Bandarlampung, Berita Geospasial BIG - Indonesia yang terletak diantara 2 benua dan 2 samudera ini memiliki posisi strategis yang menyebabkan Indonesia kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam yang beraneka ragam tersebut memerlukan pengelolaan dan pelestarian yang kompleks. Neraca sumber daya alam diperlukan sebagai instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi suatu wilayah sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dalam penyelenggaraan penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup, Informasi Geospasial (IG) memegang peranan penting dan utama sebagai instrumen spasial untuk seluruh proses monitoring dan evaluasi dari hulu ke hilir. Salah satu instrumen yang dapat digunakan adalah pemetaan neraca sumber daya alam yang diatur penyelenggaraannya melalui Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Nomor 3 Tahun 2013, dimana selanjutnya tugas dan fungsi tersebut dilimpahkan kepada Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas (PPTRA) Bidang Pemetaan Dinamika Sumberdaya BIG. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diselenggarakan pembinaan dalam pelaksanaan pemetaan IG Tematik Dinamika Sumberdaya agar IG yang dihasilkan akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pada Kamis, 11 Juni 2015, BIG, Pusat PTRA menyelenggarakan pembinaan IGT Dinamika Sumberdaya bagi pemerintah daerah yang ada di Provinsi Lampung. Pembinaan yang bertema "Sinergi Penyelenggaraan IGT Dinamika Sumberdaya" tersebut adalah yang kedua dilakukan BIG, setelah sebelumnya dilaksanakan di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Hadir pada acara tersebut adalah Deputi Bidang IGT BIG, Nurwadjedi, serta Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Lampung, Fitter Syahbudin. Dalam sambutannya Fitter mengungkapkan bahwa instrumen neraca sumber daya alam (NSDA) diharapkan bisa ditingkatkan untuk meningkatkan peran pemerintah daerah dalam rangka pengendalian lingkungan hidup dan evaluasi penataan ruang. "Apalagi Lampung merupakan penghasil berbagai sumber daya alam mineral, logam, ikan, maupun tanaman yang beragam dan berlimpah", tambahnya.
Kebijakan penyelenggaraan IGT dinamika sumber daya memang belum mempunyai suatu ketetapan yang bersifat mengikat bagi pemerintah pusat atau daerah. Nurwadjedi menyampaikan dalam sambutannya bahwa, BIG melalui Pusat PTRA sedang berusaha mendorong penyediaan IGT dinamika sumber daya dijadikan sebagai instrumen evaluasi penataan ruang wilayah. Upaya ini sudah dimulai dengan adanya Surat Edaran Bersama (SEB) antara Kepala BIG dan Menteri Dalam Negeri tentang Penyelenggaraan Neraca SDA Daerah. "Acara pembinaan ini juga merupakan rangkaian awal dalam rangka mewujudkan sinergi penyelenggaraan IGT melalui "One Map Policy" yang telah dicanangkan sebagai agenda nasional, untuk tujuan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih baik", terang Nurwadjedi sekaligus membuka acara pembinaan pada hari itu.
Acara kemudian dilanjutkan dengan sesi pertama yang terdiri dari 3 materi. Materi pertama adalah Peran Pemda dalam Penyusunan Neraca Sumberdaya Alam Daerah (NSAD) sebagai Fungsi Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup yang disampaikan oleh Ala Baster, Kasubdit Pengendalian Lingkungan Hidup, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Peran pemda sangat vital disini mengingat pemda seharusnya mengetahui bagaimana potensi dan pemanfaatan SDA yang ada di daerah tersebut. Serta dalam amanat yang terkandung dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dimana disebutkan bahwa Pemda wajib menyediakan informasi Pemerintahan Daerah, salah satunya adalah informasi pembangunan daerah. Informasi pembangunan daerah, memuat informasi perencanaan pembangunan daerah yang mencakup potensi sumber daya daerah, oleh karenanya NSAD penting untuk disusun.
