Jakarta, Berita Geospasial BIG - Sistem Monitoring Hutan Nasional atau dikenal Simontana telah di-launching pada 29 Oktober 2012 silam dengan nama Sistem Pemantauan Hutan Nasional (National Forest Monitoring System/NFMS). Dalam kegiatan pemantauan hutan nasional BIG turut mendukung melalui peta liputan lahan yang sudah disepakati oleh walidata menjadi one map liputan lahan nasional. One map ini juga telah di-launching pada 22 Desember 2014 silam dengan skala 1:250.000. Sebagai kelanjutannya dalam resolusi yang lebih detil maka peta liputan lahan skalanya operasionalnya diperbesar menjadi 1:50.000.
Hal tersebut untuk memenuhi pelayanan masyarakat dimana pemantauan hutan yang semua 3 tahun sekali, sekarang menjadi 1 tahun sekali dan yang sebelumnya resolusi kecil akan ditingkatkan menjadi resolusi yang lebih besar. Hal ini disimbolkan dengan penyerahan Peta Liputan Lahan Nasional dari BIG kepada KLHK sesaat setelah penandatanganan Nota Kesepahaman antara Menteri Lingkungan Hidup Kepala BIG pada Selasa 16 Juni 2015 di Manggala Wanabakti Jakarta. Hal ini menunjukkan keseriusan BIG dalam mendukung KLHK untuk monitoring hutan nasional. Selain dengan BIG, maka KLHK mendapatkan dukungan juga dari LAPAN yaitu dalam penyediaan citra satelit agar pemantauannya secara cepat.
Usai penandatanganan MoU tersebut, maka pada waktu yang sama diselenggarakan Seminar Nasional "Monitoring Hutan Nasional" yang dihadiri lebih dari 300 orang dari berbagai kalangan mulai instansi pemerintah hingga pecinta lingkungan hidup. Acara ini bertujuan untuk menumbuhkembangkan kecintaan masyarakat terhadap lingkungan hidup melalui monitoring hutan nasional secara keseluruhan di Indonesia. Dinamika kondisi hutan dan lingkungan saat ini memang perlu dipantau secara periodik dan berkesinambungan. Pemantauan kondisi tersebut dapat dilakukan dengan berbagai wahana dan piranti yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Prof. Dr. lr. San Afri Awang, M.Sc., Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK, dalam sambutannya menyampaikan bahwa dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia, pada sektor kehutanan khususnya adalah bagaimana kita memahami dinamika dari sumber daya alam khususnya hutan dari waktu ke waktu. Ada persoalan yang selama ini dihadapi, yaitu bahwa manusia sebagai makhluk hidup yang diciptakan Tuhan adalah makhluk yang sempurna, yang diberi sumber daya alam lalu menginstrumentasi sumber daya alam tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun dalam proses pemanfaatannya sumber daya alam tersebut dimanfaatkan dengan cara yang tidak semestinya, bisa dikatakan bahwa sumber daya alam telah tereksploitasi.
Masih adanya oknum atau bahkan kelompok yang selalu mengganggu kegiatan konservasi sumber daya alam. Padahal kegiatan konservasi ini mempunyai tujuan menjaga keseimbangan dinamika sumber daya alam agar selalu terkontrol dengan baik dan tidak menyebabkan kerusakan dari waktu ke waktu. "Monitoring ini penting sekali untuk melihat tingkat kerusakan, sehingga dapat dilakukan gerakan rehabilitasi (pemulihan) khususnya pada wilayah hutan" tambah Awang. Khusus dalam konteks pemulihan, instrumen teknologi sangat diperlukan, bagaimana kita dapat melihat rupabumi dari atas, untuk memonitoring penutup lahan pada hutan yang ada di rupabumi, di sini BIG sangat diperlukan dalam menyokong peta liputan lahan.
BIG memegang peranan penting dalam menyediakan informasi geospasial yang andal dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam bidang kehutanan, BIG berperan dalam pembuatan citra satelit tegak resolusi tinggi hingga proses pemetaan penutupan lahan yang ada di Indonesia, demikian dikatakan Kepala BIG pada kesempatan yang berbeda. Dalam konteks monitoring maka kekayaan yang dimiliki oleh hutan seperti kayu dan non-kayunya dapat diketahui perkembangannyadari waktu ke waktu. Ini yang disebut konsep neraca sumber daya alam termasuk di dalamnya sumber daya hutan. Maka pentingnya teknologi yang dimiliki BIG, dalam rangka mempersiapkan rencana pengelolaan lingkungan hidup, dimana persoalan-persoalan lain dalam memonitoring hutan seperti persoalan kualitas air dan tanah beserta tutupan lahannya yang nantinya akan menghasilkan indeks kualitas lingkungan hidup di Indonesia.
Pelaksanaan pemantauan perlu dilakukan secara sinergis antara lembaga yang berkompeten dan terkait untuk meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan sumber daya alam. Dengan adanya pendekatan sinergi dan terintergrasi ini, maka one map policy akan tercapai dengan baik, tambah Priyadi. "Interes kepentingan baik antar pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus dihilangkan", katanya. Dengan adanya kerja sama yang dilakukan antara KLHK dengan BIG, maka diharapkan ke depannya data yang dimiliki dapat dimanfaatkan dengan baik. Dan dengan memanfaatkan data maupun iptek yang dimiliki masing-masing instansi maka dalam monitoring hutan nasional dapat telaksana dengan baik. Hasil pemantauan dapat dimanfaatkan seluas-luasnya oleh masyarakat serta dapat ditingkatkan kualitasnya dengan peran serta masyarakat. (NK/TR)