Mataram, Berita Geospasial BIG – Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Gugusan pulau di Indonesia, dari pulau besar hingga pulau-pulau kecil tersebar dari ujung barat hingga ujung timur Indonesia. Namun ironisnya, semua pulau-pulau yang berada di wilayah Indonesia belum seluruhnya terkelola bahkan ternamai oleh Pemerintah Indonesia.
Sebagai salah satu anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) harus melaporkan jumlah dan penamaan pulaunya kepada PBB setiap 5 tahun sekali. Sesuai amanah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, disebutkan bahwa target jumlah pulau Indonesia yang harus dicapai pada tahun 2017 adalah sejumlah 17.508 pulau. Artinya, masih ada kekurangan sekitar 4.000 pulau yang harus dipenuhi.
Masih jelas dalam ingatan ketika Indonesia harus melepaskan Pulau Sipadan dan Ligitan melalui keputusan Mahkamah Internasional tertanggal 17 Desember 2002. Peristiwa ini menunjukkan kegagalan pemerintah dalam mengelola pulau-pulau yang ada di wilayahnya. Pengelolaan pulau tidak hanya sebatas penyediaan infrastruktur, namun diperlukan juga fungsi administrasi, pendayagunaan serta pendataan pulau-pulau yang ada di NKRI melalui pelaksanaan toponim pulau.
Terkait dengan hal tersebut, dibentuk Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi (TNPNR) melalui Perpres No.112 Tahun 2006 yang beranggotakan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Dalam Negeri, Bakosurtanal (sekarang BIG), Kementerian ESDM dan Dishidros TNI-AL. TNPNR bertugas untuk mengkoordinasikan pembakuan nama rupabumi di Indonesia dengan cara menetapkan standar dan pedoman, melakukan pembakuan nama rupabumi dalam bentuk gasetir nasional, melakukan pembinaan kepada Pemerintah Daerah dan mewakili Indonesia dalam sidang-sidang internasional. Pada tahun 2013, TNPNR membakukan nama sejumlah 13.466 pulau di Indonesia.
Berdasar pada hal tersebut pada 2 Mei 2016, Badan Informasi Geospasial bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi NTB, Kementerian Dalam Negeri Kemendagri, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengadakan Focus Group Discussion bertajuk Verifikasi dan Pembakuan Nama Pulau yang bertempat di Hotel Lombok Raya, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Acara yang berlangsung selama dua hari tersebut merupakan tindak lanjut verifikasi dari hasil survei dan pengolahan data yang telah dilakukan oleh Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi yang terdiri dari Pelaksana Survei Badan Informasi Geospasial, KKP, dan beberapa pendamping dari Bappeda dan Kecamatan setempat yang telah berlangsung dari 13-30 April 2016 lalu.
Sekretaris Utama BIG Titiek Suparwati, yang berkesempatan hadir pada acara tersebut memberikan sambutannya di depan para peserta FGD. Titiek memaparkan bahwasannya tugas BIG dalam hal menangani kegiatan survei dan pemetaan yang berada di hulu dalam proses penyelenggaraan informasi geospasial telah diamanatkan oleh Undang-Undang No.4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial. Tidak hanya itu, tetapi juga harus bertanggungjawab terhadap ketersediaan dan akses terhadap informasi geospasial yang berkualitas serta pemanfaatannya dalam pembangunan. Dalam kaitan ini, toponim pulau merupakan bagian dari Informasi Geospasial Dasar yang harus disediakan oleh BIG.
“Melalui kegiatan Focus Group Discussion Verifikasi dan Pembakuan Nama Pulau di Nusa Tenggara Barat ini, BIG bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Dalam Negeri berusaha berkontribusi dalam mendukung pelaksanaan program pemerintah yang tertuang dalam RPJMN 2015-2019. Harapan kami kepada seluruh peserta, agar dapat berpartisipasi aktif dan mendukung kelancaran kegiatan FGD Verifikasi dan Pembakuan Nama Pulau di Nusa Tenggara Barat ini” pungkas Titiek.
Pada acara yang diikuti oleh beberapa perangkat desa setempat seperti Camat, Lurah, dan perwakilan warga ini, berkesempatan hadir Gubernur Nusa Tenggara Barat yang dalam hal ini diwakili oleh Sekretaris Daerah, M. Nur. Pada sambutannya M. Nur mengungkapkan bahwasannya pembakuan nama pulau di Provinsi Nusa Tenggara Barat kerap kali dianggap sepele oleh kita. Namun nyatanya hal tersebut sangatlah penting bagi rasa nasionalisme masyarakat Indoensia. Secara pribadi, M. Nur mengapresiasi adanya kegiatan seperti ini, sebab kita dapat lebih mencintai negeri ini melalui pengetahuan nama-nama pulau yang telah dibakukan.
“Janganlah engkau merasa bangga jadi bangsa Indonesia jika belum dapat menjawab nama, apa dan lokasi dari pulau-pulau di Indonesia. Banyak dari kita belum mengetahui benar pulau-pulau yang dimiliki negara ini. Jika suatu hari negara lain mengklaim pulau kita, barulah kita bak kebakaran jenggot. Maka dari itu, substansi kegiatan ini sangatlah penting untuk membangkitkan rasa nasionalisme kita” tutup M. Nur sekaligus membuka Focus Group Discussion Verifikasi dan Pembakuan Nama Pulau di Nusa Tenggara Barat.
Acara FGD dilanjutkan dengan diskusi, dimana Panitia Pambakuan Nama Rupabumi (PPNR) Provinsi melakukan verifikasi awal seperti arti nama, asal bahasa, sejarah namanya bersama tim pakar dari daerah. Tim PPNR Provinsi harus mengusulkan kepada Timnas PNR; dan kemudian pemangku daerah yang terdiri dari Camat, Kepala Desa, Tokoh Masyarakat bersama-sama Timnas untuk memvalidasi nama unsur pulau. Prinsip pembakuan nama rupabumi antara lain satu unsur menggunakan satu nama, menggunakan nama lokal, menggunakan Bahasa Daerah atau Bahasa Indonesia. Focus Group Discussion Verifikasi dan Pembakuan Nama Pulau ini membuahkan hasil 108 pulau terbaru di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Hasil kegiatan ini diharapkan dapat memperkaya gasetir pulau-pulau di wilayah NKRI dan dapat mencapai target untuk membakukan penamaan 4.000 pulau dari 17.508 pulau yang dimiliki oleh Indonesia. Kemudian tentunya dapat berkontribusi dalam mendukung pelaksanaan program pemerintah yang tertuang dalam RPJMN 2015 – 2019. (RB/TR)