Selasa, 26 November 2024   |   WIB
id | en
Selasa, 26 November 2024   |   WIB
BIG Inisiasi FGD CBDRF RI-Malaysia

(Bandung – Berita Geospasial BIG). Dengan semakin berkembangnya teknologi Survei Pemetaan (surta), antara lainmelalui hadirnya teknologi Global Navigation Satellite System (GNSS), pengukuran koordinat dituntut untuk semakin mendekati ketepatan. Akurasi atau ketepatan perlu mendapat perhatian bagi penentuan koordinat sebuah titik/lokasi. Koordinat posisi ini akan selalu mempunyai 'faktor kesalahan', atau yang lebih dikenal dengan 'tingkat akurasi'.Demikian halnya dengan pengukuran koordinat pilar batas yang telah dilakukan pada batas wilayah RI – Malaysia. Kesepakaatan bersama antara RI-Malaysia untuk melakukan Survei Demarkasi Bersama (Joint Demarcation Survey) sepanjang garis batas, juga dilakukan dengan pengukuran koordinat yang teliti atau dengan tingkat akurasi yang memadai pada zamannya. Adapun kesepakatan bersama RI-Malaysia tentang Survey Demarkasi bersama (Joint Demarcation Survey) ini telah ditandangani pada 26 November 1973 yang lalu. Pelaksanaan Survei Demarkasi Bersama dilakukan pada 9 September 1975 – Februari 2000.  Pengukuran pilar batas tersebut menggunakan datum lokal Timbalai (Malaysia) serta proyeksi RSO. Berbeda dengan system pemetaan di Indonesia yang menggunanakan proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM). Setelah survei bersama tersebut, kedua belah pihak kemudian menyepakati untuk membangun datum bersama di perbatasan RI-Malaysia setelah proses demarkasi selesai dilaksanakan, sesuai MoU tahun 1974.

Untuk menindaklanjuti hasil MoU pada tahun 1973 tersebut, sejak tahun 2005 telah dimulai pertemuanCommon Border Datum Refrence Frame(CBDRF). Sejalan dengan hal itu, untuk mendapatkan rekomendasi dalam hal kebijakan, konsep dan teknologi dalam menyelesaikan perbedaan datum pada batas darat antara Indonesia dan Malaysia, pada Jumat 11 Maret 2016 di Hotel Aston, Bandung, Badan Informasi Geospasial (BIG) menyelenggarakan FGD CBDRF antara Indonesia dan Malaysia.FGD yangdibuka oleh Lulus Hidayatno mewakili Kepala Pusat Pemetaan Batas Wilayah (PPBW) BIGdan dipimpin Direktur Wilayah Pertahanan Ditjen Strahan Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Laksamana Pertama Harahap, menghadirkan para pakar Geodesi atau survei pemetaan ini mempunyai sasaran agar dihasilkannya rekomendasi dalam penyelesaian permasalahan terkait Datum antara RI-Malaysia dan arah kebijakan dalam pelaksanaan CBDRF RI-Malaysia, serta kesamaan persepsi terkait CBDRF RI-Malaysia. Para pakar pada kegiatan FGD CBDRF ini adalah Peneliti sekaligus Profesor Riset BIG, Sobar Sutisna, Hasanuddin ZA (ITB), Brigjen TNI Dedi Hadria (Direktur Dittop-AD), serta Kepala Bidang Pemetaan Batas Negara PPBW BIG, Lulus Hidayatno.

Pada paparannya Lulus Hidayatno mengatakan, setelah ditanda-tangani kesepakatan bersama RI-Malaysia, kemudian dilakukan Survei Demarkasi Bersama sepanjang garis batas yang dimulai 9 September 1975 – Februari 2000 dengan hasil sebanyak 19.328 pilar batas, beserta koordinatnya. Sejak  tahun 2000 dilanjutkan dengan kegiatan IRM (Investigation, Refixation and Maintenance) atau kegiatan untuk mengececk dan memperbaiki pilar-pilar batas yang telah terpasang.