Adapun materi berikutnya membahas mengenai Program Penyusunan Neraca Sumber Daya Hutan (NSDH), yang dijelaskan oleh Yenny Safrina, Kasubdit Inventarisasi Sumberdaya Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). NSDH adalah suatu informasi yang dapat menggambarkan cadangan sumber daya hutan, kehilangan dan penggunaan sumber daya hutan, sehingga pada waktu tertentu dapat diketahui kecenderungannya, apakah surplus atau defisit jika dibandingkan dengan waktu sebelumnya. "NSDH ini penting untuk dihitung karena melaluinya kita dapat melihat ketersediaan aset/kekayaan wilayah, melihat pendapatan daerah dari SDH, serta membuat prediksi pemakaian SDH setiap periode tertentu", demikian dipaparkan Yenny.
Materi terakhir pada sesi pertama bertema Program Penyusunan Neraca Sumber Daya Lahan (NSDL). Materi dibawakan oleh Syamsuliarti yang merupakan Kasubdit Data dan Neraca Penatagunaan Tanah, Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Dijelaskan bahwa NSDL spasial disusun untuk mengetahui perubahan sumber daya lahan pada periode awal (aktiva) dan sumber daya lahan pada periode akhir (pasiva). NSDL adalah perimbangan antara ketersediaan tanah dan kebutuhan penguasaan penggunaan dan pemanfaatan tanah menurut fungsi kawasan Rencana Tata Ruang (RTR). Sesi pertama berlangsung kurang lebih selama 2 jam, yang kemudian diteruskan dengan diskusi tanya jawab.
Pada siang hari, acara dilanjutkan dengan sesi kedua yang juga menyuguhkan materi menarik terkait neraca SDA. Penjelasan pertama terkait Program Penyusunan Neraca Sumberdaya Air (NSDA) oleh Radhika dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. NSDA disusun berdasarkan evaluasi hasil inventarisasi data yang mencakup dua periode penyusunan, sehingga dapat diketahui perubahannya. Lebih jauh Radhika menjelaskan mana saja yang termasuk sebagai sumberdaya air dan bagaimana cara perhitungannya.
Presentasi kedua diberikan oleh Kabid Pemetaan Dinamika Sumberdaya BIG, Bambang Sudarto, mengenai Kebijakan 'One Map Policy' dalam Penyusunan NSDA. Dipaparkan bahwa kebijakan satu peta ini vital agar IGT dapat terselenggara dengan baik, tertib, dan handal. "Untuk itu diperlukan standarisasi, yaitu standar referensi 'base map', standar metodologi, standar akurasi, dan standar visualisasi", terang Bambang. Dijelaskan pula bahwa pembinaan dan sosialisasi penyusunan IGT neraca sumber daya alam spasial ini telah dilaksanakan untuk 34 provinsi melalui berbagai forum Rapat Kerja & Temu Karya Nasional yang difasilitasi oleh Dirjen Bina Bangda-Kemendagri, serta Pembinaan IGT Dinamika Sumberdaya untuk 158 Kabupaten/Kota.
Materi terakhir pada sesi kedua tersebut adalah Studi Kasus Penyusunan NSDA Alam di Daerah yang dipresentasikan oleh Gunawan dari Pusat PTRA BIG. Studi kasus tersebut dilakukan di Provinsi D.I.Yogyakarta dan Kabupaten Sabu Raijua. Peserta dengan seksama memperhatikan penjelasan dari para narasumber. Dan pada sesi diskusi mereka mengajukan berbagai pertanyaan kepada para panelis dengan semangat. Melihat antusiasme yang tinggi dari para peserta, narasumber yang hadirpun juga semangat dalam memberikan penjelasan. Dengan demikian tujuan diadakannya pembinaan inipun bisa tercapai, dan yang penting daerah-daerah di Indonesia dapat melakukan pemetaan neraca sumberdaya alamnya dengan tepat dan baik pula. (LR/TR)