Rabu, 06 November 2024   |   WIB
id | en
Rabu, 06 November 2024   |   WIB
Pengembangan Kecerdasan Ekologi melalui Aktualisasi Geografi Pengajar Indonesia

Bandung, Berita Geospasial - Di era modern ini perkembangan teknologi berjalan dengan pesat. Berbagai eksploitasi sumberdaya alam (SDA) yang berlebihan menjadi penyebab menurunnya kualitas lingkungan. Manusia mempunyai peran strategis untuk mencegah, mengantisipasi, dan menanggulangi kerusakan lingkungan, salah satunya melalui pendidikan. Menilik hal tersebut, para mahasiswa dari jurusan Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menyelenggarakan seminar nasional dengan tema 'Aktualisasi Geografi dalam Pengembangan Kecerdasan Ekologi' pada hari Rabu, 27 Juli 2016, bertempat di Balai Pertemuan UPI Achmad Sanusi, UPI, Bandung. Pada kesempatan ini Badan Informasi Geospasial (BIG), yang diwakili oleh Gatot Haryo Pramono, Kepala Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi Geospasial BIG menjadi salah satu keynote speaker pada acara tersebut.


 Acara dibuka dengan sambutan dari Ketua Jurusan Pascasarjana Program Studi Pendidikan Geografi UPI, Enok Maryani. Enok menyampaikan ucapan terima kasihnya melihat banyaknya peserta yang hadir. "Seminar nasional ini diadakan mengingat penyelematan bumi dari pemanasan global merupakan target di tahun 2030," ungkapnya. Sesuai dengan agenda pembangunan berkelanjutan, dimana hampir 50% terkait dengan penyelamatan bumi sebagai ekologi global. Kepedulian dan partisipasi dalam menyelamatkan bumi dari kerusakan dan bencana adalah kewajiban bersama. "Melalui seminar ini kita akan terus diingatkan untuk bisa mengaplikasikan pendekatan ekologis dalam mengembangkan kecerdasan ruang pada khususnya dan kecerdasan geografis pada umumnya," tandas Enok.

Menyusul kemudian adalah sambutan dari Ana Permanasari, Wakil Direktur bidang akademik SPs UPI. Ana juga mengungkapkan apresiasinya atas partisipasi dan antusias peserta yang besar. Seminar nasional ini diharapkan bisa meningkatkan pemahaman tentang ekologi, meskipun dilihat dari tinjauan geografis. "Mudah-mudahan kita bisa mendapatkan ilmu terkait bagaimana membangun kecerdasan ekologis, sehingga  kecerdasan kita semakin bertambah tidak hanya dari buku atau teori saja," demikian disampaikan Ana. Seiring dengan berakhirnya sambutan tersebut, acara seminar nasional pun dibuka dengan pemukulan gong sebanyak 3 kali. Menyusul kemudian adalah tarian pembukaan dari para mahasiswa pendidikan geografi UPI berjudul 'Mojang Priangan'.

Setelah peserta disegarkan dengan penampilan tarian, acara dilanjutkan dengan materi sesi 1, dimana Mamat Ruhimat, Dosen Jurusan Pendidikan Geografi yang menjadi moderatornya. Sesi pertama ini menghadirkan 3 narasumber, yaitu : Matsumoto Toru, Guru Besar Bidang Lingkungan di Kitakyusu Jepang; Indriyani Rachman, Ph.D Fakultas Enviromental Engineering Universitas Kitakyushu; serta Gatot J. Pramono, Kepala Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi Geospasial BIG. Pada materi pertama Matsumoto didampingi oleh Indriyani Rachman yang sekaligus menjadi penerjemah. Materi yang dibawakan terkait pelestarian lingkungan di Kitakyushu Jepang sebagai realitas pembelajaran.

"Kitakyushu merupakan kota yang terkenal dalam mengelola lingkungan hidup. Saya dan UPI telah lama bekerja sama terkait pendidikan lingkungan hidup. Kitakyushu sendiri memiliki sejarah yang panjang dalam dunia industri sejak 110 tahun yang lalu," ungkap Matsumoto mengawali paparannya. Sejarah yang panjang dalam bidang industri tersebut menjadi awal penyebab pencemaran lingkungan di Kitakyushu. Namun sejak tahun 1970, para warga Kitakyushu bekerja sama untuk memperbaiki pencemaran lingkungan, hingga saat ini perjuangannya mulai membuahkan hasil dan lingkungan Kitakyushu berkurang pencemarannya. Salah satu perwujudannya adalah dengan disahkannya UU tentang Pembuangan Limbah Industri. Melalui UU ini pemerintah bisa memonitor pembungan limbah, sehingga tidak ada yang ke sungai lagi. Selain itu, diadakan juga program mengembalikan ikan ke sungai dan pelebaran sungai sehingga tidak banjir bila hujan. Sementara terkait pembuangan sampah, dibuat suatu aturan yang mewajibkan rakyat untuk membayar sesuai dengan seberapa banyak yang dibuang. "Di Kitakyushu juga terdapat eco-town, yaitu adanya pabrik tersendiri yang mengelola sampah untuk di-recycle, seperti sampah barang elektronik, botol plastik, kertas dan sebagainya," ungkap Matsumoto.