Sebelumnya pada pertemuan CBDRF di Denpasar, Bali tahun 2011, Indonesia menyampaikan hasil hitungan parameter transformasi Datum Timbalai ke Datum WGS’84. Proses hitungan menggunakan asumsi nilai tinggi pada koordinat Datum Timbalai sama dengan nilai tinggi Ellipsoid dalam WGS’84. Pada pertemuan ini pihak Malaysia belum memberikan tanggapan terhadap nilai Parameter transformasi dari Indonesia. Pada pertemuan CBDRF di Port Dickson Malaysia tahun 2011, pihak Malaysia memberikan tangggapan terhadap parameter transformasi hasil penelitian dari pihak Indonesia. Pihak Malaysia melakukan perhitungan parameter transformasi Datum Timbalai ke Datum WGS’84. Selanjutnya, Lulus berharap agar FGD ini dapat menghasilkan metode transformasi yang sesuai dengan mempertimbangkan aspek teknologi, efisien, efektif dan teliti.

Sementara itu Peneliti Senior BIG, Sobar Sutisna mengatakan secara filosofis, koordinat patok batas RI-Malaysia tidak memiliki kesetaraan. Untuk itu sebaiknya IRM dihentikan dan solusi yang terbaik adalah CBDRF yaitu sistem yang netral yang memberikan itikad politik yang baik. Equal Acces yang diberikan kedua belah pihak merupakan sinyal saling menghormati dan kesetaraan dalam hubungan kedua Negara. “Untuk itu diadakan seminar/diskusi terkait CBDRF dengan mengundang Malaysia dan harap CBDRF segera disepakati sehingga memiliki kekuatan hukum”, demikian pungkas Sobar.Selanjutnya, Hasanuddin ZA (ITB) mengatakan bahwa komplikasi dalam pengelolaan batas terjadi disebabkan karena makna geometrik, datum geodetik, dan sistem proyeksi peta yang tidak diketahui atau tidak jelas pada entitas batas seperti, : perjanjian, dokumen, koordinat titik batas, deskripsi batas, peta batas dan lain-lain.

Saat ini BIG menggunakan SRGI(Sistem Referensi Geospasial Indonesia) 2013, Sistem ini menggunakan model deformasi berdasarkan 4 lempeng tektonik, 7 blok tektonik dan 126 data gempa. Namun saat ini infrastruktur geodetik dikawasan batas negara sangat  minim. Untuk itu solusinya adalah dengan membangun CBDRF dengan memperhatikan kesepakatan bersama mengenai kerangka referensi koordinat (WGS84, ITRF 2008/2014), metode realisasi, perangkat lunak, metode transformasi, cakupan transformasi dan jumlah titik sekutu. Sementara itu Brigjen Dedi Hadria (Dirtop-AD) pada paparannya menjelaskan tentang sejarah pelaksanaan Survei Demarkasi RI-Malaysia.

Tindak lanjut yang diharapkan dari hasil pertemuan FGD sementara menyimpulkan sebagai berikut :(1) Arah dan kebijakan CBDRF Project RI-Malaysia, sesuai mandat MoU 1973 bahwa koordinat hasil kegiatan demarkasi yang masih mengacu pada sistem referensi Malaysia supaya ditransformasikan ke dalam sistem datum bersama, yaitu WGS 84 pada ITRF 2000, dengan fix-point pengukuran GNSS pada pilar tipe C, dimana saat pengukuran demarkasi sejumlah 20.000-an pilar batas (1974 sd 2000) pilar tipe C adalah pilar yang mempunyai tingkat kepercayaan yang lebih dibanding tipe yang lain, karena diikatkan pada titik sekutu-nya Malaysia, dengan jarak per-5 km dan hal ini juga merupakan upaya untuk mencari homogenitas segmen per segmen. (2) Sampai saat ini status kegiatan CBDRF sudah menyelesaikan pengukuran CBDRF sejumlah 12 pilar pada common border, karena dirasa kurang sebaiknya dilakukan perapatan lagi. (3) Kegiatan kompilasi-komparasi dan analisis adjustment data traverse merupakan bagian dari kegiatan CBDRF, hal ini dilakukan untuk mendapatkan data yang sama bagi kedua-belah pihak baik RI maupun Malaysia guna dianalisa lebih lanjut, capaian sampai saat ini sudah 99% dari 20.000-an data pengukuran traverse. Diharapkan ke depannya kesepakatan antara kedua belah pihak dapat terwujud sehingga penentuan batas antar negara dapat segera ditetapkan dan disepakati. (YI/LR)