Selasa, 26 November 2024   |   WIB
id | en
Selasa, 26 November 2024   |   WIB
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Gandeng BIG untuk Pelatihan Penginderaan Jauh Guna Pemantauan Sumber Daya Hutan

Cibinong, Berita Geospasial BIG -Untuk meningkatkan sumber daya manusia di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam pemantauan sumber daya hutan untuk menghadapi perubahan iklim, maka diperlukan usaha untuk peningkatan kompetensinya.  Untuk itu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bekerja sama dengan Badan Informasi Geospasial untuk menyelenggarakan Diklat Penginderaan Jauh Tingkat Dasar, sebagai modal dalam melaksanakan tugas pemantauan sumber daya hutan yang dikelolanya.

Diklat tersebut di atas sangat diperlukan karena informasi penutupan lahan dan perubahannya dapat diperoleh dari penginderaan jauh.  Informasi ini sangat dinanti berbagai kalangan baik nasional maupun internasional. Apalagi berkaitan dengan isu perubahan iklim (climate change), dimana data penginderaan jauh menjadi salah satu data utamanya yang disebut data aktivitas (activity data) sangat ditunggu bagi pertanian dunia untuk mengetahui perubahan tutupan hutan di negara masing-masing. Indonesia telah melakukan pemantauan sumber daya hutan sejak 1990 hingga sekarang. Dalam hal ini dilakukan oleh Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Diklat yang akan dilaksanakan pada 8-12 Juni 2015 dilaksanakan atas dasar Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Badan Informasi Geospasial dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengenai Pendidikan dan Pelatihan Penginderaan Jauh Tingkat Dasar yang ditandatangani pada 1 Juni 2015 di Gedung Balai Diklat BIG. PKS ditandatangani oleh Kepala Pusat Penelitian Promosi dan Kerja Sama BIG, Wiwin Ambarwulan dan Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan, Ditjen Planologi KLHK, Ruandha Agung Sugardiman.

PKS ini sangat penting dilakukan karena adanya keterbatasan data dan sumber daya manusia untuk pemantauan sumber daya hutan.  Dalam rangka peningkatan pelayanan publik, yang pada awalnya pemantauan  dilakukan tiap 3 tahun, bahkan sebelumnya dilakukan antara 4-6 tahun tetapi seiring dengan teknologi yang makin canggih, ilmu pengetahuan yang berkembang pesat, sumberdaya manusia yang semakin terlatih maka diusahakan pemantauannya dilakukan setiap tahun. Jangan sampai Indonesia tertinggal dalam melakukan  pemantauan sumberdaya hutan. Oleh karena itu, diperlukan usaha yang serius dan tidak tanggung-tanggung didalam melatih sebanyak mungkin tenaga sumberdaya manusia penafsir penginderaan jauh (remote sensing).

Wiwin Ambarwulan sangat senang dan bangga dengan terwujudnya PKS ini, karena BIG sebagai institusi pemerintah yang bertanggung jawab menyediakan data dan informasi geospasial  salah satunya berupa peta. BIG selama ini telah dipercaya dan berpengalaman menyelenggarakan pedidikan dan pelatihan sejak tahun 1980an bagi kementerian, lembaga bahkan negara lain yang membutuhkan peningkatan kemampuan di bidang informasi geospasial salah satunya pelatihan penginderaan jauh. BIG dituntut untuk menyediakan informasi geospasial yang cepat dan akurat maka perlu selalu meningkatkan kemampuan, pengetahuan dan keterampilan didalam pembuatan peta.

Hal ini diamini juga oleh Ruandha Agung Sugardiman dimana tuntutan publik terhadap pembaruan informasi sumberdaya hutan semakin meningkat. Jika sebelumnya pembaruan dilakukan tiap 3 tahun akan tetapi publik menginginkan lebih cepat yaitu setiap tahun. Jika dahulu data cukup ditampilkan dalam peta dengan skala 1 : 250.000 maka publik menginginkan dalam skala 1 : 50.000.Artinya dengan tuntutan publik yang semakin tinggi terhadap periodisasi pembaruan, akurasi  dan ketersediaan peta harus mampu diantisipasi dan direspon oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan didalam membuka informasinya ke publik  secara transparan dan akuntabel sesuai dengan amanat undang-undang Keterbukaan Informasi Publik.

Partisipasi publik juga dibutuhkan untuk mengoreksi kesalahan yang mungkin terjadi pada saat menginformasikan dan mempublikasikan hasil pemantauan dikarenakan perbedaan penafsiran. Dengan membuka ruang ruang koreksi maka diharapkan informasi  tersebut dapat diperbaiki dan diperbarui yang pada akhirnya dapat dipercaya dan diyakini kebenarannya. Meskipun harus diakui, bahwa pada awalnya dirasa berat untuk mempublikasikan dan membagi data (datasharing),akan tetapi berdasarkan pengalaman setelah membagi data tersebut, diperoleh umpan balik (feedback) yang bagus dan timbulnya keterikatan dengan pengguna data.

Diharapkan melalui kerjasama ini para peserta pelatihan mampu menyerap materi pelatihan dan pada akhirnya dapat membantu pekerjaan mengelola hutan yang lebih baik.  Ke depan kerja sama ini akan dilanjutkan baik berupa diklat maupun kerja sama teknis lainnya.  (TN/TR)