Setelah sesi diskusi tanya jawab, acara dilanjutkan dengan paparan kedua dari Indriyani Rachman yang mengangkat tema 'Melalui Dunia Pendidikan, Pemerintah Kota Kitakyushu Membangun Kecerdasan Ekologis Siswa, Menjadi Manusia  Yang Ramah Lingkungan'. Kota Kitakyushu dipilih karena memiliki sejarah yang menarik, dimana sebelumnya merupakan kota terkotor se-Jepang, sekarang menjadi kota terbersih di Jepang. Selain itu, kota Kitakyushu merupakan model lingkungan hidup terbaik bagi negara negara berkembang di dunia, dengan konsep masyarakat yang smart dan ramah lingkungan. Indriyani mengambil subjek penelitian SD Sugao Kitakyushu untuk mempelajari bagaimana peran pendidikan dalam program penyelematan lingkungan hidup di Jepang.

"Tiga programnya antara lain mengembangbiakan kunang-kunang, membersihkan air sungai dengan arang dari bambu, dan memberikan pupuk dari arang untuk tanaman sayuran," tandas Indriyani. Dijelaskan pula terkait musium lingkungan air yang ada di Kitakyushu, serta uji coba terkait program lingkungan hidup dengan tema air dan sungai yang telah dilaksanakan di Bandung dan Balikpapan. Diharapkan melalui seminar nasional ini akan dapat menginspirasi dan memotivasi para calon pendidik dan pengajar Indonesia, agar nantinya bisa menciptakan dan mengembangkan program lingkungan hidup yang bisa diterapkan di wilayahnya masing-masing.

Kemudian sesi dilanjutkan dengan materi ketiga dari Gatot J. Pramono yang mengambil tema 'Posisi Geografi Indonesia sebagai Poros Maritim'. Materi yang disampaikan antara lain terkait indonesia negara maritim terbesar di dunia, pembangunan tol laut,  ketersediaan Informasi Geospasial Dasar (IGD), serta Kebijakan Satu Peta (KSP). Dijelaskan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah laut, oleh karena itu tidak heran maritim dijadikan poros pembangunan Indonesia melalui Nawacita pemerintahan saat ini. Sementara untuk pembangunan tol laut direncanakan akan dibangun 24 pelabuhan besar yang tersebar di Nusantara dan 5 deep sea port. Untuk itu diperlukan arah kebijakan pengembangan transportasi penyeberangan untuk tahun 2015-2019, yaitu penyelesaian dan penguatan jalur lintas Sabuk Utara, Sabuk Tengah dan Sabuk Selatan serta poros penghubung. Terobosan regulasi termasuk kebijakan pengadaan kapal oleh pemerintah dan pembentukan Otorita Pelabuhan Penyeberangan.

Dari sisi Informasi Geospasial (IG), seiring dengan disahkannya Perpres No 9 Tahun 2016 tentang percepatan pelaksanaan KSP, pelaksanaan KSP pun diharapkan dapat mendukung poros maritim pada khususnya, dan pelaksanaan Nawacita pada umumnya. Hasil dari One Map IGT antara lain : Satu Peta Penutup Lahan, Satu Peta Pulau Kecil, Satu Peta Mangrove, Satu Peta Terumbu Karang, Satu Peta Padang Lamun, dan Satu Peta Karakteristik Perairan. Melalui paparan ini disampaikan pula harapannya agar KSP dapat berjalan dengan lancar dan dapat dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan di Indonesia.

Dengan berakhirnya paparan dari ketiga narasumber, sesi awal dari acara seminar nasional itupun berakhir. Tidak berhenti disitu, kegiatan dilanjutkan dengan diskusi tanya jawab. Setelah istirahat makan siang, seminar nasional dilanjutkan dengan sesi paralel yang membahas berbagai makalah terkait tema utama kegiatan. Kurang lebih ada 31 makalah yang akan dibahas pada sesi paralel ini. Semoga kegiatan seminar nasional ini dapat mengembangkan kecerdasan ekologi para calon pengajar di Indonesia didukung dengan aktualisasi geografi. (LR)