Purworejo, Pati, Parigi Moutong dan Merauke, Berita Geospasial BIG - Nota Kesepahaman antara Kementerian Kesehatan dengan Badan Informasi Geospasial telah ditindaklanjuti dengan Perjanjian Kerja Sama (PKS). Implementasi ini adalah dalam pemanfaatan data dan informasi geospasial bidang kesehatan dalam rangka Riset Khusus Vektor dan Reservoir Penyakit (Rikhus Vektora). BIG berkontribusi dalam penyediaan informasi geospasial dasar wilayah penelitian, pemanfaatan serta analisis data dan informasi geospasial untuk mendukung Rikhus Vektora, peningkatan kapasitas sumber daya manusia di bidang informasi geospasial; dan pelaksanaan alih teknologi data dan informasi geospasial melalui pendampingan.
Rikhus Vektora adalah salah satu riset skala nasional Badan Litbang Kesehatan dengan Penanggung jawab kegiatan ada di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP). Riset yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dan bekerjasama dengan BIG, LAPAN dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini secara umum bertujuan untuk melakukan pemutakhiran data vector dan reservoir penyakit sebagai dasar pengendalian penyakit tular vektor dan reservoir di Indonesia. Sedangkan tujuan riset secara khusus, adalah untuk inkriminasi dan konfirmasi spesies vektor dan reservoir penyakit; memperoleh peta sebaran vektor dan reservoir penyakit; mengembangkan spesimen koleksi referensi vektor dan reservoir penyakit; memperoleh data khusus penanggulangan penyakit tular vektor (DBD dan malaria) dan reservoir (leptospirosis) berbasis ekosistem; mencari kemungkinan munculnya vektor dan reservoir penyakit baru yang berasal dari hasil koleksi sampel nyamuk, tikus dan kelelawar; serta, mencari kemungkinan munculnya pathogen penyakit tular vektor dan reservoir baru di Indonesia.
Setelah dilakukan penandatanganan PKS antara BIG dengan Kementerian Kesehatan pada Senin, 6 April 2015 lalu di Solo, maka pada Juni 2015 ini dilakukan supervisi dalam rangka survei pengumpulan data di 4 lokasi yaitu Sumatera Selatan, Sulawesi Tengah, Jawa Tengah dan Papua. Penelitian Rikhus Vektora ini akan dilakukan selama 3 tahun, sejak 2015 hingga 2017. Pada tahun pertama lokasi penelitian dilakukan pada 4 provinsi yaituProvinsi Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah dan Papua. Untuk tahun kedua2016 akan dilaksanakan pada 17 provinsi, sedangkan tahun terakhir 2017 pada 13 provinsi. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada lokasi yang teridentifikasi sebagai daerah endemis beberapa penyakit tular vektor dan reservoir, provinsi yang mempunyai kapasitas laboratorium pendukung riset khusus vektor dan reservoir (Balai/Loka/BTKL/UPT biomedis), dan mempunyai kapasitas SDM yang mampu mendukung kegiatan Rikhus Vektora.
BIG turut dalam supervisi kegiatan survei lapangan tersebut di 3 provinsi yaitu Sulawesi Tengah, Jawa Tengah dan Papua. Pada kesempatan supervisi di Sulawesi Tengah, Kepala Pusat Penelitian, Promosi dan Kerja Sama, Dr. Wiwin Ambarwulan didampingi Kepala Bidang Penelitian, Niendyawati, meninjau tempat pendataan sampel di Parigi Moutong pada 11-13 Juni 2015. Sampel reservoir yang ditangkap yaitu tikus dan kelelawar didata secara morfometri dan dicek kondisinya, selanjutnya akan diuji di laboratorium. Begitu juga sampel vektor yaitu nyamuk, dilakukan pengamatan dan pendataan, selanjutnya sampel-sampel tersebut dibawa ke Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP) di Salatiga. Penanggulangan kesehatan bukan lagi secara kuratif namun harus preventif promotif, tegas Kepala B2P2VRP Dr. Vivi Lisdawati. Hasil dari penelitian ini akan disampaikan ke Dinas Kesehatan seluruh Indonesia sebagai langkah preventif dan bersiap-siap menghadapi dan menanggulangi jika terjadi endemik.
Sementara itu Tim Supervisi di Jawa Tengah menelusuri titik-titik plot vektor di daerah Kabupaten Pati dan reservoir di Kabupaten Purworejo pada 11-13 Juni 2015, dimana dari BIG mengirimkan penelitinya yaitu Jaka Suryanta. Hasil plotting sampel ditumpangtindihkan dengan Peta Rupabumi Indonesia, dimana secara umum koordinatnya sesuai lokasinya pada peta digital administrasi dan jenis penggunaan lahan. Sedangkan Tim Supervisi mengunjungi Papua yang diwakili oleh Peneliti BIG Dadan Ramdhani dan Yudi Irwanto pada hari ke-1 (14 Juni 2015), tim langsung mengunjungi posko surveyor vektor dan reservoir penyakit di wilayah Desa Kuprik dan Matara Kecamatan atau Distrik Semangga Kabupaten Merauke. Hari ke-2 (15 Juni 2015) Tim setelah mengunjungi Dinas Kesehatan di Desa Rimbajaya Kabupaten Merauke langsung menuju posko surveyor di Desa Wasur dan Taman Nasional Wasur di Merauke.
Pengambilan sampel nyamuk dan tikus serta kelelawar untuk identifikasi tersebut menggunakan metode standar per jenis koleksi. Lokasi pengambilan sampel atau sampling area harus mewakili ekosistem dari areal desa atau kabupaten disurvei. Diklasifikasikan dengan ekosistem hutan, ekosistem non-hutan dan ekosistem pantai serta permukiman. Disamping harus mewakili ekosistem, pemilihan lokasi juga dapat mewakili endemisitas penyakit tular vektor, seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), Malaria, Limfatik Filariasis, JE, dan Chikungunya di daerah tersebut. Selama pengambilan data, juga dikoleksi informasi data primer dan sekunder untuk data klimatologi (suhu, curah hujan, tipe tanah, ketinggian, kelembaban) dan juga titik koordinat menggunakan GPS.
Setelah seluruh data dan koordinat titik sampel tersebut dipetakan serta dikoreksi oleh BIG. Informasi geospasial tematik (IGT) vektor dan reservoir tersebut selanjutnya akan menjadi bagian dari data dan IGT kesehatan pada Ina-Geoportal. Sehingga data dan IGT kesehatan tersebut dapat diakses oleh Kementerian/Lembaga dan masyarakat luas. IGT Kesehatan ini diharapkan dapat dimanfaatkan dan digunakan sebagai data dukung dan dasar pengendalian penyakit tular vektor dan reservoir secara luas, baik oleh pemangku kebijakan maupun pengelola program penyakit tular vektor dan reservoir. Untuk masyarakat umum, dapat digunakan sebagai dasar pemahaman dalam bahan penyuluhan tentang pentingnya penyakit tular vektor dan reservoir untuk meningkatkan peran serta masyarakat, sedangkan untuk peneliti dari berbagai institusi penelitian dan perguruan tinggi di Indonesia, untuk dapat mengidentifikasi lebih dalam berbagai penyakit tular vektor dan reservoir. Dengan adanya IGT sebaran vektor dan reservoir penyakit tentunya akan bermanfaat untuk pembangunan kesehatan di Indonesia.(JS-ND-YI/TR)