Segala sesuatu di dunia ini akan berjalan dengan baik apabila memiliki porsi/batasan masing-masing sebagaimana mestinya. Semisal matahari hanya bersinar di siang hari, bintang muncul di malamhari, dan dalam sehari itu hanya 24 jam, dimana batasannya Clean and Clear /jelas. Begitupun bila batasan ini diterapkan dalam bidang kewilayahan atau disebut batas wilayah, harus jelas dan tegas. Mulai dari tingkatan terkecil seperti batas rumah, batas halaman, Desa, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi hingga batas Negara. Dapat kita bayangkan apabila batas wilayah yang dimaksud tidak sesuai dengan pemahaman masing-masing pihak yang bersebelahan/tidak tegas dan jelas, hal tersebut akan mengakibatkan terjadi perselisihan. Badan Informasi Geospasial (BIG) sebagai lembaga pemerintah yang memiliki tanggungjawab di bidang Informasi Geospasial (IG), khususnya Pusat Pemetaan Batas Wilayah (PPBW) selalu berupaya dan berperan aktif demi terwujudnya batas Negara dan batas administrasi wilayah yang jelas dan tegas.
Pertemuan antar 2 negara Republik Indonesia (RI) dan Papua Nugini (PNG) di Bogor, Jawa Barat yang diselenggarakan selama 4 hari (27 – 30 April 2016). Indonesia, melalui Pusat Pemetaan Batas Wilayah (PPBW) BIG mengadakan perundingan batas negara darat dengan Pemerintah Papua Nugini (PNG). Perundingan ini membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan batas negara antara Republik Indonesia (RI) dengan Papua Nugini (PNG), baik pilar maupun peta batas.
Setelah melalui diskusi yang cukup panjang dan alot pada akhirnya Pihak PNG menerima hasil pengukuran CBDRF (Common Border Datum Reference Frame). Selanjutnya pihak RI langsung mengajukan penyelesaian pengukuran 3 MM tersisa dari total 52 MM, melalui Joint Field Survey (JFS) yang belum dilakukan selama ini yaitu di MM 7.0, MM 7.1, MM 7.2 dan juga sekaligus melakukan Densifikasi pilar (Perapatan Pilar) sebanyak 10 titik di Tahun 2016 ini.
Berdasarkan usulan tersebut akhirnya pihak PNG setuju untuk menyelesaikan hal tersebut di tahun 2016 ini, Kesepakatan ini langsung dituangkan dalam Record of Discussion (ROD) RI-PNG yang di tanda tangani oleh kedua Negara. Meskipun Forum ini hanya pada level Teknis, akan tetapi outputnya merupakan sebuah hal yang sangat fundamental dan akan digunakan sebagai dasar pada forum yang lebih tinggi. Demikian hasil dari pertemuan Joint Implementation Monitoring Working Group (JIM-WG) antara Republik Indonesia (RI) dan Papua Nugini yang digelar pada tanggal 28 April 2016 di Bogor Jawa Barat. Pertemuan teknis yang dipimpin oleh Lulus Hidayatno (RI) dan Christ Manda (PNG), Pihak RI terdiri dari BIG, Kementerian Pertahanan, Markas Besar TNI, Direktorat Topografi Angkatan Darat (Dittopad), Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) dan Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI.
Pertemuan atau forum JIM-WG ini membahas mengenai kegiatan CBDRF yang sudah hampir menginjak 11 tahun, yang diawali dari amanat hasil perundingan di tahun 2004, yang menyatakan bahwa akan diukur kembali pilar batas negara RI-PNG dengan menggunakan datum bersama(Common Border Datum Reference Frame / CBDRF) yang hingga sekarang hasilnya belum dituangkan dalam kesepakatan tertulis. Di tahun 2016 ini pihak Indonesia menginisiasi agar hasil pengukuran CBDRF di 49 MM (Meridian Monumen) dari total 52 MM agar dapat disepakati secara tertulis oleh kedua Negara sehingga memiliki kekuatan hukum yang tegas dan jelas. Pihak RI memaparkan hasil pengukuran CBDRF di ke-49 MM dan Densifikasi 10 pilar yang dilaksanakan pada tahun 2015, setelah melalui diskusi yang cukup panjang dan a lot pada akhirnya Pihak PNG menerima hasil pengukuran CBDRF tersebut.
Hasil dari pertemuan atau forum JIM-WG kemudian dibawa atau dilanjutkan ke, forum Joint Techincal Sub-Committe on Survey and Demarcation of the Boundary and Mapping of the Border areas (JTSC-SDM) yang digelar pada Jumat, 29 April 2016. Forum ini diketuai oleh Laksma R.M. Harahap (Dirwilhan KEMHAN - RI), Tri Patmasari (Badan Informasi Geospasial/BIG) sebagaiWakil beserta jajaran dan Lawrence N’ Drombut (PNG) beserta jajaran sejumlah 14 orang. Setelah melalui perundingan yang cukup panjang berdasarkan pada hasil pertemuan hari sebelumnya di forum JIM-WG, forum JTSC-SDM ke 32 kali ini sungguh luar biasa hasilnya, yaitu forum ini menyepakati apa yang telah disepakati di forum JIM-WG (28 April 2016). Perlu diketahui bahwa sudah 11 tahun lebih sejak 2004, baru disepakati pada forum JTSC-SDM ke 32 (29 April 2016), di JTSC-SDM ke 32 yaitu sebanyak 49 MM dari total 52 MM pilar batas negara RI-PNG.
Akhirnya penantian panjang bertahun-tahun terbayar sudah hari ini untuk 49 MM pilar dan 3 MM pilar sisanya akan diselesaikan secara bersama di tahunini. Hasil ini tak luput dari amanat pemerintahan Jokowi-Jk dengan NAWACITAnya, percepatan di semua lini termasuk penyelesaian Batas Negara yang meruapakan salahsatu program prioritas, sehingga pihak Indonesia terkait melakukan upaya semaksimal mungkin untuk mencapai hal tersebut. Selanjutnya proses penandatanganan kesepakatan dilakukan oleh kedua Negara, disertai dengan penyerahan kenang-kenangan pada saat gala dinner.
Akhirnya perjuangan selama ini tercapai dan tidak ada pekerjaan yang sia-sia, kegiatan ini sangat mendukung Reformasi Birokrasi(RB) khususnya pada Program Penguatan Kelembagaan. Outcome kegiatan ini sangat terasakan oleh seluruh anak bangsa baik yang bertugas untuk menjaga perbatasan dan juga masyarakat disekitar wilayah perbatasan pada khususnya, dan Output kegiatan ini langsung disosialisasikan oleh teman – teman di MABES TNI (Letkol Ctp Drs. HendroSukmono, Pabandya 1/ Surta Darat Spaban VI/Surta Sops TNI) kepada Yon-Yon Gas Pamtas RI-PNG yang akan melaksanakan tugas tahun 2016 ini. Tentunya semua ini dapat terwujud berkat dukungan dan do’a dari masyarakat Indonesia, pimpinan, rekan kerja dan lembaga terkait, khususnya di lingkungan Badan Informasi Geospasial.(SH, PPBW dan YI).