Cibinong, Berita Geospasial BIG - Pada hari Kamis, tanggal 24 November 2016 yang lalu, telah dilaksanakan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Badan Informasi Geospasial (BIG), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul tentang Pengelolaan Parangtritis Geomaritime Science Park (PGSP). PKS ini terselenggara untuk menindaklanjuti Kesepakatan Bersama antara BIG, UGM, dan Pemkab Bantul, dalam rangka untuk mendukung pengelolaan PGSP. Objek dari PKS ini adalah PGSP sendiri.
Adapun ruang lingkup dari PKS ini adalah : pemanfaatan informasi geospasial untuk pengelolaan sumber daya kemaritiman dan kepesisiran; meningkatkan layanan dalam penyediaan informasi geospasial kemaritiman dan kepesisiran; mengembangkan aplikasi teknologi dan informasi geospasial untuk kesejahteraan masyarakat umum dan masyarakat pesisir pada khususnya; melakukan riset kolaboratif; melakukan pengabdian dan pemberdayaan masyarakat; melaksanakan sosialisasi dan implementasi hasil riset kolaboratif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; meningkatkan kompetensi sumberdaya manusia; dan meningkatkan peran museum gumuk pasir sebagai sarana pembelajaran. Penandatanganan dilaksanakan oleh Kepala Pusat Penelitian, Promosi, dan Kerja Sama (PPPKS) BIG, Wiwin Ambarwulan, bersama dengan Bupati Bantul, Suharsono. PKS ini merupakan perpanjangan dari PKS sebelumnya yang telah berakhir masa berlakunya untuk tema dan ruang lingkup yang sama.
Sebelum dilaksanakan penandatanganan, dilaksanakan pertemuan antara Sekretaris Utama BIG, Titiek Suparwati, Bupati Bantul, Suharsono, Kepala PPPKS BIG, Wiwin Ambarwulan, dan Kepala PGSP BIG, Theresia Retno Wulan. Dalam sambutannya Titiek menyampaikan harapannya agar PGSP tidak hanya menjadi sekedar tempat untuk riset, tetapi juga memberikan manfaat bagi Kabupaten Bantul dan daerah sekitarnya, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dalam pertemuan yang juga dihadiri sejumlah perwakilan dari SKPD Kabupaten Bantul, disampaikan bahwa BIG tengah mengembangkan Sistem Informasi Geospasial Desa (SIGDes). Dimana saat ini sudah ada web prototype-nya berupa Web Gis Desa Parangtritis. “Harapannya Web Gis Desa Parangtritis ini dapat menjadi contoh bagi desa-desa lainnya, bisa ditunjuk dari SKPD, dan sebagainya, supaya ada manfaatnya”, tandas Titiek.
Acara kemudian dilanjutkan dengan paparan dari Kepala PGSP BIG, Theresia Retno Wulan yang menjelaskan tentang SIGDes. Disampaikan bahwa web prototype ini untuk Desa Parangtritis. Terutama mengingat Nawacita Pemerintahan Jokowi saat ini yang menekankan pembangunan dari desa dan daerah pinggiran, maka SIGDes ini tentu sangat bermanfaat bagi perencanaan pembangunan nasional. Untuk kebijakan pembangunan desa di Kabupaten Bantul sendiri ada beberapa jenis, seperti : terkait status desa ada desa perdesaan dan desa perkotaan; untuk kategori desa ada desa wisata dan desa tangguh bencana; sementara terkait desa wisata ada desa mandiri, desa tumbuh, desa berkembang, dan desa rintisan.
SIGDes Parangtritis untuk mendukung pembangunan desa ini dapat digunakan untuk penentuan sasaran pembangunan, besaran anggaran, dan lain-lain, yang nantinya akan mempengaruhi kebijakan dan program pembangunan, tentunya dalam rangka menuju pembangunan yang tepat sasaran. “Web SIGDes ini bentuknya web tapi sudah ber-referensi geospasial, sudah by name by addres, tinggal penggunaan lahannya untuk apa. Pekerjaan ini kebetulan menggunakan lancarmapper, jadi open source dan free”, ungkap Retno. SIGDes Parangtritis ini juga bisa digunakan untuk analisis tematik, contohnya dari koordinat rumah per Kepala Keluarga (KK) bisa didapatkan data berupa kepemilikan rumah, aset, distribusi dan analisis bantuan pengentasan kemiskinan, dan lain-lain. Sedangkan dari data berupa persil sawah juga bisa didapatkan informasi berupa kepemilikan lahan sawah, masa tanam, kebutuhan pupuk, waktu panen, sistem pelaporan pertanian. Data-data tersebut tentunya berguna bagi perencanaan pembangunan di Indonesia.
Meskipun begitu ada beberapa kendala terkait penyusunan dan pemanfaatan SIGDes, yang dikelompokkan dalam 4 pokok yaitu : kendala resolusi data, kendala kompilasi dan integrasi data, kendala akses data, dan kendala sumber daya manusia. Retno juga menyampaikan beberapa strategi untuk penyelesaian masalah, yaitu : terkait regulasi, pengalokasian APBD untuk aktivitas pembangunan desa, pembentukan taskforce multistakeholders di provinsi, dukungan pemerintah pusat terkait data dan kebijakan, komunikasi dan koordinasi peran provinsi dan kabupaten, fasilitasi sinkronisasi data dengan membuat standard data, penentuan wali data dan pengelola sistem basisdata, serta pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan SIGDes.
Sebagai penutup disampaikan bahwa regulasi/dasar hukum berfungsi sebagai dasar pelaksanaan program; regulasi dapat berasal dari prioritas pembangunan desa secara tematik di masing-masing daerah; prioritas desa perlu ditetapkan untuk mengantisipasi keterbatasan anggaran; prinsip satu data menjadi dasar dalam penetapan kebijakan; prinsip partisipasi diadopsi untuk menggerakkan seluruh elemen sehingga dapat memperkaya penggunaan sumber anggaran. Bupati Bantul terlihat tertarik dan sangat mengapresiasi apa yang telah disampaikan oleh BIG. Suharsono menyampaikan bahwa SIGDes ini sangat bermanfaat terutam bagi daerah-daerah, dan harapannya kerja sama dengan BIG ini dapat terus berlangsung untuk wilayah lain yang ada di DIY, ataupun desa lain yang ada di Kabupaten Bantul. Acara pun ditutup dengan penandatangan PKS antara BIG, UGM, Pemkab. Bantul terkait pengelolaan PGSP. (LR)