Jakarta, Berita Geospasial BIG - Indonesia yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke terletak di posisi yang strategis secara geografis. Hal itu pulalah yang menyebabkan Indonesia kaya akan berbagai sumber daya alam yang melimpah ruah. Tak hanya itu, Indonesia yang memiliki pulau sebanyak 13.466 yang bernama dan berkootdinat ini juga mendapat julukan sebagai negara kepulauan. Wilayah perairan Indonesia yang hampir 2 kali wilayah daratan Indonesia, menyebabkan Indonesia juga mendapat julukan sebagai negara maritim. Bahkan dari jaman dulu pun sering dikatakan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia adalah seorang pelaut. Maka tepat rasanya bila pemerintahan saat ini memprioritaskan pembangunan dengan poros maritim.
Pemerintahan Presiden Jokowi melalui Nawacita-nya menargetkan dalam lima tahun ke depan akan membangun 24 pelabuhan sebagai infrastruktur pendukung tol laut. Salah satu unsur pendukung yang memegang peranan vital adalah tersedianya data dan informasi geospasial (IG) yang mumpuni. Disinilah peran Badan Informasi Geospasial (BIG) sebagai lembaga penyelenggara utama IG Dasar di Indonesia cukup besar. Menilik hal tersebut, pada Kamis, 18 Juni 2015 diadakanlah media gathering antara beberapa lembaga terkait dengan media-media nasional.
Acara yang dikemas berupa focus group discussion (FGD) tersebut mengambil tema " Informasi Geospasial Mendukung Pembangunan Poros Maritim", dan diselenggarakan di gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta. FGD mendatangkan 4 narasumber pada hari itu, yaitu: Kepala BIG, Priyadi Kardono; Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin; Asisten Deputi Bidang Iptek Kemaritiman Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman, Nani Hendiarti; dan Deputi Sumberdaya Iptek Kemenristek Dikti, Muhammad Dimyati. Bertindak sebagai moderator pada hari itu adalah Arief Satria, Dekan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (IPB). FGD ini terselenggara berkat kerja sama antara BIG dengan Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Mapiptek), dan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek dan Dikti). FGD ini sebagai sarana bagi para insan media dalam mendapatkan materi untuk penulisan ilmiah tentang salah satu tema Hakteknas yaitu kemaritiman. Media Gathering ini merupakan dukungan BIG terhadap penyelenggaraan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) yang ke-20 yang diselenggarakan oleh Kemenristekdikti tahun 2015.
Materi pertama, merujuk pada tema besar yang diangkat hari itu yaitu IG mendukung pembangunan poros maritim disampaikan oleh Kepala BIG. Priyadi memaparkan ada 5 unsur utama terkait peran IG, antara lain adalah: penyediaan IG, koordinasi antar Kementerian/Lembaga (K/L), kebijakan satu peta, tata laksana integrasi IGT, dan walidata IGT pesisir dan laut. Penyediaan IG dari BIG meliputi IG Dasar, IG Tematik, dan batas-batas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang kesemuanya dimanfatkan untuk mendukung pembangunan poros maritim. "IGD contohnya berupa Peta Lingkungan Pantai (LPI) dan Lingkungan Laut Nasional (LLN) yang tentunya akan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan lokasi pelabuhan nantinya", imbuhnya.
Terkait poros maritim, saat ini BIG telah menghasilkan standar IGT, pemetaan lahan garam, pemetaan ekosistem pesisir, pemetaan karakteristik laut, batas maritim NKRI, dan pemetaan pulau kecil terluar. Tak lupa dipaparkan pula terkait kebijakan satu peta yang sangat penting terutama untuk menghasilkan data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Sesuai dengan dasar dari kebijakan satu peta, yaitu adanya satu referensi, satu standar, satu basisdata, dan satu geoportal, maka tidak akan ada lagi tumpang tindih kepenetingan di Indonesia. "Dengan demikian setiap K/L akan menggunakan data yang sama dan telah diakui, sehingga tentunya akan mendukung dalam pembuatan program dan proses pengambilan keputusan", papar Priyadi.
