi dipilih karena data gayaberat airborne yang telah dimiliki dinilai dapat dioptimalkan melalui reprocessing data. Survei terpadu tersebut diarahkan untuk menyelenggarakan Jaring Kontrol Geodesi baik Jaring Kontrol Horisontal Nasional (JKHN), Jaring Kontrol Vertikal Nasional (JKVN), dan JKGN yang berguna untuk mendukung terwujudnya geoid Pulau Sulawesi. Apabila survei terpadu tersebut berhasil dan menghasilkan capaian sesuai target, survei terpadu akan dilakukan di tahun-tahun berikutnya. Target-target capaian dari survei terpadu Pulau Sulawesi antara lain pemutakhiran TTG, pemutakhiran dan pengukuran gayaberat absolut di titik Gayaberat Utama (GBU) sebagai realisasi JKGN, dan pengukuran sipat datar di TGG dan titik ikat Pasang Surut.
Selain infrastruktur yang berwujud fisik, persiapan dalam mewujudkan geoid Indonesia juga dilakukan melalui peningkatan kapasitas sumberdaya manusia (SDM). Hal itu nampak pada keikutsertaan dari beberapa pegawai di PJKGG dalam short course di National Chiao Tung University (NCTU), Taiwan dengan tema survei gayaberat airborne dan pemodelan geoid melalui program Riset Pro Non Gelar, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Selain itu, PJKGG juga menyiapkan skenario usulan pembiayaan survei gayaberat airborne yang akan diajukan pada PHLN yang dialokasikan untuk BIG dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada tahun 2018 s.d. 2021. Dalam usulan pembiayaan tersebut, PJKGG berencana untuk membeli berbagai instrumen yang diperlukan untuk menyelenggarakan survei gayaberat airborne,antara lain gravimeter absolut dan relatif. Biaya lain yang diusulkan berkaitan dengan teknis pelaksanaan survei gayaberat airborne adalah komponen sewa pesawat dan survei validasi geoid termasuk asistensi dari para pakar dalam pemodelan geoid.
Hal lain yang disepakati pada rapat adalah survei gayaberat airborne untuk mewujudkan geoid Indonesia, perlu dilakukan segera dan mandiri. Keterlibatan para pakar untuk memastikan survei berjalan sesuai rencana tetap diperlukan, namun pada jumlah dan ruang yang terbatas. Pada akhirnya, komitmen dari seluruh warga BIG, mulai dari jajaran pejabat sampai pegawai, serta dukungan dari para pemangku kepentingan adalah jawaban sekaligus penentu kapan dan bagaimana geoid Indonesia akan diwujudkan. (Bagas Triarahmadhana/LR)