Jakarta, Berita Geospasial BIG - Presiden Joko Widodo bertekad untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional. Visi ini tertuang dalam program Nawacita yang didengung-dengungkan pemerintahan saat ini. Guna mewujudkan program dan misi tersebut, diperlukan data yang mampu memantau seluruh wilayah Indoensia secara efisien, efektif serta akurat. Data tersebut adalah citra satelit penginderaan jauh yang dapat digunakan untuk berbagai bidang seperti pemantauan ruang wilayah, pertanian, kehutanan, maritim, pemetaan dan mitigasi bencana. Program Nawacita yang telah dicanangkan pemerintah tersebut menekankan bahwa pembangunan harus dimulai dari kawasan pinggiran. Caranya yaitu dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Untuk itu, pembangunan nasional dalam upaya pencapaian visi dan misi program pemerintahan menuntut perencanaan yang baik dan detail.
Data penginderaan jauh dapat digunakan untuk proses pemetaan, dimana hasilnya sangat diperlukan untuk perencanaan pembangunan daerah di seluruh wilayah Indonesia. Bagi para pemangku kebijakan, data tersebut salah satunya dapat dimanfaatkan untuk menyusun Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) yang penting untuk pembangunan daerah. Dalam program Nawacita, wilayah yang diprioritaskan untuk pembangunan adalah kawasan desa yang termasuk pada kategori tertinggal, terluar, dan terpencil (3T); wilayah perbatasan; dan pembangunan infrastruktur pelabuhan tol laut atau wilayah maritim. Mengingat pentingnya data penginderaan jauh, Badan Informasi Geospasial (BIG) bersama Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan bertajuk "Kebutuhan dan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Mendukung Program Nawacita" pada Jumat, 30 Oktober 2015. Kegiatan yang berlangsung di Hotel Best Western Premiere The Hive ini diikuti oleh berbagai kementerian dan lembaga pemerintah terkait.
Pada sambutannya, Kepala BIG, Priyadi Kardono, menuturkan bahwa kinerja BIG dan LAPAN seperti dua sisi uang logam, tidak dapat dipisahkan dan saling terkait. "Semenjak berdiri, saya rasa BIG dan LAPAN sudah seperti dua sisi mata uang logam, yang kontribusinya bagi negara tidak dapat dipisahkan", demikian diungkapkan Kepala BIG Priyadi Kardono. Keduanya saling melengkapi dalam pengadaan citra satelit bagi para pengguna. Namun kini, pada pergantian pemerintahan yang baru, program kerja yang diprioritaskan baru pula. Presiden Joko Widodo menginginkan prioritas pembangunan dimulai dari pinggiran. Namun hal itu membutuhkan peta skala besar yang tidak sedikit, sedangkan peta skala besar yang BIG sediakan belum mencakup seluruh wilayah Indonesia. "Saya pribadi berharap, pengadaan citra satelit beresolusi tinggi pada tahun depan dapat terlaksana dengan baik, sehingga BIG dan LAPAN dapat membantu pembangunan Indonesia secara maksimal" papar Priyadi.
Dalam pengadaan citra satelit, BIG membutuhkannya dari LAPAN, dimana BIG kemudian mengolah data tersebut sehingga menjadi citra tegak sebagai informasi geospasial yang dapat digunakan oleh pengguna dengan minim kesalahan. Bersamaan dengan program kerja Presiden Joko Widodo yang memprioritaskan pembangunan Indonesia dimulai dari daerah pinggiran, BIG beserta LAPAN bekerja keras untuk memetakan wilayah Indonesia dengan skala besar, yaitu skala 1 : 5.000, demi terwujudkan program Nawacita yang digadang-gadangkan oleh Presiden Joko Widodo.
Selain menggelar FGD, BIG dan LAPAN juga mengadakan penandatanganan perjanjian kerja sama dan pakta integritas swakelola antara BIG-LAPAN terkait Kebutuhan dan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh, yang disaksikan oleh Kepala BIG, Priyadi Kardono bersama dengan Kepala LAPAN, Thomas Djamaluddin. Kegiatan ini penting terutama untuk mengejar ketertinggalan penyediaan peta-peta skala detail, maka dari itu diperlukan data penginderaan jauh dengan resolusi sangat tinggi. Kegiatan ini juga merupakan kerja sama BIG dan LAPAN untuk memperoleh masukan dari para pemangku kebijakan tingkat pusat. Selain itu, penyelenggaraan kegiatan ini juga selaras dengan amanat Undang-Udang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, Inpres Nomor 6 Tahun 2012 dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang keantariksaan. Semoga nantinya kerja sama ini dapat menciptakan kondisi yang kondusif terkait berbagi pakai peta dan penyediaan IG yang akurat untuk proses perencanaan pembangunan nasional. (RB/LR/TR)