Priyadi juga menerangkan bagaimana proses pembuatan peta yang dilakukan oleh BIG. Dimana saat ini selain menggunakan citra satelit juga menggunakan foto udara, serta survei dan wawancara. Terkait citra satelit kemudian dilanjutkan penjelasannya oleh Kepala LAPAN, Thomas Djamaluddin yang turut menjadi pembicara. Thomas kemudian memaparkan bermacam-macam data yang dimiliki LAPAN, serta data mana saja yang dapat menjadi dukungan bagi pembangunan poros maritim. LAPAN pun turut menjadi salah satu K/L yang mendukung satu peta IGT yang telah diluncurkan tahun 2014 lalu. Terkait pembangunan poros maritim LAPAN memberikan dukungan lain berupa Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI) yang datanya diambil dari citra satelit. Informasi tersebut diberikan secara harian kepada Dinas Perikanan setempat, dan kepada nelayan secara bulanan. Dengan informasi tersebut nelayan bisa mendapatkan informasi terkait daerah mana saja yang memiliki potensi ikan yang banyak, sehingga jumlah tangkapan ikan bisa meningkat pula. Pada akhirnya kesejahteraan nelayan akan meningkat pula.
Materi berikutnya diberikan oleh Nani Hendiarti, dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Ia menjelaskan ada 4 fokus pembangunan maritim yang perlu diperhatikan dalam rangka mendukung pembangunan kemaritiman yang berkelanjutan. Fokus-fokus tersebut adalah pembangunan kedaulatan maritim, pengelolaan sumber daya alam dan jasa kelautan berkelanjutan, pembangunan infrastruktur maritim, dan penguatan sumber daya manusia (SDM), iptek, dan budaya maritim. Nani menyebutkan pula visi pembangunan kemaritiman yang mencakup 4 hal, yaitu: Indonesia menjadi negara maritim yang berdaulat, Indonesia menjadi negara maritim yang menyejahterakan rakyat, Indonesia menjadi negara maritim yang kuat, dan Indonesia menjadi negara maritim yang memiliki karakter yang kuat.
Materi terakhir yang didapatkan peserta hari itu adalah terkait kebijakan iptek dan dikti dalam mendukung pembangunan poros maritim yang dibawakan oleh Muhammad Dimyati. Dalam mendukung poros maritim diperlukan kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM), penguasaan IPTEK, dan dukungan sumber daya yang memadai. "Semua itu dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan inovasi dan daya saing bangsa", tegas Dimyati. Rasio peneliti terhadap angkatan kerja dan populasi Indonesia (tahun 2012) hanya 7,25 peneliti per 10 ribu angkatan kerja, jauh lebih rendah dari Malaysia yang 16,43 atau Singapura 64,38. Saat ini pun kondisi anggaran, lembaga institusi dan administrasi, publikasi, paten dan kemampuan teknologi di Indonesia belum memadai. Masih banyak tantangan untuk meningkatkan SDM Indonesia, terutama yang berbasit riset dan inovasi. Dalam rangka mendukung poros maritim, perlu diperhatikan pula kondisi-kondisi tersebut. Seringkali riset tidak sejalan dengan kebutuhan investor, sehingga banyak hasil riset tidak dapat terimplementasikan secara maksimal. "Dengan digabungnya riset teknologi dan pendidikan tinggi mulai membuka jalan agar kegiatan riset di Indonesia terutama di universitas mendapatkan dukungan penuh dari pemerintahan", tambahnya.
Materi tersebut sekaligus menutup paparan pada kegiatan itu dan dilanjutkan dengan proses diskusi. Para peserta yang sebagian besar merupakan insan media terlihat antusias terhadap materi tersebut, apalagi program poros maritim merupakan program hangat yang sedang didengungkan pemerintah saat ini. Setelah diskusi acarapun dilanjutkan dengan penyerahan cinderamata dari penyelenggara kepada narasumber pada hari itu. Diharapkan pengetahuan awak media terhadap penyelenggaraan IG dalam mendukung pembangunan poros maritim dapat meningkat, dan program nawacita pemerintah dapat berjalan dengan lancar. (LR/TR)