Rabu, 06 November 2024   |   WIB
id | en
Rabu, 06 November 2024   |   WIB
Pengelolaan Administrasi Pertanahan yang Baik Diperlukan Peta yang Baik Juga

Batu Malang, Berita Geospasial BIG -Informasi geospasial dalam hal ini peta sangat diperlukan di dalam pelaksanaan pembangunan.  Salah satu hal yang mendasar adalah untuk pengelolaan administrasi pertanahan yang baik. Hal ini dibahas tuntas di salam Forum Ilimiah Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia (FIT ISI) 2015 di Batu Malang, Jawa Timur, Kamis (19/11/2015).

Forum yang dilaksanakan di Ballroom Klub Bunga Batu ini, mengambil tema Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan Melalui Pengelolaan Administrasi Pertanahan yang Baik, dihadiri oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia (ATR RI),juga Kepala Badan Informasi Geospasial, Ketua ISI, Rektor ITN, dan juga Surveyor di seluruh wilayah Indonesia.

Ketua ISI, Virgo Ereta Jaya dalam sambutannya mengatakan, pengambilan tema tersebut berkaitan dengan kondisi bahwa masih rendahnya tingkat kemudahan berbisnis. Menurutnya kemudahan dalam administrasi merupakan masuk dalam kriteria baru dalam kemudahan berbisnis."Ukurannya transparan, kelengkapan dan keandalan dalam andiministrasi," ujar Virgo.  FIT ISI 2015 ini juga merupakan ajang silaturahim dari berbagai profesi yang mengundang pemerintah yang diharapkan mampu menciptakan administrasi yang lebih baik dan transparan.

Selanjutnya, Menteri ATR RI, Ferry Mursyidan Baldan dalam paparan kuncinya menyatakan berkali-kali bahwa dalam pengelolaan adminastrasi pertanahan diperlukan peta yang memadai, kalau hasilnya dituntut baik maka petanya juga harus baik.  "Banyaknya permasalahan konflik pertanahan saat ini, salah satunya karena belum terpetakannya kepastian dari beberapa pihak atas tanah yang ada.  Pemetaan ini diharapkan bisa memenuhi 2 (dua) kebutuhan yaitu land administration dan land registration.  Itu dua kegiatan yang harus ditopang oleh surveyor", tandas Ferry. 

Untuk menjawab tantangan Menteri ATR RI tersebut, Kepala BIG Priyadi Kardono manyampaikan beberapa terobosan untuk mendukung administrasi pertanahan tersebut sekaligus untuk mendukung Nawacita pemerintahan saat ini.  Terobosan tersebut ditempuh dengan (1) Pemotretan Udara dan LIDAR, (2) Penyediaan Citra Tegak Resolusi Tinggi, dan (3) Pemanfaatan WahanaUnmanned Aerial Vehicle (UAV) atau Pesawat Udara Nir Awak (PUNA).

Menteri Ferry juga mengharapkan bahwa BIG dapat memenuhi penyediaan hasil pemetaan melalui citra satelit resolusi tinggi pada Juni 2016.  Untuk itu Priyadi menambahkan bahwasejak 2012, BIG sudah memiliki program pemetaan skala besar (pemotretan udara dan pemetaannya). Karena hanya pemotretan udara dan/atau Lidar yang dapat memenuhi keseluruhan spesifikasi teknis, maka pemenuhan kebutuhan peta dasar skala besar dilakukan dengan teknologi pemotretan udara dan/atau Lidar.  Namun karena wilayah Indonesia yang sangat luas untuk percepatan pemetaan skala besar digunakan citra satelit sebagai alternatifnya. Kegiatan ini berdasarkan Inpres 6/2012 untuk menyediakan peta dari citra satelit tegak resolusi tinggi. Tahun 2015, BIG melalui LAPAN melakukan pengadaan citra resolusi tinggi 50-60 cm yang akan diolah oleh BIG menjadi citra tegak (ortho-rectified imagery) dan mulai Maret 2015, secara gradual telah disebarluaskan.

Lebih jauh Priyadi menjelaskan bahwa dalam RPJMN 2015-2019 (Nawacita) banyak disebutkan kebutuhan peta dasar skala 1:5.000 baik secara eksplisit maupun implisit yaitu (1) Pemetaan dasar untuk penyusunan RDTR kawasan perkotaan, kawasan strategis provinsi, kawasan strategis nasional, dan daerah prioritas lainnya di 491 kabupaten/kota, (2) Penetapan batas wilayah hutan pada skala 1:5.000 sepanjang 189.056,6 km, (3) Pembangunan desa memerlukan peta dasar skala rinci, jumlah total 83.184 desa/kelurahan dengan 5.000 desa prioritas (desa mandiri), dan (4) Penyelesaian batas wilayah administrasi dapat dimulai dengan penetapan batas wilayah desa untuk kemudian di-agregatkan ke level yang lebih tinggi.(TR)