Jakarta, Berita Geospasial BIG – Agar tercapai standar referensi basis data geo-portal, percepatan kebijakan satu peta harus segera terlaksana. Standar referensi basis data geo-portal ini merupakan acuan untuk perbaikan data spasial, perencanaan tata ruang dan penyusunan kebijakan pengambilan keputusan. Sejalan dengan kebutuhan tersebut, Badan Informasi Geospasial (BIG) pada acara Pra Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Informasi Geospasial (IG) yang diadakan pada tanggal 14 April 2016 di Hotel Bidakara menyelenggarakan rapat Working Group (WG) yang dibagi menjadi tiga WG, masing-masing membahas topik yang berbeda yaitu, WG 1 : Kompilasi dan Penyediaan Data IG Nasional, WG 2 : Integrasi Data IGT terhadap IGD dan WG 3 : Sinkronisasi Data IGT.
Diskusi pada WG 3 dibuka oleh Khafid selaku Kepala Pusat Pengelolaan dan Penyebarluasan Informasi Geospasial BIG dan dipandu oleh Agung Indrajit selaku Kepala Bidang Pengelolaan Informasi Geospasial. WG 3 ini bertujuan untuk menyiapkan pedoman teknis tentang sinkronisasi IGT dari 19 Kementerian/Lembaga (K/L) terkait. Peta-peta ini diperiksa sistem referensi, standar dan topologinya agar tidak terjadi tumpang tindih pada data peta, dengan mengacu pada peta RBI skala 1:50.000. Agung Indrajit menjelaskan WG 3 ini masuk ke dalam tim Percepatan Kebijakan Satu Peta (KSP) yang tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) 2. Satgas 2 ini bertanggung jawab untuk memberikan rekomendasi dan merumuskan penyelesaian masalah sinkronisasi data IGT dan mendukung pelaksanaan koordinasi teknis untuk sinkronisasi data. Usulan dari anggota dalam WG 3 sangat diperlukan untuk memperbaiki draft pedoman teknis sinkronisasi.
Selanjutnya, sesi diskusi pada WG 3 dibuka oleh Yudianto dari Bappenas yang mengusulkan perlu adanya penjelasan istilah dalam proses sinkronisasi IGT, terkait tumpang tindih peta yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan, baru dilanjutkan dengan pendekatan untuk permasalahan tumpang tindih yang tidak diperbolehkan dan membuat kajian untuk mendukung rekomendasi pihak pengambil keputusan. Dari Biro Perencanaan Kementerian Kelautan Perikanan menyatakan perlu adanya dasar hukum, format aturan dan monitoring yang dibakukan dalam pembuatan draft sinkronisasi ini. Menanggapi hal ini, Khafid menjelaskan dasar hukum yang dipakai saat ini ialah Perpres No. 9 Tahun 2016 tentang percepatan Kebijakan Satu Peta pada Ketelitian Peta skala 1:50.000.
Sejauh ini masih dijumpai beberapa permasalahan terkait sinkronisasi data, seperti yang ada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mempunyai beberapa peta dengan skala 1:250.000, sedangkan menurut Perpres No. 9 Tahun 2016 peta yang digunakan, ialah peta dengan skala 1:50.000. Selanjutnya, Joko dari Badan Geologi ESDM menyatakan bahwa tumpang tindih lahan akan menjadi isu sentral dalam masalah sinkronisasi data IGT ini. Joko juga menjelaskan bahwa antara kawasan hutan, kawasan lindung dan tata guna lahan banyak dijumpai tumpang tindih pemanfaatan lahan, dan hal ini harus diantisipasi dalam penyusunan regulasi yang akan dirumuskan dalam Rakornas mendatang. (HA/SH/TR)